Entri Populer

Selasa, 28 Juni 2011

Membuat Sumur Resapan di Pekarangan Rumah

Mengenai air, kota-kota besar di Indonesia telah mengalami dua hal berlawanan, misalnya ; di permukaan tanah, banjir bisa mencapai atap rumah seperti yang terjadi belakangan ini, sementara di bawah tanah, permukaan air tanah (water table) di kota-kota besar terus mengalami penurunan. Untuk mencegahnya dan sekaligus dapat menjaga cadangan air, maka dibuatnya sumur resapan air hujan. Meskipun tidak seluruh masalah dapat diatasi, namun sumur resapan ini secara teoritis akan banyak membantu meringankan kedua masalah tersebut sekaligus. 
 
Bagaimana sebenarnya sumur resapan itu bekerja? Air hujan yang jatuh ke halaman kita setidaknya 85 persen harus bias diserap oleh halaman tersebut agar tidak meluapkan banjir. Halaman rumah kita secara alamiah bias menyerap curahan air hujanyang jatuh, termasuk dari atap rumah, yang mengalir melalui talang. Di sini sumur resapan akan mengurangi sumbangan bencana banjir dengan mengurangi sumbangan run off air hujan.
Dibawah tanah, resapan ini akan masuk merembes lapisan tanah yang disebut sebagai lapisan tidak jenuh, dimana tanah (dari berbagai jenis) masih bias menyerap air, kemudian masuk menembus permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya terdapat air tanah (ground water) yang terperangkap di lapisan tanah yang jenuh. Air tanah inilah yang sebenarnya kita konsumsi.

Masuknya air hujan melalui peresapan inilah yang menjaga cadangan air tanah agar tetap bisa dicapai dengan mudah. Ii karena permukaan air tanah memang bisa berubah-ubah, tergantung dari suplai dan eksploitasinya. Dengan teralirkan ke dalam sumur resapan, air hujan yang jatuh di areal rumah kita tidak terbuang percuma ke selokan lalu mengalir ke sungai.

Bagaimana sebaiknya Sumur Resapan di Pekarangan Rumah Kita Dibuat? Satandar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, menetapkan beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi sebuah sumur resapan yaitu :
  1. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam atau labil.
  2. Sumur resapan harus dijauhklan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank (minimum lima meter diukur dari tepi), dan berjarak minimum satu meter dari fondasi bangunan.
  3. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table) tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan.
  4. Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah menyerap air) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm per jam (artinya, genagan air setinggi 2 cm akan teresap habis dalam 1 jam), dengan tiga klasifikasi, yaitu :
  • Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm per jam.
  • Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm per jam.
  • Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm per jam.

Spesifikasi Sumur Resapan
Sumur resapan dapat dibuat oleh tukang pembuat sumur gali berpengalaman dengan memperhatikan persyaratan teknis tersebut dan spesifikasi sebagai berikut :

1. Penutup Sumur
Untuk penutup sumur dapat dipilih beragam bahan diantaranya :
  • Pelat beton bertulang tebal 10 cm dicampur dengan satu bagian semen, dua bagian pasir, dan tiga bagian kerikil.
  • Pelat beton tidak bertulang tebal 10 cm dengan campuran perbandingan yang sama, berbentuk cubung dan tidak di beri beban di atasnya atau,
  • Ferocement (setebal 10 cm).
2. Dinding sumur bagian atas dan bawah
Untuk dinding sumur dapat digunakan bis beton. Dinding sumur bagian atas dapat menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen, empat bagian pasir, diplester dan di aci semen.

3. Pengisi Sumur
Pengisi sumur dapat berupa batu pecah ukuran 10-20 cm, pecahan bata merah ukuran 5-10 cm, ijuk, serta arang. Pecahan batu tersebut disusun berongga.

4. Saluran air hujan
Dapat digunakan pipa PVC berdiameter 110 mm, pipa beton berdiameter 200 mm, dan pipa beton setengah lingkaran berdiameter 200 mm.
Satu hal yang penting, setelah sumur resapan dibuat, jangan lupakan perawatannya. Cukup dengan memeriksa sumur resapan setiap menjelang musim hujan atau, paling tidak, tiga tahun sekali.
 
