Entri Populer

Kamis, 19 Januari 2012

TERSEDIA MESIN KOMPOSTER 2-3 TON/HARI


Saat ini telah tersedia mesin komposter yang dapat menghasilkan pupuk organik/kompos dengan kapasitas 2-3 Ton/hari. Untuk penjelasan lebih lanjut terkait dengan kinerja mesin ini, silahkan hubungi :
Ir. Victor S. Simatupang
Hp.  81384588749, lihat di Website : WWW.vessel-komposter.blogspot.com  atau
 email: victory_stp@yahoo.com.















 






Kamis, 12 Januari 2012

Ketua RT Sampah RT Peduli Award; Syaifudin Peraih Kategori Ketua RT Lingkungan

Jika kita diberikan pilihan antara menjadi katua RT dan pegawai, mungkin kebanyakan dari kita akan memilih untuk menjadi pegawai. Siapa yang tidak tergiur dengan gaji yang lumayan besar dengan kerja yang tidak menyita waktu 24 jam. Berbeda dengan menjadi RT yang harus bekerja selama 24 jam penuh. Namun dibalik ribuan warga yang memperubatkan untuk menjadi pegawai, tidak demikian dengan Syaifudin. Siapakan Syaifudin? AHMAD SOFI, Pontianak SEBAGIAN dari kita mungkin sudah kenal dengan sosok Syaifudin. Mungkin juga sebagian dari kita belum pernah mengenalnya. Syaifudin lahir pada 10 Juni 1963 di Pasuruan Jawa Timur. Dia menjadi mahasiswa pada salah satu perguruan tinggi di Pontianak dan wisuda pada 1994 yang menyandang gelar Serjana Pertanian (SP).Sebelumnya dia sempat menjadi santri di Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur. Setelah lulus dari bangku sekolah, Syaifudin hijrah ke Kalbar karena mendapat tugas dari pekerjaannya. Sesampainya di Kalbar, dia bertemu dengan Fini Rahayu dan mempersuntingnya. Dari hasil pernikahannya, Syaifudin dikarunia dua buah hati, Nada Aulia Finirsa dan Maura Aulia Finirsa. Saat ini Syaifudin menjabat sebagai ketua Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) pada Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Kalbar. Dia juga menjabat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Namun meskipun kedua jabatan itu sudah dijabat tidak membuat dia bangga. Namun dia lebih bangga menjadi ketua RT. Menurut Syaifudin, menjadi ketua RT adalah profesi yang sangat mulia. Tidak semua orang mau menjabat profesi ini. Hanya orang yang berhati mulia lah yang mau benar-benar menjadi ketua RT. Itulah yang terjadi pada Syaifudin. Dia lebih senang jika dikenal sebagai ketua RT dibandingkan sebagai pegawai dan penyidik PNS. “Pak Walikota mengenal saya sebagai ketua RT sampah (ketua RT yang peduli terhadap sampah dan mengolahnya menjadi kompos), tapi saya senang meskipun Pak Walikota mengenal saya sebagai ketua RT daripada menjadi pegawai dan penyidik,” kata Syaifudin.Selain menjabat dua pekerjaan tersebut, Syaifudin juga menjabat sebagai ketua RT 05 RW 26 di Komplek Dwi Ratna III, Kelurahan Siantan Hulu, Kecamatan Pontianak Utara. Pada tahun 2006, dia mulai menjadi ketua RT karena ditunjuk dan dipilih olah warga sekitar. Awalnya, menjadi ketua RT tidak pernah dia inginkan, mengingat beban yang dipikul sangat berat. Serta jika melihat dari perhatian dari pemerintah terhadap RT juga sangat kurang. Namun karena melihat kondisi komplek yang sangat banyak sampah serta kurang mendapat perhatian dari warga, hatinya tergugah untuk berbuat dan bertindak. “Meskipun ini bukanlah pilihanku sendiri, namun karena melihat kondisi komplek yang banyak sampah dan kurang terawat, hati saya tergugah. Sejenak saya berfikir, kalau bukan kita sendiri yang melakukan semua ini, siapa lagi,” ungkap katua RT yang pernah meraih juara Clean and Green City ini. Dari sejak dipilih menjadi ketua RT, Syaifudin merancang beberapa program untuk merubah dan memajukan komplek yang dia pimpin. Awalnya, dia mengaku sangat berat memimpin banyak orang apalagi menyatukan karakter dari latar belakang yang berbeda. Saat ini di RT 05 RW 26, ada 53 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 91 laki-laki dan 106 perempuan. Jumlah itu terdiri dari berbagai macam etnis serta perbedaan keyakinan. Untuk menyatukan karakter dari masing-masing enam etnis itu sangat berat; Melayu, Dayak, Bugis, China, Madura dan