Entri Populer

Minggu, 01 Februari 2015

KKP standarisasi produksi pakan ikan mandiri Rabu, 31 Desember 2014

Editor: Uji Agung Santosa
Sumber: Antara


JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan bakal melakukan standardisasi proses produksi pakan ikan mandiri mulai dari mesin sampai formulasi agar pakan yang dihasilkan benar-benar berkualitas dan diproduksi secara berkesinambungan.

"Ke depan akan kita juga terapkan di sentra-sentra perikanan khususunya budidaya air tawar," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut Slamet, pihaknya juga akan memfasilitasikan beragam kelompok pakan mandiri di berbagai daerah dalam menunjang kemandirian pakan ikan seperti mensinergikan dengan pemangku kepentingan.

Sejumlah pemangku kepentingan, ujar dia, adalah seperti perguruan tinggi dan unit pelaksana teknis untuk membantu kelompok pakan mandiri dalam mewujudkan gerakan kemandirian pakan ikan.
Ia juga mengklaim akan memfasilitasi pada saat mereka membutuhkan permodalan. "Kita akan gandeng dengan pihak perbankan," pungkas Slamet.

Sebelumnya, KKP memetakan jalan untuk menuju kemandirian pakan ikan nasional yang saat ini dinilai semakin memberatkan pembudidaya karena masih bergantung kepada pakan impor.
"Sesuai arahan Menteri Kelautan dan Perikanan (Susi Pudjiastuti), saat ini adalah waktunya kita melaksanakan gerakan kemandirian pakan ikan," kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto, Jumat (19/12).

Apalagi, menurut Slamet, pakan dinilai merupakan komponen biaya terbesar dalam usaha budidaya ikan yang dapat mencapai sekitar 70--80 persen dari total biaya produksi.
Ia juga mengingatkan bahwa pesatnya perkembangan usaha budidaya ikan saat ini telah mendorong meningkatnya kebutuhan pembudidaya ikan terhadap pakan.
Untuk menghilangkan ketergantungan kepada pakan impor, ujar dia, KKP mulai memproduksi pakan dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari bahan lokal.
Selain itu, ujar Slamet, KKP juga menggunakan subtitusi bahan baku pakan yang dapat di produksi secara massal oleh masyarakat lokal.

"Sebagai contoh adalah penggunaan Azolla sp, salah satu tanaman air yang mudah tumbuh dan dibudidayakan. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa Azolla memiliki kandungan protein 21--23 persen, sehingga memiliki peluang untuk digunakan sebagai subtitusi pakan ikan," katanya.
Slamet juga menuturkan bahwa dengan menggunakan Azolla, biaya produksi yang berasal dari pakan yang semula mengambil porsi hampir 70 persen berhasil ditekan menjadi hanya 30 persen.

Pabrik pakan ikan Jambi mampu produksi 5 ton/hari Minggu, 01 Februari 2015

Editor: Yudho Winarto
Sumber: Antara

 JAMBI. Pabrik pakan ikan baru milik Provinsi Jambi di desa Tangkit Baru, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muarojambi, Jambi, diyakini mampu memproduksi pakan ikan sebanyak lima ton/hari.
"Dalam satu jam, mesin pengelola bisa menghasilkan 500 kg pakan ikan, jika dalam satu hari mesin itu bekerja selama 10 jam, artinya hasil produksi pabrik bisa mencapai lima ton/hari," kata Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus, Sabtu (31/1).

Ia menargetkan bahwa hasil produksi dari pabrik pakan ikan baru ini bisa memenuhi kebutuhan dua sentra pembudidaya ikan, pasalnya petani selalu bermasalah dengan tingginya harga pakan.
"Nanti minimal target kita bisa memenuhi kebutuhan pakan untuk petani ikan di Desa Tangkit dan Kecamatan Kumpeh Ulu, kita targetkan untuk dua daerah itu dulu," ungkapnya.
Lantas bagimana ketersediaan bahan baku untuk keperluan produksi itu, Gubernur mengatakan itu bisa terpenuhi, sebab rata-rata bahan baku yang diperlukan untuk produksi pakan ikan sudah tersedia di Provinsi Jambi.

"Bahan bakunya pertama bungkil kelapa, itu banyak di Kabupaten Tanjab Barat dan Tanjab Timur. Yang kedua dedak, itu tersedia di Tungkal Ulu. Kemudian ikan asin, tentu banyak. Ada lagi tapioka, untuk bahan baku ini dipesan langsung dari Provinsi Lampung, kalau kita hitung-hitung cukup dan terpenuhi. Selain itu ada lagi kedelai dan jagung, yang jelas semua tersedia dan diperhitungkan bahan baku tidak putus," katanya.