Nah, sederhana bukan? Dengan membuat sumur resapan di pekarangan masing-masing, kita bias mencegah banjir sekaligus ,enjaga cadangan air.
 
Sumber disarikan dari tulisan Saptono Istiawan IAI, Harian Kompas 16 Pebruari 2007

DKI-Tangerang Kelolah Sampah Secara Bersama (Pos Kota Minggu, 12 Juni 2011)

GAMBIR (Pos Kota) – Pemprov DKI Jakarta mengajak Pemkot Tangerang dan Pemkot Tangsel bekerjasama mengolah sampah di tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Ciangir.
TPST di atas lahan 100 hektar tersebut merupakan salah satu alternatif pembuangan sampah terpadu yang berada di luar Kota Jakarta selain TPST Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat.

Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Eko Bharuna mengatakan, jika difugsikan, TPST itu dapat menampung sebanyak 3.000 ton sampah per hari. Sementara, sampah asal DKI Jakarta yang akan masuk ke TPST Ciangir diperkirakan hanya sebesar 1.000 ton per hari.

“Untuk itu, agar tidak mubazir, kami mengajak wilayah lain seperti Pemkot Tangerang dan Tangsel untuk bekerja sama memanfaatkan keberadaan TPST Ciangir dalam pengolahan sampah,” ujar Eko Bharuna.
Diungkapkan Eko, untuk Pemkot Tangerang, saat ini sudah menyepakati untuk bekerja sama. Sedangkan Pemkot Tangsel belum ada kesepakatan.

Eko menyebutkan, pembangunan TPST seperti di Bantargebang, investasi yang diperlukan Rp 700 miliar. Sementara biaya operasionalnya Rp200 ribu per ton. Namun, Pemprov DKI hanya mampu membiayai Rp 100 ribu per ton. Dengan besarnya biaya itu, Pemprov DKI erlu menggandeng wilayah lain. “Tangerang berkomitmen memasok 700 ton sampah per hari,” ungkapnya.

Nantinya TPST Ciangir, menampung sampah-sampah dari wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Tangerang. Saat ini volume sampah di DKI mencapai 6.595 ton sampah perhari. Angka ini meningkat dibanding tahun 2009 yang hanya mencapai 6.200 ton sampah.
Dari 6.595 ton sampah, sepertiganya merupakan sampah jenis plastik dan kertas. Kedua jenis sampah itu dikirim ke tempat pengolahan akhir sampah (TPAS) di Marunda dan Sunter, Jakarta Utara, serta Cakung-Cilincing di Jakarta Timur.

PST Bantargebang yang mempunyai luas sekitar 110 hektar, hanya mampu menampung 5.300 ton sampah per hari. “Untuk itu, kita perlu penambahan TPST agar semua sampah di DKI Jakarta dapat terangkut,” katanya.

Mengenai rencana pembangunan TPST Ciangir, ditambahkan Eko, saat ini belum dibangun apapun di atas lahan seluas 96 hektar yang berada di Kabupaten Tangerang tersebut. pihaknya, masih menunggu investor dari wilayah lain seperti, Kota Tangerang maupun Tangsel. “Kami inginnya segera dibangun, kami juga tidak ingin lahan itu terlalu lama terbengkalai,” tandasnya.(john/B)

Cara Sederhana Menguji Kualitas Kompos Posted on March 16, 2008 oleh Isroi

Kompos matang biasanya dilihat dari hasil uji rasio C/N. Namun uji ini harus dilakukandi laboratorium kimia. Sebenarnya ada cara yang sederhana dan mudah untuk menguji kualitas kompos, yaitu dengan uji kecambah dan uji dengan tanaman.