Jawa. Namun secara perlahan dia berhasil menyatukan karakter-karakter yang berbeda itu menjadi satu, yakni kebersamaan dan saling peduli. Setelah dia berhasil menyatukan karakter itu, kemudian mengajak warganya untuk merubah dan membangun kompleknya. Syaifudin tidak semerta-merta menyuruh warganya untuk berbuat dan bertindak. Namun terlebih dahulu dia sendiri yang mengerjakannya, sehingga warga mengikutinya. Salah satunya menjaga kebersihan lingkungan. Setiap habis Shalat Subuh, dia menyempatkan diri untuk bersih-bersih di lingkungan rumah. Kegiatan itu kemudian diikuti warga sekitar. Setelah warga ikut seperti apa yang dia lakukan, kemudian melanjutkan program lainnya yaitu, menghijaukan lingkungan. Kegiatan ini awalnya tidak didukung sepenuhnya oleh warga. Namun dengan memberdayakan anak-anak, dia berhasil mempengaruhi orang dewasa untuk menanam pohon di lingkungan rumahnya masing-masing.Tidak berhenti di situ. Syaifudin melanjutkan program berikutnya yaitu memberdayakan sampah menjadi berbagai souvenir yang bernilai ekonomis. Serta membuat kompos organik dari sampah. Program inilah yang akhirnya membuat RT ini menjadi juara lomba Clean and Green City pada tahun 2007. Itulah beberapa program yang telah dilaksanakan dan berhasil mengangkat RT 05 RW 26 Kelurahan Siantan Hulu. Tidak hanya itu, namun masih banyak lagi program-program lainnya. Membangun Posyandu, pembangunan rumah untuk warga kurang mampu, membentuk RT siaga dan masih banyak lagi program lainnya yang tidak dimiliki RT lainnya. Dia juga menyediakan majalah dinding untuk warganya. Dia mengklaim, kalau itu satu-satu mading yang dimiliki oleh RT yang ada di Kalbar, bahkan Indonesia. Dari keberhasilannya membangun dan merubah komplek yang awalnya kumuh dan sampah yang menumpuk, dia banyak menerima penghargaan di tingkat daerah dan nasional. Selain mendapat penghargaan karena menjadi juara clean and green city, juga menerima penghargaan dari Gubernur Kalbar Cornelis atas prestasinya.Selain itu, dia juga menjadi pegawai teladan nasional berkat daur ulang serta masih banyak lagi penghargaan lainnya. Bahkan belum genap dua bulan, tepatnya November 2011, dia mendapat penghargaan Satya Lencana 20 Tahun dari Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara berkat prestasinya. Syaifudin tidak pernah bermimpi untuk mendapatkan penghargaan itu. Namun dia sangat bangga karena bisa merubah dan mengajak warga untuk membangun daerahnya sendiri. Selain program-program yang telah dilakukan, Syaifudin juga masih mempunyai keinginan untuk merubah persepsi orang-orang mengenai Pontianak Utara. “Dari prestasi dan penghargaan yang telah saya raih, saya ingin merubah persepsi orang-orang yang mengatakan ‘Siantan Texas-nya Pontianak’, kalau semua itu tidak benar. Namun itu hanya oknum saja, tidak semuanya,” harap Syaifudin.Selain itu, dia juga memperjuangkan perda dan payung hukum untuk ketua RT. Karena selama ini ketua RT kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Sehingga orang-orang banyak tidak mau menjadi ketua RT. Selama ini, jika RT yang berprestasi namun yang diberikan penghargaan malah lurahnya. Begitu juga dengan pejabat-pejabat lainnya. Syaifudin mengatakan, “Jika ingin menjadi pemimpin, terlebih dahulu jadilah ketua RT. Karena ketua RT mengetahui langsung apa yang terjadi pada warganya. Oleh karena itu, perhatikanlah para ketua RT,” tambah Syaifudin. Dia juga masih punya keinginan yang tidak lama ini akan direalisasikan, yaitu bank sampah. Bank sampah ini akan berfungsi untuk menampung dan memisahkan sampah. Sehingga tidak semua sampah bercampur. Untuk merangsang warga agar mendukung program ini, Syaifudin menghargai sampah yang dikumpulkan ke bank sampah. Sampah-sampah yang terkumpul akan dijadikan pupuk organik. Pupuk ini nantinya akan dijual dan dananya dijadikan uang kas RT. Semua yang dilakukan oleh Syaifudin ini semata-mata hanya karena ingin beribadah. “Tujuan saya menjadi ketua RT, semata-mata karena ingin beribadah. Tidak ada maksud yang lain,” jelas Syaifudin.**

