Entri Populer

Minggu, 22 Desember 2013

USULAN SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH BARU DI KOTA MAKASSAR Oleh : Ir. Victor Simatupang



1. PENDAHULUAN

Pengolahan sampah di Makassar saat ini masih memakai sistem/pola lama, dimana sampah dari sumber sampah seperti perumahan, pasar, pusat perdagangan, perkantoran, dll masih diangkut ke TPS atau trans depo lalu secara berkala dibuang ke TPA-Antang. Jumlah timbulan sampah kota Makassar setiap harinya sebanyak 80.000 m3/hari atau setara dengan berat 450-500 Ton per hari, oleh kurang lebih 140 armada truk yang ikut kontribusi menambah kemacetan kota Makassar dengan rata-rata ritasi 3-4 rit per harinya, dengan kontribusi kemacetan sebanyak 2.500 rit/hari.

Kenapa disebut sistem lama, karena pola-pola ini adalah pola konvensional, dimana akhir dari semua sampah kota seluruhnya diangkut ke pembuangan akhir untuk di tebar urug (controlled landfill).
Mengacu pada UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan mengisyaratkan adanya perubahan pola pengelolaan sampah, yang tadinya TPA adalah pusat pengolahan sampah kota dirubah menjadi TPA hanya bagian/ porsi kecil yang untuk pengolahannya. Sementara sumber-sumber sampah diwajibkan meiliki pengolahan secara terintegrasi dengan TPS atau transfer depo; adapun sampah yang tidak dapat di daur ulang sesuai dengan konsep 3R (re-used, re-cycled, re-fused) dan memiliki nilai ekonomis yang rendah adalah yang di olah di TPA.

Sebagai perbandingan gambaran perubahan pola pengelolaan sampah dapat dilihat pada gambar piramida berikut ini.


 

POLA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN LAMA (PIRAMIDA TEGAK)






POLA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN BARU (PIRAMIDA TERBALIK)

Dari kedua gambar diatas jelas terlihat adanya perubahan secara nyata bahwa yang diharapkan oleh UU No. 18 tahun 2008  adalah lakukan pengelolaan di hulu (sumber sampah, TPS dan Trans Depo).
Selama 3 tahun kebelakang memang ada upaya Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar melakukan terobosan dengan bekerja sama dengan swasta dan masyarakat untuk mengolah sampah, dengan konversi sampah organik menjadi bio gas. 

Investor swasta yang berminat mengelola sampah terbilang masih minim. Saat ini hanya ada satu investor yang merealisasi kerjasamanya dengan memanfaatkan sampah di TPA Tamangapa, Antang yakni PT Gikoko. Hanya saja, perusahaan asal Jepang tersebut tidak mengelola sampah, melainkan hanya memanfaatkan gas metan untuk pembangkit listrik dengan kapasitas 120 kva. Parahnya,gas metan dari sampah hanya digunakan menunjang penelitian terhadap emisi gas rumah kaca (GRK). Hasil penelitian tersebut yang kemudian dijual kepada negara-negara maju,seperti Belanda, untuk mendapatkan dana hibah dari donor pemberi bantuan proyek CDM (Carbon Deduction Management).  Posisi PT Gikoko saat ini dinilai tidak memberikan efek positif terhadap upaya pengelolaan sampah dalam bentuk daur ulang, karena hanya memanfaatkan jenis sampah organic untuk dikonversi menjadi gas dan menggerakkan energy listrik 120 KVA.

Tahun 2012 lalu, Vanitelli Nexus Environmental Solution Ltd, perusahaan yang berpusat di Singapura, akan berinvestasi senilai US$ 450 juta untuk pembangunan pabrik pengolahan sampah di Makassar.
Sebelum pabrik dibangun, Vanitelli lebih dulu melakukan penandatangan MoU dengan Pemkot Makassar.
Penandatanganan MoU ini dilakukan Wali Kota Ilham Arif Sirajuddin dengan Presiden Direktur Venitelli Enviromental Ivan Pereira de Araujo, namun realisasinya sampai saat ini tidak kelihatan.
Menilik pada jumlah sampah yang dimiliki oleh kota Tangerang saat ini yaitu sebanyak 80.000 m3/hari  atau setara dengan 500 Ton per hari, dimana jumlah yang diangkut baru mencapai 75 % dari timbulan sampah yang ada.

Artinya dengan 75% yang terangkut ke TPA -Antang setara dengan 60.000 m3/hari yang terangkut ke TPA, sisanya sebanyak 20.000 m3/hari dikelola oleh masyarakat dengan cara menimbun, membakar atau mengolahnya menjadi pupuk organik. Bila daya angkut truk rata-rata adalah 8 m3/truk dan ritasi dari truk adalah 3 rit, maka jumlah rit per hari adalah sebanyak 60.000/(8 x3) = 2.500 rit per hari.
Keterbatasan jumlah armada dan kondisi armada yang terus menurun dengan pengaruh umur pakai mengakibatkan terjadinya penumpukan jumlah sampah yang tidak terangkut secara fluktuasi akan bertambah.