Uji Perkecambahan

Kompos diuji untuk perkecambahan biji. Biji yang digunakan adalah biji yang mudah diperoleh, mudah berkecambah, dan cepat berkecambah. Sebaiknya gunakan tanaman yang sensitif dan responsif terhadap kadungan hara kompos/tanah. Saya menggunakan biji kacang ijo untuk menguji kualitas kompos. Anda tidak harus menggunakan biji kacang ijo, boleh saja menggunakan biji-biji yang lain. Caranya sebagai berikut:

uji kompos dengan kecambah
  1. Siapkan biji kacang ijo yang akan digunakan sebagai bahan pengujian.
  2. Rendam biji tersebut dalam larutan garam. Ambil biji yang tenggelam dan buang biji yang mengampung.
  3. Siapkan tempat untuk perkecambahan. Bisa menggunakan 4 baki kecil atau kardus makanan.
  4. Baki diisi dengan:(a) kapas basah, (b) tanah top soil, (c), bahan mentah kompos, dan (d) kompos yang akan diuji. Untuk point c dan d dapat diganti dengan cotnoh-contoh kompos yang lain.
  5. Letakkan kurang lebih 20 biji kacang ijo di setiap tempat tersebut.
  6. Tutup tempat dengan platik wrap atau bahan transparan lainnya.
  7. Biarkan di tempat teduh selama 2 hari.
  8. Hitung jumlah biji yang berkecambah di hari kedua
Hitung indek perkecambahannya: (jumlah biji berkecambah pada contoh kompos)/(jumla biji berkecambah pada tanah)
uji perkecambahan 1
Kecambah di kapas basah
uji perkecambahan 2
Kecambah di tanah top soil
Uji perkecambahan 3
Kecambah di bahan baku kompos
Uji perkecambahan 4
Kecambah di kompos matang
Kompos yang berkualitas bagus adalah kompos yang indek perkecambahannya mendekati atau lebih besar dari 1. Misalnya: 0,75. Jika kurang dari itu, atau nilanya rendah berarti kompos tersebut belum cukup matang.

Uji Tanaman

Pengujian ini memerlukan waktu yang lebih lama daripada Uji Perkecambahan. Tetapi uji ini dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Tanaman yang digunakan untuk pengujian adalah tanaman-tanaman hortikultura yang mudah tumbuh dan mudah diperoleh, dan murah. Anda bisa menggunakan caysim, kangkung, cabe, tomat, atau yang lainnya. Caranya sebagai berikut:
  1. Siapkan tanah dan kompos yang akan diuji. Untuk tanah gunakan tanah-tanah marjinal atau tanah yang miskin hara atau tanah sub soil.
  2. Masukkan tanah ke dalam polybag. Ukuran polybag tergantung pada jenis tanaman yang digunakan.
  3. Campurkan tanah marjinal dengan sampel kompos dengan perbandingan 6 : 4, yaitu 6 bagian tanah di campur dengan 4 bagian kompos. Masukkan campuran tanah-kompos ini ke dalam polybag yang berukuran sama dengan langkah sebelumnya
  4. Tanam biji-biji tanaman uji ke dalam polybag tersebut.
  5. Amati pertumbuhan tanaman dalam selang waktu tertentu. Misalnya: setiap minggu, dua minggu, atau setiap bulan. Tergantung jenis tanamannya.
uji perkecambahan 1
Tanaman yang tumbuh di tanah marjinal (sub soil)
Uji tanaman 2
Tanaman yang tumbuh di kompos yang kurang matang.
uji tanaman 3
Tanaman yang tumbuh di kompos yang matang.
Secara visual dengan metode ini sudah bisa diketahui mana kompos yang matang dan kompos yang kurang matang. Dapat juga Anda membandingkan bobot basah dan bobot kering dari setiap tanaman uji tersebut dan mengujinya dengan prosedur statistik.

[21 Dec 2010]
Index perkecambahan ini ternyata sudah dijadikan standard untuk menguji kualitas kompos. Beberapa negara seperti hongkong dan jepang sudah menerapkan index ini. Berikut ini beberapa dokument pengujian index perkecambahan untuk kompos. Semoga bermanfaat.