Pakar: masyarakat ubah persepsi sampah jadi uang Jumat, 6 Januari 2012

Padang (ANTARA News) - Pakar Lingkungan Hidup dari Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat Dr Ardinis Arbain mengemukakan ajakan ke masyarakat untuk mengubah persepsi sampah yang kotor menjadi sesuatu yang menghasilkan uang. "Sampah yang dibuang itu dapat bermanfaat jika diolah dengan tepat," katanya, di Padang, Jumat. Dia mengatakan, hal pertama yang dilakukan yakni berpikir bahwa sampah bukan sesuatu yang menjijikkan sehingga dengan mudahnya dibuang. Menurut dia, seseorang yang bisa menilai hal tersebut akan memiliki berbagai macam ide untuk bisa mengelola bahkan memanfaatkan sampah tersebut. "Pengelolaan yang baik merupakan solusi tepat untuk masalah sampah dalam lingkungan," katanya. Dia mengatakan, pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara mengurangi pemakaian bahan yang menghasilkan sampah, misalnya memilih menggunakan bahan yang tahan lama daripada bahan habis dibuang. Sementara itu pengelolaan lainnya, kata dia, sampah dapat diolah dan dimanfaatkan kembali, selain itu juga bisa didaur ulang. "Sampah organik bisa dijadikan pupuk, sementara anorganik didaur ulang," katanya. Dia mengatakan, berbagai macam organik seperti halnya sisa sayuran, buah, makanan, sisa jasad, sisa tumbuhan dapat diolah menjadi kompos. Selain itu, lanjut dia, ini juga bisa dijadikan sesuatu yang menarik semisal sampah di pantai bisa dibuat menjadi hiasan, atau kulit bawang yang dapat juga dijadikan cindera mata. Bila ini dapat dilakukan dengan terencana dan berkelanjutan, maka akan menghasilkan keuntungan berupa uang. "Membutuhkan berbagai pendekatan untuk membuat masyarakat lebih peduli terhadap lingkungannya, terutama sampah," katanya. Dia menyebutkan, yang pertama adalah pendekatan teknologi yakni melakukan sosialisasi atau memberi pengetahuan tentang sampah. Kemudian pendekatan budaya, yakni dengan pengenalan arti pentingnya sampah dalam bentuk cerita, iklan , film, sehingga menarik minat masyarakat. "Selanjutnya, dalam bentuk aturan atau hukum juga suatu cara pendekatan lainnya seperti, pelanggaran dalam pengelolaan sampah bisa mendapat sanksi, sebaliknya jika patuh akan mendapat penghargaan," katanya. Program pemerintah mengenai sampah berlaku jangka panjang, tidak bisa dilihat dalam waktu pendek, katanya. Menurut Ardinis, pemerintah telah melakukan sesuatu yang tepat namun hasilnya belum efektif. Solusi-solusi tersebut dapat diterapkan dengan harapan akan terasa pada masa datang. (T.KR-AH/M027) Editor: Ruslan Burhani

Poktan Maju Sari Bikin Pupuk Organik Sendiri Senin, 09/1/2012 | Oleh Harian Jogja |

GUNUNGKIDUL—Meski hanya memanfaatkan alat penghancur sampah bantuan Pemkab Gunungkidul yang mangkrak di padukuhan tetangga, kelompok tani Maju Sari Padukuhan Lemah Abang, Desa Karangsari Kecamatan Paliyan mampu memproduksi pupuk organik. Kegiatan usaha Poktan Maju Sari tersebut sudah berjalan setahun terakhir dan mampu memproduksi pupuk organik rata-rata 25 ton dalam setahun. Kini mereka mampu melayani kebutuhan pupuk organik petani di beberapa wilayah di Kecamatan Paliyan. Keberhasilan Maju Sari tak lepas dari kegigihan Tukino dan Yuniasih. Pasangan suami istri ini menjadi motor kegiatan poktan. “Kami bahagia sekali. Apa yang kami laukan dengan teman-teman ternyata ada pihak yang memperhatikan. Alat produksi penghancur sampah untuk pupuk ini hanya pinjman dari kampung sebelah. Bantuan alat ini semula hanya mangkrak dan kami minta untuk dimanfaatkan,” kata Tukino saat menerima kunjungan Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi dan rombongan wartawan, akhir pekan lalu. Pertemuan dengan orang nomor dua di Pemkab Gunungkidul itu menjadi kesempatan paling berharga bagi Poktan Maju Sari. Dari persoalan modal, jatuh bangun dalam merintis usaha hingga minimnya sarana penunjang disampaikan secara polos kepada Wabup. Pada kesempatan tersebut, Immawan menyatakan rasa bangganya atas kerja keras dan kegigihan Tukino dan Yuniasih serta petani Maju Sari. Wabup yakin usaha poktan Maju Sari yang dikerjakan dengan gigih ini akan mendapatkan pasar cukup cerah. Menurut Wabup, Kecamatan Paliyan memiliki area pertanian seluas 2.000 hektare yang butuh pupuk organik. Padahal untuk setiap 10 ton pupuk organik, hanya mampu mencukupi kebutuhan satu hektare lahan. “Artinya, kebutuhan pupuk organik cukup tinggi. Terlebih Maju Sari baru produksi 25 ton per tahun. Masih dibutuhkan Tukino-Tukino lain serta Yuniasih-Yuniasih lainnya untuk lebih memakmurkan Gunungkidul,” ujar Immawan. Ia berjanji akan segera berkoordinasi dua SKPD Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) serta Badan Pelaksana Penyuluh dan Ketahanan Pangan (BP2KP) untuk rencana uji laboratorium. (JIBI/Harian Jogja/Endro Guntoro)