Dengan mulai produksinya pabrik pakan ikan ini, petani pembudidaya ikan diharapkan tidak lagi terbebani dengan tingginya harga pakan, pasalnya hasil produksi pabrik pakan ikan Tangkit dijual dengan harga yang lumayan murah.
"Berdasarkan hitung-hitungan kita, hasil produksi bisa dijual seharga Rp4.700/kg, kalau harga di pasaran perkilogramnya Rp6.000-Rp7.000. Apalagi nanti kita rencanakan pengelolaannya oleh Asosiasi Pembudidaya Patin Jambi (AP2J)," katanya.
"Adanya pabrik pakan ikan baru ini untuk menjawab permasalahan yang selama ini terkait masalah harga pakan ikan, sehingga kadang-kdang nilai tukar petani kita sangat rendah, apalagi dengan kenaikan BBM kemarin, tentu terjadi penurunan, mudah-mudah sekarang bisa stabil kembali," ujarnya.

Gubernur menambahkan, Pembangunan pabrik ikan baru menghabiskan anggaran sebesar Rp2,6 miliar, jumlah itu mulai dari pembangunan gedung sampai alat-alat pengelolaan bahan baku menjadi pakan ikan, sementara lahan pembangunan pabrik merupakan hibah dari kepala desa.
"Modal seluruhnya sekitar Rp2,6 miliar, tanahnya hibah dari desa. Kalau memang nanti lancar dan bagus direncanakan tahun depan kita bangun lagi di lokasi dimana masyarakat membutuhkan," tambahnya.

Sementara itu, salah satu pembudidaya ikan lele asal Muara Kumpeh, Amat, mengaku senang dengan hadirnya pabrik pakan ikan baru itu, apalagi pakan ikan itu dijual lebih murah.
"Kalau memang harga jual sebesar itu, kita senang, mungkin kita tidak lagi mengambil pakan ikan di pasaran. Kita nanti langsung saja beli di pabriknya, yang penting stok pakan selalu ada," kata Amat.

Mengubah limbah makanan menjadi bahan pakan ikan

Kontan.co.id: by  Dina Mirayanti Hutauruk -

Pengelolaan sampah sering menjadi permasalahan, terutama di kota-kota besar. Adalah Rudi Murodi dari Depok, Jawa Barat, salah satu orang yang mampu melihat ini menjadi sebuah potensi bisnis yang menghasilkan uang. Sejak tiga tahun yang lalu, ia mengolah limbah sampah yang ada di pasar dan rumah-rumah makan untuk dijadikan pakan ikan dan kompos.

Usaha pengolahan sampah yang digeluti Rudi itu berawal saat ia membudidayakan ikan. Kala itu, ia tidak punya cukup uang untuk membeli pakan ikan. Lalu pria yang juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani Bina Tenaga Inti Rakyat Depok ini mulai bereksperimen membuat pakan ikan sendiri.
Rudi mulai mengumpulkan limbah-limbah seperti nasi, ikan, mi, roti, dan lain-lain dari rumahmakan dan pasar-pasar di Depok. Kemudian dia giling dengan mesin gilingan daging. Hasil olahan tersebut lantas dia jadikan pakan ikan.

Namun, eksperimen awal tersebut ternyata gagal. Banyak ikannya mati setelah diberikan pakan buatannya. Sebab, komposisi pakan tersebut tidak tepat. Seiring berjalannya waktu, Rudi terus mencari komposisi yang pas agar pakan ikan tersebut bisa dikonsumsi. Dia juga banyak mendapatkan pengetahuan dari pelatihan dinas-dinas terkait untuk mengolah sampah.
Rudi lantas mendapatkan pengetahuan bahwa limbah tersebut terlebih dahulu harus difermentasi selama tiga minggu untuk menghilangkan bakteri. Selanjutnya, baru dicampur dan dijemur selama seminggu. Setelah kering, limbah tersebut digiling menjadi tepung dan kemudian dicetak menjadi pelet.

Sejak akhir tahun 2012, Rudi bekerjasama dengan PT Modern Putra Indonesia yang memiliki ritel 7-Eleven untuk pengadaan bahan baku. Setiap hari, ada sekitar 1 ton limbah dari gerai-gerai 7-Eleven yang masuk ke pengolahan sampah milik Rudi. "Jadi saat ini, hanya 30% bahan baku kita dari pasar, sisanya sudah dari 7-Eleven," kata Rudi.
Limbah minuman, buah-buahan, dan sayuran bisa diproses menjadi bahan probiotik dan pupuk organik cair. Sedangkan limbah anorganik berupa plastik, kardus, dan kertas dipilah untuk dijual kembali.

Dari situ, Rudi bisa memproduksi 500 kilogram (kg) pelet setiap hari dan pupuk kompos sebanyak 3 ton per tiga bulan. Selain itu, juga menghasilkan 2.000 liter probiotik setiap bulan. Pelet ikan dia jual ke petani-petani ikan seharga  Rp 4.000–Rp 6.500 per kg. Sedangkan kompos dan probiotik masih dia gunakan sendiri. "Probiotik digunakan dalam proses fermentasi limbah pembuatan pelet," kata dia.

Dari pengolahan sampah ini, Rudi bisa meraup pendapatan hingga Rp 60 juta saban bulan.