Jumat, 17 Juni 2011

Pendapat Para Pakar Kompos Dunia tentang Bioaktivator ; Juni 2010

Kontroversi penggunaan bioaktivator sengaja penulis sampaikan secara mendalam. Hal ini perlu dilakukan untuk meluruskan pemahaman yang selama ini beredar di masyarakat. Masyarakat awam kadang merasa bingung tentang penggunaan bioaktivator. Ketika melakukan berbagai pelatihan komposting di banyak kota, penulis sering ditanya seputar bioaktivator dan manfaatnya dalam proses komposting. Bioaktivator berasal dari bahasa Inggris bioactivator yang artinya adalah bahan aktif biologi digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator komersial tersedia dalam bentuk padat dan cair. Pada dasarnya, di dalam bioaktivator terdapat berbagai jenis mikroorganisma yang diharapkan dapat mempercepat proses komposting dan meningkatkan kualitas kompos. Bioaktivator yang diperdagangkan dapat berupa: • Kultur murni (pure culture) • Kultur campuran (mixed culture). Bioaktivator kultur murni hanya berisi satu jenis mikroba, sedangkan bioaktivator kultur campuran terdiri dari berbagai macam jenis mikroba, misalnya bakteri pendegradasi lignin, selulosa, protein, lemak, dan sebagainya. Bioaktivator kultur murni jarang ditemukan di pasaran karena secara teoritis bioaktivator kultur murni sulit diharapkan kinerjanya sehubungan dengan proses komposting yang melibatkan berbagai jenis mikroba. Oleh karena itu, bioaktivator yang diperdagangkan umumnya adalah kultur campuran. Bioaktivator kultur murni biasanya berupa white rot fungi yang ditujukan untuk menguraikan sampah yang kandungan selulosanya tinggi. Bioaktivator umumnya didapatkan dari sumber alami seperti kotoran ternak, tanah hutan, lumpur instalasi pengolahan limbah dan kompos. Setelah proses isolasi dan seleksi serta perbanyakan, mikroba-mikroba tersebut disimpan dalam suatu media entah itu media cair atau padat yang dapat mendukung kehidupannya sebelum dipasarkan. Ada juga produsen yang memproduksi aditif (bahan tambahan untuk optimasi komposting. Aditif juga dapat berbentuk cair atau padat. Kandungan aditif dapat berupa unsur makro dan mikronutrien. Makro dan mikronutrien tersebut biasanya berupa bahan-bahan kimia yang mengangdung unsur N, P K, dan sebagainya. Saat ini, yang paling banyak beredar di Indonesia adalah bioaktivator, bukan aditif. Bioaktivator yang beredar adalah bioaktivator kultur campuran baik itu produksi lokal maupun luar negeri. Biasanya yang lebih populer adalah produk yang berasal dari luar negeri karena kesannya lebih berkualitas daripada produk lokal. Di Indonesia produk-produk tersebut begitu populernya karena promosinya yang begitu gencar ditambah lagi dengan rekayasa demo lapangan yang menarik. Akan tetapi di negara tempat asalnya sendiri tidaklah populer. Istilah bioaktivator sering juga disebut biodegradator, biodekomposer, inokulum, dan aktivator. Contoh produk aktivator komersial mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam laktat (Lactobacillus sp., bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), Actinomycetes Sp, Streptomyces Sp dan yeast (ragi), Sacharomyces sp. dan jamur pengurai selulosa untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa organik yang mudah diserap oleh tanah.

Bisnis Pupuk Organik Granul dan Pendukungnya; Juni 2010

Pada tiga tahun terakhir ini, di Indonesia telah berdiri sejumlah pabrik pupuk organik granul (POG). Kemunculan pabrik-pabrik POG tersebut ibarat tumbuhnya jamur di musim hujan. Baik di Jawa bagian barat, tengah, maupun timur, serta di Sulawesi dan Nusa Tenggara telah berdiri puluhan pabrik POG. Berdirinya pabrik-pabrik tersebut dipicu oleh adanya kebutuhan akan ribuan ton POG yang disalurkan kepada petani oleh Departemen Pertanian dalam rangka program ‘Go Organic’.

Sebagai contoh, pada tahun 2009 yang lalu dibutuhkan sekitar 450.000 ton POG. Untuk itu ditunjuklah beberapa BUMN untuk menyediakannya. Untuk tahun 2010, ini ada lima Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Pusri, PT Pertani Persero, PT Sang Hyang Seri, PT Berikari Persero, dan PT. Petroganik yang ditunjuk untuk menyediakan POG. Mereka kemudian menenderkannya kepada puluhan perusahaan pupuk organik baik yang baru berdiri maupun yang telah punya pengalaman dalam granulasi pupuk.