Rahudman optimis Medan 2012 bebas sampah Warta: TEGUH YUDI TRI PRASETYO (WASPADA ONLINE)

MEDAN - Setelah sebelumnya dinilai kurang maksimal oleh Walikota Medan, Rahudman Harahap, dalam mencanangkan Medan Bebas Sampah pada April 2011 silam, pencanangan Kota Medan Bebas Sampah kembali digalakkan pada Juni 2012 nanti. Untuk itu seluruh pihak terkait diminta menyusun strategi mengurangi sampah di Kota Medan. Dinas Kebersihan Kota Medan dan seluruh Kepala Lingkungan (Kepling) yang langsung berhubungan dengan masyarakat harus memilki strategi persampahan, sehingga tidak ada lagi penumpukan sampah di tingkat lingkungan. Peran serta masyarakat dalam menjaga kebersihan dan menjaga agar sampah tetap dibuang di tempat yang semestinya sangat memiliki peranan yang besar serta penting. join_facebookjoin_twitter Analis kebijakan publik dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Hidayat, mengatakan, sampah rumah tangga bisa ditekan dan dikontrol apabila para masyarakat dapat lebih bijak dalam memilih dan memilah sampah mana yang merupakan organik maupun non organik. Pemerintah melalui camat atau kepala lingkungan dituntut aktif dalam memberikan penyuluhan serta sosialisasi soal kebersihan lingkungan, karena selain mewujudkan Kota Medan Bebas Sampah juga turut serta mencegah datangnya banjir. "Bila perlu diadakan perlombaan kebersihan tingkat kecamatan, jadi pemenang mendapatkan sejumlah uang yang juga dimanfaatkan untuk meningkatkan kebersihan dan menambah fasilitas kebrsihan di lingkungan tersebut," ujarnya hari ini. Sebelumnya, demi mendukung program ini, walikota berencana untuk memberlakukan sanki tindak pidana ringan bagi pihak atau perorangan yang tidak mendukung program Medan Bebas sampah tersebut. Menanggapi hal ini, Hidayat mempertanyakan sanksi tindak pidana ringan yang seperti apa yang akan diberikan kepada para pelanggar aturan tersebut, dirinya menuntut kejalasan sanksi ini. Sebagai informasi, walikota juga mengingatkan seluruh pihak termasuk kepling di setiap kecamatan harus bertanggung jawab penuh menjaga kebersihan lingkungannya, termasuk sampah. Untuk masalah ini, walikota mengaku akan segera melakukan evaluasi pada kinerja kepling. Rahudman juga menyatakan tidak membuang sampah sembarangan juga dimulai dari kepling agar menjadi contoh bagi masyarakat. Selain itu, bagaimana mewadahi sampah di lingkungan dan jangan sampai berani-berani membuang sampah ke sungai. "Kesejahteraan akan saya tingkatkan jadi kepada seluruh kepling harus siap membersihkan seluruh lingkungannya," ucap Rahudman. Editor: ANGGRAINI LUBIS

Bandung Perlu 20 Alat Pencacah Sampah Iman Herdiana Kamis, 12 Januari 2012

BANDUNG - Mahasiswa Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat mesin pencacah sampah organik. Hasil cacahan mesin ini bisa membuat sampah organik menjadi pupuk kompos. Fanit Akmal, salah seorang anggota tim pembuat mesin pencacah, menyebutkan mesin pencacah sampah selesai dibuat pada Oktober 2011 dan memakan waktu pembuatan sekira lima bulan oleh 15 sampai 20 mahasiswa teknik mesin ITB. Mesin tersebut telah diuji coba untuk mengatasi sampah organik di Pasar Suci Bandung sejak November 2011. "Cara kerja mesin adalah mencacah sampah organik untuk mengjadikan kompos," kata Fanit, dalam jumpa pers Mechanical's Charity Act (Mecha) 2012 di Kampus ITB, Bandung, Kamis (12/1/2012). Biaya pembuatan mesin pencacah sampah mencapai sekira Rp15 juta. Mesin pencacah sampah tersebut berukuran tinggi 1,5 meter dengan lebar 1,5x1 meter. Motor penggeraknya menggunakan tenaga diesel. Kapasitasnya bisa mencacah sampah hingga satu ton selama 24 jam. Fanit menambahkan, pencacah sampah tersebut baru berupa prototipe. Rencananya, mesin tersebut akan diperbanyak untuk mengatasi sampah organik di Kota Bandung. "Untuk mengatasi sampah di Kota Bandung, kira-kira diperlukan 20 mesin lagi," ujarnya. Rencananya, dalam puncak acara Mecha 2012 pada 29 Januari mendatang, mesin tersebut akan disumbangkan kepada Dinas Kebersihan Kota Bandung. Fanit, yang dalam Mecha 2012 menjadi wakil ketua penyelenggara acara itu menjelaskan, salah satu permasalahan di Kota Bandung adalah sampah. Bandung memiliki banyak TPS namun tidak memiliki TPA. "Maka kami membuat mesin pencacah sampah ini pertama-tama untuk mengatasi sampah organik dulu. Ke depan, kami juga tengah membuat grand design untuk mengatasi masalah sampah non organik," ungkap mahasiswa angkatan 2008 itu.(rfa)