Ada potensi dari sampah yang ada bila mengacu pada komposisi dari sampah campuran yang ada di kota Makassar, dimana sebanyak 80-85% merupakan sampah organik yang dapat dikonversi menjadi kompos. Dan sebanyak 5-10% ada potensi untuk daur ulang, seperti sisa kayu, besi, plastic, kaca, sehingga perlu ditemukan upaya yang terbaik untuk mengurangi jumlah sampah yang dibawa ke TPA dan sekaligus mengurangi kontribusi kemacetan di jalan raya.
Terlepas dari hal ini semua, sebenarnya bila kembali ke pola yang diminta oleh UU No. 18 di atas, pengelolaan sampah dengan mengikut sertakan masyarakat di garis terdepan akan lebih memberikan banyak manfaat bagi Pemerintah Kota,  juga bagi warga/swasta dan aparat pemda di tingkat RT, RW dan kelurahan. Hal ini akan meningkatkan rasa kebersamaan dan tanggung jawab bersama untuk mengatasi problem sampah dilingkungannya masing-masing.

2. PENGELOLAAN SAMPAH DI KECAMATAN /KELURAHAN
Sesuai dengan amanat dari UU no. 18 tahun 2008, pengelolaan sebaiknya dilakukan di sumbernya, yaitu di tingkat RT/RW atau Kelurahan/Kecamatan atau bisa dimulai di sekitar lingkungan pasar . Pertanyaannya adalah, bagaimana sitem atau teknologi yang diterapkan, butuh luas berapa dan tenaga kerja berapa banyak?
Teknologi yang akan diterapkan sangat simple didasarkan pada alam, yaitu menggunakan bakteri yang ada di alam serta bantuan tenaga mesin mekanis sebagai alat bantunya.  Sistem ini dapat dirakit di fabricator local dan mesin-mesin penggerak dapat ditemui di pasaran local. Lahan yang dibutuhkan adalah 200-300 m2 dalam satu bangunan dan tenaga kerja tidak banyak cukup 5-7 orang.

Adapun sistem pengolahan sampah yang akan diusulakan adalah sebagai berikut:


GBR:   USULAN SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH CAMPURAN DI PASAR, KECAMATAN/KELURAHAN

Untuk limbah plastik, akan diolah dengan mesin pengolah khusus yang hasil akhirnya adalah plastik curah dan plastik granulator. Adapun skema proses adalah sebagai berikut:








GBR:   USULAN SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK DI PASAR, KECAMATAN/KELURAHAN



 


3. PERBANDINGAN SISTEM BARU VERSUS LAMA DAN BIAYA PENGELUARAN
Untuk mengetahui perbandingan sistem yang ada saat ini dan pengelolaan sampah di hulu dapat digambarkan pada tabel berikut ini.



NO
ITEM PEMBANDING
SISTEM SAAT INI

SISTEM BARU
1
Pengolahan di Sumber
Relatif hanya pengumpulan
Pengolahan di sumber 85-90%
2
Alat transportasi
Hampir  2.500 rit per hari
Hanya 15-20% = 375 -500 rit
3
Ketersediaan lahan TPS/Trans depo
Perlu untuk tempat pengumpulan sementara
Perlu tambahan lahan untuk pengolahan dan gudang produk
4
Kontribusi kemacetan
Relatif  tinggi
Berkurang drastis
5
Biaya Pengolahan sampah
a. Biaya investasi, ngak ada


Biaya Operasional:
b. Biaya transportasi 2.500 rit


a.       Biaya investasi Rp 3,5 M /Kecamatan/Pasar.
b.       
Biaya Operasional:
b. Biaya transportasi 375-500 rit




4. BIAYA INVESTASI SISTEM BARU
Biaya yang dibutuhkan untuk melengkapi sistem ini antara lain adalah sebagai berikut :
a. Biaya bangunan 300 m2                                                                          = Rp.      500.000.000,-
b. Biaya fabrikasi, pengadaan  dan pemasangan mesin2                                = Rp.  3.000.000.000,-
TOTAL BIAYA 1 UNIT                                                                             = Rp. 3.500.000.000,-
Pengadaan untuk 30 unit (14 Kecamatan + 16 Pasar)= 30 x 3,5 M              = Rp. 105,5 M                    
               
5. REKOMENDASI
Untuk mengetahui secara factual kondisi pengelolaan persampahan di seluruh wilayah kota Makassar , perlu dilakukan satu kajian ulang yang meliputi antara lain:
a. Sistem cakupan pelayanan di seluruh wilayah Kota Makassar;
b. Mengetahui secara detil kendala-kendala penyapuan jalan, pengumpulan dan moda angkutan dari setiap wilayah yang ada;
c. Memetakan sistem pengolahan sampah di 14 Kecamatan dan kelurahannya;
d. Memetakan sistem pengelolaan di TPS di setiap kelurahan;
e. Memetakan sistem pengangkutan sampah dari lokasi pasar (16 pasar) yang ada.
f. Memetakan kemungkinan TPS/Trans depo  atau lahan lainnya di setiap kelurahan/kecamatan di untuk digunakan sebagai tempat pengolahan sampah dengan menggunakan mesin komposter.
g. Membangun 2 unit percontohan pengolahan sampah dengan system baru (de sentralisasi), 1 unit di pasar  induk dan 1 unit di wilayah pemukiman terpadu.
h. Melanjutkan pembangunan unit pengolahan di pasar-pasar dan lokasi pemukiman dengan pembagian melayani 1 atau 2 kecamatan.