Umumnya para pemenang tender kemudian berkongsi dengan para produsen pupuk organik yang kemudian secara bersama-sama mensuplai POG sesuai dengan kriteria Peraturan Menteri Pertanian No. 28 Tahun 2009. Peluang ini kemudian dimanfaatkan baik oleh UKM maupun perusahaan yang bermodal kuat di masing-masing wilayah untuk ikut berbisnis POG bersama-sama dengan pemenang tender. Pabrik-pabrik tersebut sebagai contoh berada di Sukabumi, Cirebon, Banyumas, Boyolali, Rembang, Pasuruan, Sidrap, dan sebagainya.

Umumnya pabrik-pabrik POG berdiri di wilayah yang dekat dengan sumber bahan baku seperti peternakan dan pabrik gula. Kelancaran produksi POG sangat ditentukan oleh suplai bahan baku. Bahan baku POG dapat berupa berupa kompos atau kotoran hewan (kohe) dan blotong (dari pabrik gula) yang telah lapuk, ditambah dengan material lainnya seperti dolomit, fosfat alam, dan mikroba fungsional. Dolomit dan fosfat alam berfungsi sebagai filler, sedangkan miroba fungsional berfungsi sebagai pengaya POG sehingga mengandung mikroba bermanfaat seperti mikroba penambat N, pelarut P, dan sebagainya.

Dengan adanya kebutuhan akan kohe dan blotong di pabrik POG, maka kohe dan blotong yang tadinya kurang laku menjadi material yang diperebutkan oleh pabrik POG. Hal ini tentu saja menguntungkan bagi para peternak dan pabrik gula yang saat ini memiliki peran sebagai pamasok bahan baku POG. Limbah yang tadinya kurang termanfaatkan, sekarang menjadi barang dagangan yang menguntungkan.

Limbah yang tadinya mencemari lingkungan berubah menjadi bahan yang dibutuhkan sehingga pencemaran lingkungan yang diakibatkannya dapat dicegah atau menjadi berkurang. Kohe dan blotong telah didaur ulang manjadi produk bernilai tinggi: POG.

Selain bisnis jual-beli bahan baku POG, berkembang pula bisnis pengadaan peralatan produksi POG. Bengkel-bengkel peralatan pertanian sekarang ini banyak menerima pesanan berbagai peralatan yang dibutuhkkan seperti pan granulator, rotary drier, rotary cooler, rotray screen, mixer, dan sebagainya. Satu line produksi POG biasanya memerlukan peralatan yang harganya mencapai 300 jutaan. Satu line tersebut biasanya meliputi 2 buah pan granulator, 1 rotary screen, 1 rotary cooker, 1 mixer, dan 1 rotary screen. Bengkel-bengkel penyedia peralatan tersebut tersebar di beberapa daerah seperti Tangerang, Surabaya, dan sebagainya.

Satu lagi pihak yang diuntungkan dengan adanya pertumbuhan pabrik POG yaitu para produsen mikroba fungsional yang dipergunakan untuk memperkaya POG. Paket-paket pesanan bibit mikroba mereka terima dari pabrik POG.

Demikianlah perkembangan bisnis POG dan bisnis ikutannya. Anda ingin mengikutinya?

Gerakan 3R di Jakata Pusat; Maret 2010


Dalam rangka mendukung pengelolaan sampah berbasis masyarakat di DKI Jakarta, telah dilakukan pengembangan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah di RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat. Kader lingkungan yang terbentuk berjumlah lebih dari 42 orang yang terdiri atas kader yang bermukim di RW 01 dan RW 02 dan yang bermukim di luar kedua RW tersebut. Dengan adanya pengembangan tersebut, jumlah total kader lingkungan di wilayah RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur menjadi 77 orang yang pada mulanya hanya 53 orang. Komposisi kader lingkungan didominasi oleh para ibu (70%), sisanya pria (30%). Para kader lingkungan memiliki tanggung jawab untuk mengajak para tetangganya menjaga kualitas lingkungan hidup di sekitar rumah masing-masing terutama masalah kebersihan dan daur ulang sampah. Para kader lingkungan juga mempunyai kewajiban untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan pengolahan sampahnya kepada yang membutuhkan. 
 