Mobil Irit BBM ITB Akan Diproduksi Massal Iman Herdiana Senin, 09 Januari 2012

BANDUNG - Tingginya animo publik terhadap mobil Esemka buatan pelajar SMK asal Solo, Jawa Tengah, membuat tim Cikal Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menggeluti mobil irit bahan bakar minyak (BBM) tertarik untuk memproduksi massal mobil mereka. Cikal Nusantara merupakan mobil yang dikembangkan pada 2010 untuk mengikuti kompetisi mobil irit Shell Eco-Marathon (SEM) Asia. Mobil Cikal menggunakan mesin motor 110 cc dengan bahan bakar bensin. "Kalau ada kesempatan, kami mau juga mengembangkan mobil ini seperti Esemka," kata Manager Tim Cikal ITB Piter Lukita Ferdian, kepada okezone, Senin (9/1/2012). Saat ini, tim Cikal ITB memang tengah menyelesaikan tiga mobil irit BBM untuk dilombakan kembali di SEM Asia 2012 di Sepang, Malaysia. "Untuk produksi massal, kami memang lagi nunggu sponsor. Tinggal menunggu orang yang mau berinvestasi," ujarnya. Mahasiswa Teknik Mesin angkatan 2008 itu mengimbuhkan, jika mobil Cikal ITB dikembangkan secara massal tentu akan ada perubahan. Saat ini, konsep yang dikembangkan adalah untuk balap irit menggunakan BBM. "Kami bisa memakai urban konsep, jadi kendaraan untuk dalam kota yang bisa dipakai dua orang," jelasnya. Sambil menunggu sponsor, Tim Cikal ITB juga rajin mengikuti loma sambil mematangkan konsep jika nantinya diproduksi massal. Riset dan produksi mobil Cikal ITB menghabiskan dana Rp200 juta. Jika diproduksi massal, kata Piter, biaya tersebut bisa lebih hemat dan murah. "Kami bisa 80 persen lebih murah dari Esemka," sebutnya.(rfa)

Persoalan Sampah, Pelik dan Rumit Diterbitkan : 5 Januari 2012 - 8:00pm | Oleh Radio Netherland

Revolusi kecil Harjito pada tahun 2011 adalah membuat lubang resapan biopori. Dalam hal itu dia bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta dan Pertamina yang menyediakan bantuan berupa 10 buat alat bor biopori. Persoalan sampah memang pelik dan rumit, terutama sampah plastik terdapat kecenderungan kawasan pedesaan menjadi tempat pembuangan sampah plastik dari produksi barang yang dihasilkan di perkotaan. Pada zaman dulu berbagai produk penjualan di pedesaan seperti tempe dikemas dengan daun pisang yang mudah didaur ulang (diurai alami), tetapi kini plastik menembus ke semua sektor dan medan. Tanggung jawab sosial Persoalan sampah plastik, saya harapkan pihak produsen dan perusahaan besar (CSR) mau terlibat menangani sampah plastik misalnya menyediakan mesin pengolah sampah plastik. Selama ini pihak produsen terkesan menjual produk tetapi tidak ada tanggung jawab sosial mengelola sampah plastik dari hasil produknya tersebut. Revolusi kecilku di tahun 2011 adalah membuat lubang resapan biopori, bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta dan Pertamina. Biopori di kampung dan kecamatanku merupakan hal baru dan belum pernah ada. Lubang resapan biopori dibuat dengan mengebor kira-kira sedalam satu meter dengan diameter lubang sekitar 30 sentimeter. Sampah organik Kemudian pada lubang tersebut diberi sampah organik (daun, sisa makanan sayur nasi, dan sebagainya). Sampah organik akan diurai oleh mikroorganisme yang membuat pori-pori di bawah tanah tentunya akan memperbanyak volume resapan air. Dengan kata lain membuat biopori adalah membangun hiruk pikuk di bawah tanah berjejaring atau partnership dengan mikroorganisme. Pada masa "kakek moyang" kami di kampung dahulu kala dibuat "jugangan", lubang besar di tanah untuk membuang sampah. Perbedaan "jugangan" dengan biopori: 1. Biopori tidak memakan tempat dan lahan 2. Biopori mengaktifkan mikroorganisme yang akan menyuburkan tanah 3. Sampah di lubang besar (jugangan) rata-rata dibakar sehingga mematikan mikroorganisme 4. Biopori secara efektif menghasilkan output kompos dan air tanah yang bermanfaat 5. Biopori meminimalkan erosi tanah oleh air hujan Berkah Idealnya air hujan bisa menjadi rahmat dan berkah dengan cara diresapkan ke bawah permukaan tanah dan tidak meluber hingga menimbulkan banjir. Memang, banjir tidak akan bisa disulap dengan satu dua biopori tetapi perjalanan seribu mil dimulai dari satu langkah mengutip ucapan Lao Tze. Satu langkah kecilku adalah membuat lubang resapan biopori semoga menjadi mata rantai menyembuhkan kembali tanah, tentunya dengan bantuan makhluk kecil mikro organisme. Biopori merupakan media mengurai sampah organik, satu langkah kecil dibandingkan perubahan secara spektakuler dan pertama kali di Indonesia dilakukan oleh mendiang Sondang Hutagalung dengan cara membakar diri atau "mengurai tubuh" secara dramatis dan berbeda dengan fenomena bunuh diri bareng yang dilakukan kaum radikal. Semoga semangat perubahan yang ditiupkan dari pengorbanan Sondang akan terwujud pada tahun-tahun mendatang. Amin.