 
Untuk melihat aktivitas nyata para kader lingkungan, setelah pelatihan, dilakukan monitoring secara reguler. Pelaksanaan monitoring juga dilakukan sekaligus untuk pendampingan dan pembinaan kepada para kader lingkungan sehingga apabila menemui kesulitan dalam melakukan aktivitasnya dapat segera diatasi. Monitoring kegiatan dilakukan dengan cara
 
(i) wawancara secara langsung dengan para kader lingkungan, 
(ii) penyebaran kuesioner, dan
 (iii) kunjungan monitoring secara reguler 3 – 4 minggu sekali ke para kader lingkungan. 
 
Selain itu dilakukan juga berkoordinasi dengan para stakeholders yang terkait, misalnya Suku Dinas Kebersihan Jakarta Pusat, Pusat Teknlogi Lingkungan – BPPT, Yayasan Uli Peduli, dan Pemerintah Kelurahan Cempaka Putih Timur. SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERINTEGRASI RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur merupakan daerah permukiman padat penduduk dengan jumlah KK 1.265 atau sekitar 5.060 jiwa. 
Diperkirakan jumlah sampah yang diproduksi perharinya 15 m3. Sampah warga didominasi oleh sampah organik, 65,55%. Sedangkan sampah lainnya adalah sampah anorganik yang didominasi oleh sampah kertas (10,57%) dan plastik (13,25%). Oleh sebagian warga dan para kader lingkungan sampah yang dihasilkannya dipilah-pilah untuk kemudian dikomposkan dan dimanfaatkan menjadi kerajinan tangan. Residu sampahnya kemudian dibuang ke temat sampah. Tempat sampah yang digunakan oleh warga cukup beragam seperti tong plastik, drum seng, bak yang disemen, ember plastik, dan kantong plastik. Namun, Sebagian besar wadah sampah yang dipakai berupa drum dan tong plastik karena gampang dipindah-pindah dan tidak permanen sesuai dengan lingkungan jalan yang sebagian besar berupa gang yang tidak terlalu lebar dan tanpa trotoar. 
 
Wadah sampah dan komposter diletakan di depan rumah atau di pinggir-pinggir jalan masuk. Sampah dari rumah tangga yang tidak diolah menjadi kompos kemudian dikumpulkan ke dalam gerobak sampah setiap 2 – 3 hari sekali dan diangkut ke kompleks Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari yang dikelola oleh Dinas kebersihan DKI Jakarta bekerjasama dengan BPPT. Di TPST tersebut, sebagian besar sampah dikomposkan dan didaur ulang, dan sebagian lainnya dimasukkan ke TPS indoor untuk dipres dan diangkut ke TPA Bantargebang. Sebagian kecil residu sampah dibakar di dalam incinerator. 
 
PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI Salah satu RT yang paling menonjol dalam pengelolaan sampahnya adalah RT 04 dan RT 08 RW 01. Kegiatan penghijauan lingkungan di RT tersebut telah dimulai sejak tahun 2004 oleh ibu-ibu yang tergabung dalam dasa wisma. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada tahun 2005 menjadi juara 2 Lomba Penghijauan tingkat DKI Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2006, kegiatan penghijauan dan pengelolaan kebersihan mendapatkan perhargaan dalam lomba “Green and Clean 2006” yang diadakan oleh Yayasan Uli Peduli. Dari hasil studi diketahui bahwa sebanyak 53% kader lingkungan telah melakukan pemilahan sampah dan pengomposan sampah setiap hari, sedangkan sebagian lainnya melakukannya 2 – 3 hari sekali. 
 