‘Ada emas dan mutiara di dalam sampah’ Kamis, 22/12/2011 | Oleh Harian Jogja

SLEMAN—Masyarakat diminta terlibat aktif dalam mengelola sampah yang semakin hari terus bertambah. Kurangnya kesadaran masyarakat ini masih ditemukan di beberapa wilayah di Sleman seperti membuang sampah di alur Kali. Dalam diskusi publik Sosialisasi UU Nomor. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah dalam rangka Perlindungan dan Pengolahhan Lingkungan Hidup ditemukan adanya kendala dari masyarakat. Antara lain kuranganya sosialisasi dan kecenderungan mencampur sampah organik dan organik. Direktur STTL YLH Yogyakarta, Chafidz Fandeli mengatakan, sampah ini seperti halnya emas dan berlian jika dikelola dengan serius. Mulai pemisahan sampah kertas, plastik dan organik, proses daur ulang menjadi lapangan kerja baru di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan. “Telah banyak dilakukan upaya mengatasi sampah seperti bank sampah. Di dalam sampah ada mutiara, emas, yang marilah coba kita ambil harta karun dari sampah,” katanya dalam diskusi yang berlangsung di Rumah Dinas Bupati Sleman, Kamis (22/12) . Anggota DPD RI, Afnan Hadikusumo menambahkan, peran serta masyarakat belum optimal sehingga butuh sosialisasi dan pendampingan. UU ini mengamanatkan perlu peran serta masyarakat pengelolaan sampah untuk penyortiran,” katanya. (Harian Jogja/Akhirul Anwar)

DKI Tolak Warga Bekasi Buang Sampah di TPA Bantargebang Senin, 2 Januari 2012 - 16:35 WIB

BEKASI (Pos Kota) – Pemda DKI tolak sampah warga Kota Bekasi dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang. Padahal lokasi TPA tersebut bersebelahan dengan TPA Sumur Batu milik Pemkot Bekasi. Permintaan pembuangan ke TPA Bantar Gebang oleh Pemkot Bekasi kepada Gubernur DKI sudah dilakukan secara tertulis sejak 20 Desember 2011, namun tidak mendapat respon dan jawaban. Dinas Kebersihan Kota Bekasi terpaksa menggunakan kembali TPA Sumur Batu yang sebenarnya sudah penuh. Produksi sampah warga Kota Bekasi sekitar 5.300 meter kubik per hari, namun hanya 1.300 meter kubik sampah yang mampu diangkut ke TPA setiap harinya. Sementara sampah yang bakal dibuang dari Kota Bekasi diprediksi mencapai 150 ribu ton selama 2012 nanti. Kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi Junaedi mengatakan pihaknya belum juga mendapat jawaban soal izin pembuangan ke TPA Bantar Gebang. “Padahal kami sudah tidak ada lahan lagi, kalaupun dikenakan pembayaran retribusi seperti halnya sampah dari Jakarta, kami bersedia membayar,” katanya. Nilai kompensasi rata-rata Rp 105.437 per ton sampah, sehingga total kompensasi yang harus dibayar dalam setahun dengan kapasitas 150 ribu ton sekitar Rp 19 miliar. “Dananya kami ajukan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun depan,” katanya. Namun jawaban dari Pemda DKI tidak kunjung datang, sementara sampah tidak bisa menunda. “Kami maksimalkan lagi zona-zona yang ada di TPA Sumur Batu, termasuk zona 1 dan 2 yang sudah ditutup. Mudah-mudahan masih bisa menampung sampah warga Kota Bekasi,” jelasnya. Namun Junaedi tidak bisa menjamin sampai kapan kondisi tersebut bisa bertahan. Menurut Juneadi, Kota Bekasi tak memiliki alternatif pembuangan sampah lain selain ke TPST Bantargebang milik DKI. “Pada Desember kemarin, lahan yang dimanfaatkan membuang sampah ada sisa di zona 4, itupun sudah kelebihan kapasitas menampung sekitar 144.495 ton sampah. Tapi sekarang pun terpaksa kami aktifkan lagi,” jelasnya. Padahal, masa aktif zona 4 sudah tak bisa diperpanjang sampai tahun depan karena ketinggian sampah mencapai 15 meter. Pemkot Bekasi berencana menambah luas lahan TPA Sumur Batu 5 hektar lagi. Tetapi baru 2,3 hektar lahan warga yang bisa dibebaskan pada 2012. Pemerintah Daerah harus membangun infrastuktur pengolahan sampah di lahan baru itu, seperti instalasi air lindi atau air sampah dan pengolahan kompos atau pupuk organik. Pembangunan infrastuktur diperkirakan selesai dalam setahun, dananya berasal dari bantuan Kementerian Pekerjaan Umum yang diberikan kepada Pemerintah Kota Bekasi dalam bentuk fisik bangunan. “Selama pembangunan infrastuktur itulah kami berharap bisa membuang sampah warga ke lahan milik DKI,” kata Junaedi. (Dieni/dms)

Bekasi Akan Jadi Kota Sampah Kamis, 22 Desember 2011 - 8:25 WIB

BEKASI (Pos Kota) – Warga Kota Bekasi, Jawa Barat siap-siap daerahnya menjadi lautan sampah selama setahun ke depan. Ini bakal terjadi apabila Pemda DKI tidak mengizinkan Pemkot Bekasi membuang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang. Pasalnya, lahan TPA Sumur Batu milik Pemkot Bekasi akhir tahun ini sudah tidak bisa menampung sampah lagi. Sampah yang bakal dibuang tahun 2012 diprediksi mencapai 150 ribu ton. Pemkot Bekasi secara resmi sudah mengajukan permohonan kepada Pemda DKI agar diizinkan membuang sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang selama 2012. “Surat permohonan sudah kami sampaikan pada 20 Desember ke Gubernur DKI Fauzi Bowo,” kata Kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi Junaedi, Rabu (21/12). Menurutnya, Kota Bekasi tak memiliki alternatif pembuangan selain ke TPST Bantargebang milik DKI. “TPA Sumur Batu hanya bisa digunakan sampai akhir Desember ini. Lahan yang dimanfaatkan membuang sampah sisa zona 4, itupun sudah kelebihan kapasitas menampung sekitar 144.495 ton sampah,” jelasnya. Menurut Junaedi, masa aktif zona 4 sudah tak bisa diperpanjang karena ketinggian sampah mencapai 15 meter. Pemkot Bekasi berencana menambah luas lahan TPA Sumur Batu 5 hektar lagi. Tapi, baru 2,3 hektar lahan warga yang bisa dibebaskan pada 2012. Pemerintah Daerah harus membangun infrastuktur pengolahan sampah di lahan baru itu, seperti instalasi air lindi atau air sampah dan pengolahan kompos atau pupuk organik. Pembangunan infrastuktur diperkirakan selesai dalam setahun, dananya berasal dari bantuan Kementerian Pekerjaan Umum yang diberikan kepada Pemerintah Kota Bekasi dalam bentuk fisik bangunan. “Selama pembangunan infrastuktur itulah kami membuang sampah warga ke lahan milik DKI,” kata Junaedi. TUNGGU RESPON Meski saat ini Pemerintah Kota Bekasi masih menunggu respon Gubernur Fauzi Bowo, namun Junaedi yakin Pemerintah Kota Bekasi diizinkan membuang sampah ke TPST Bantargebang karena lokasinya masih di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat. Hanya yang perlu diatur, kata Junaedi, perjanjian kerjasama antara pemerintah daerah kedua wilayah dan PT Godang Tua Jaya, selaku perusahaan pengelola TPST Bantargebang. Nantinya, kata Junaedi, Kota Bekasi memiliki kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan seperti membayar retribusi atau uang pengolahan sampah yang setara dengan nilai kompensasi sampah yang dibayar oleh DKI selama ini. Nilai kompensasi rata-rata Rp105.437/ton sampah, sehingga total kompensasi yang harus dibayar dalam setahun dengan kapasitas 150 ribu ton sekitar Rp19 miliar. “Dananya kami ajukan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun depan,” katanya. Produksi sampah warga Kota Bekasi sekitar 5.300 meter kubik per hari, namun hanya 1.300 meter kubik sampah yang mampu diangkut ke TPA setiap harinya. (Dieni/b)