Sebanyak 89% kader lingkungan yang tidak mengomposkan setiap hari beralasan karena jumlah sampah organiknya sedikit. Sedangkan lainnya beralasan sibuk. Sampah organik yang dikomposkan antara lain berupa daun-daun pohon, sampah tanaman hias, kulit buah, sisa potongan sayur sebelum dimasak, dan sisa makanan. Jenis sampah yang dominan dikomposkan berupa sampah daun, kulit buah dan potongan sayuran. Jika dilihat dari jumlah sampah yang dikomposkan, maka jumlah jumlah sampah yang dikomposkan di RW 01 juga semakin meningkat. Pada saat sebelum pilot project berjalan, sampah yang dikomposkan diperkirakan hanya 624 liter per bulan, tetapi setelah pilot project berjalan sampah yang dikomposkan menjadi 984 liter per bulan. Sejalan dengan peningkatan jumlah pengomposan, jumlah produk kompos juga diperkirakan meningkat dari 156 liter menjadi 246 liter perbulannya.
 
Pengelolaan sampah anorganik juga tidak kalah pentingnya dengan pengomposan. Sebanyak 42% kader lingkungan menyatakan telah memanfaatkannya kembali sampah plastik antara lain untuk pot dan kerajinan tangan. Sedangkan sebanyak 21% mengumpulkan dan memberikannya kepada pemulung. Namun ternyata masih ada kader lingkungan (sebanyak 10%) yang belum memanfaatkannya dan sampah anorganiknya langsung dibuang ke tempat sampah sebagaimana residu sampah lainnya. Sampah plastik yang dijadikan pot umumnya adalah botol/gelas air mineral dan kaleng plastik cat. Sedangkan sampah plastik yang biasanya dibuat kerajinan adalah plastik-plastik kemasan yang tebal dan berpenampilan bagus. Salah seorang kader lingkungan, Bapak Hendrik (RT 08/RW 02), telah memanfaatkan secara khusus kaleng plastik cat untuk bahan baku komposter yang dipesan oleh Yayasan Uli Peduli untuk disebarkan di berbagai tempat di Jakarta. Kaleng cat tersebut didesain sedemikian rupa dan dicat warna-warni sehingga penampilannya menarik. Sementara itu, kader lingkungan Ibu Tri Darmayanti (RT 08/RW 02), telah mendapatkan pelatihan khusus pembuatan kerajinan tangan berbahan baku plastik kemasan dari Yayasan Uli Peduli. Produk kerajinan tersebut berupa tas, dompet, tempat tissue, taplak meja, karpet, dsb. Ibu Tri mendapatkan pula bantuan mesin jahit dari Yayasan Uli Peduli. Produk-produk kerajinan tersebut dijual di beberapa pusat-pusat pertokoan di Jakarta. 
 
Seperti halnya di Banjarsari (Jakarta Selatan), di lokasi tersebut juga memiliki motivator pengelolaan sampah seperti halnya Ibu Bambang Wahono. Beliau adalah Ibu Warso. Usianya pun hampir sama yakni 70-an, tetapi semangatnya masih menyala-nyala. Saat ini beliau juga sebagai tenaga pengelola TPST Rawasari. PESAN GUBERNUR DKI JAKARTA Untuk mensosialisasikan pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Jakarta, diadakanlah sebuah acara yang dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta pada awal tahun 2008. Pada acara tersebut, Gubernur mencanangkan “Gerakan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat”. Rangkaian acara tersebut meliputi kunjungan Gubernur DKI Jakarta beserta stafnya ke RW 01. Setelah itu, Gubernur berjalan kaki menuju kompleks TPST Rawasari yang berjarak sekitar 200 meter. Di TPST tersebut Gubernur meninjau kegiatan pengomposan dan daur ulang sampah skala kawasan dan ke TPS Indoor. 
 
Acara kunjungan ke berbagai tempat tersebut dilanjutkan dengan dialog dengan warga Jakarta tentang permasalahan lingkungan yang dihadapi. Gubernur Fauzi Bowo dalam sambutannya mengatakan bahwa melibatkan peran serta kader lingkungan dan warga masyarakat sangatlah efektif dalam mereduksi sampah sehingga biaya trasportasi sampah semakin efisien dan umur TPA Bantargebang semakin panjang. Disamping itu, melibatkan masyarakat untuk mengolah sampah memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri. 
 
Gubernur mengakui butuh waktu yang panjang untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengolah sampahnya secara mandiri. Oleh karena itu diperlukan pimpinan komunitas dan kader-kader lingkungan yang tekun untuk menumbuhkan kesadaran warga mengolah sampahnya sendiri. ***