Terhambat, Proyek Pengolahan Sampah di Bojong Jumat, 14 Mei 2010 - 16:31 WIB

BOGOR (Pos Kota) – Proyek pembagunan Tempat Pembuangan dan Pengolahan Akhir Sampah (TPPAS) Nambo, di Kecamatan Klapanunggal diprediksikan bakal menemui hambatan. Meski tak sekeras seperti Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terpadu (TPST) Bojong yang akhirnya gagal dibangun, tapi permasalahan di Desa Nambo jangan diangap enteng. “Jujur saja, masih banyak warga yang menolak desanya dijadikan tempat pembuangan sampah, jika dibiarkan dikhawatirkan pihak-pihak tertentu akan memanfaatkan situasi ini seperti dirusaknya TSPS Bojong pada 2003 silam,” ungkap Camat Klapanunggal Agus Suherman, Jumat. Untuk itulah, dia bersama Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor akan kembali menggelar sosialisasi melibatkan tokoh masyarakat dari beberapa desa selain Nambo, di antaranya Desa Lulut, Bantar Jati dan Gunung Puteri. “Proyek ini apapun caranya harus sukses, karena ini salah satu solusi untuk mengatasi masalah sampah,” katanya. Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bogor Sumarli meminta dana sosialisasi Rp 500 juta yang dianggarkan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PU dapat dimanfaatkan secara maksimal. “Meski pengelolaannya dananya diserahkan pihak ketiga, tapi bukan berarti DKP lepas tangan. Bagaimana DKP punya tanggungjawab mensukseskan TPPAS regional pertama di Jabar ini,” katanya. la menegaskan gagalnya sosialisasi bakal berimbas tersendatnya pembangunan, padahal TPPAS ini kebutuhannya mendesak. Apalagi sejumlah TPA, seperti Galuga di Kecamatan Cibungbulang, Sukasirna di Kecamatan Jonggol dan Cipayung di Kota Depok tahun 2010 tidak lagi dijadikan TPA, sebab over kapasistas dan diprotes warga sekitar. Sekedar untuk diketahui, luas TPPAS Nambo 100 Ha dan sebagian danaya disumbang ABPD Provinsi Jabar dan APBN. Pemkab Bogor menyiapkan anggaran Rp 13 miliar buat pembebasan lahan yang dijadikan jalan sepanjang 5,6 Km. Diproyeksikan beroperasi awal 2012 dengan daya tampung 350 ton sampah per hari yang berasal dari Kota Depok, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. (iwan/dms)

Saatnya Sampah Warga Bekasi Dikelola Swasta Senin, 9 Januari 2012 - 18:15 WIB

BEKASI (Pos Kota) – Sudah saatnya sampah warga Kota Bekasi dikelola oleh swasta. Pasalnya, Pemkot Bekasi melalui Dinas Kebersihannya belum mampu mengatasi sampah di Kota Bekasi. Koordinator Koalisi Persampahan Nasional Bagong Suyoto mendesak pemerintah Kota Bekasi menyerahkan pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu kepada swasta. “Pemkot Bekasi harus menyerahkan kepada perusahaan yang bergerak di bidang sampah,” kata Bagong. TPA Sumur Batu, Bagong menambahkan, sebaiknya diperlukan seperti Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, di mana Pemerintah DKI Jakarta menyerahkan sistim pengelolaan teknisnya kepada perusahaan swasta. Hasilnya jelas berbeda, TPST Bantargebang lebih tertata sekalipun masih terjadi pencemaran air lindi atau air sampah akibat instalasi pengelolaan air sampah yang belum sepenuhnya bagus. Sementara di TPA Sumur Batu, empat zona sampah yang ada tak lagi mampu menampung sampah warga Kota Bekasi. Akibatnya petugas kebersihan hanya bisa membuang sampah di jalanan di kawasan TPA Sumur Batu. Padahal, menurut Bagong, jika TPA Sumur Batu dikelola baik dengan sistim penataan modern, lahan seluas 10 hektar itu tak pernah kelebihan daya tampung. “Jika ditangani swasta dan ada masalah seperti saat ini pemerintah bisa menunjuk siapa yang seharusnya bisa dimintai pertanggung jawaban,” katanya. Seperti diberitakan, TPA Sumur Batu sedang dalam kondisi darurat sampah. Satu-satunya area sampah yang dibuka, yaitu, zona empat sudah tak lagi mampu menampung sampah warga Kota Bekasi. Volume sampah di kawasan itu sudah mencapai 150 ribu ton. Sementara produksi sampah warga tinggi, rata-rata 5.300 meter kubik per hari, tetapi yang terangkut ke TPA Sumur Batu hanya 1.300 meter kubik per hari karena minim armada angkut. Menurut Bagong, pengelolaan sampah oleh pemerintah langsung melalui Dinas Kebersihan sangat buruk. Beberapa program mengolah ulang sampah gagal, seperti mengolah sampah menjadi kompos atau pupuk organik. Mesin pengolah sampah menjadi pupuk yang ada di belakang zona empat sejak setahun lalu hanya menjadi besi tua, padahal setiap tahun pemerintah menyiapkan anggaran operasionalnya. “Kalau mesin pembuang pupuk bantuan dari Kementerian PU itu beroperasi lumayan bisa mengurangi sampah pasar sekitar delapan truk setiap harinya,” kata Bagong. Kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi Junaedi belum memberikan jawaban mengenai usulan menyerahkan pengelolaan TPA Sumur Batu ke swasta. Sebelumnya, Junaedi menyatakan telah mengambil langkah konkret dalam mengatasi darurat sampah Kota Bekasi. Seperti membuka kembali zona satu, area sampah yang telah lama ditutup, diaktifkan kembali untuk pembuangan sampah. Menata tumpukan sampah zona empat sehingga bisa ditempati membuang hingga delapan bulan ke depan. “Langkah itu dilakukan sembari menunggu pembangunan lahan baru seluas 2,3 hektar selesai,” katanya.(dieni/dms) Bookmark and Share