Kisah tersebut merupakan salah satu
contoh sekelumit problematika pengolahan sampah di Indonesia. Pemerintah
harus bekerja ekstra keras untuk berjibaku dengan sesuatu yang dianggap
useless ini. Eitss, tapi anggapan sampah adalah barang useless
sepertinya akan berubah dengan gencarnya pemanfaatan sampah di
negara-negara lain menjadi sumber energi. Kata ‘sampah’ mungkin tidak
akan dipakai lagi sebagai kata cacian karena kesadaran akan berharganya
barang yang satu ini.
Salah
satu bentuk panen energi sampah adalah dengan memanfaatkan gas methane
yang dihasilkan dari tumpukan sampah tersebut menjadi fuel bagi gas engine untuk menghasilkan listrik atau biasa disebut sebagai Teknologi Landfill Gas.
Dari sisi lingkungan, emisi gas methane hasil landfill gas tersebut yang bahayanya 21 kali lebih merusak dibandingkan gas karbondioksida dalam hal global warming dapat berkurang signifikan karena dimanfaatkan sebagai fuel pembangkit listrik. Jadi selain memanfaatkan energi sampah sebagai bisnis, investor juga sudah menabung pahala dengan bertindak sebagai pendekar lingkungan yang mengurangi efek rumah kaca.
Malah di beberapa negara Eropa, gas methane yang berasal dari sampah tersebut digunakan sebagai bahan campuran (blending)
20% dari BBG untuk kendaraan-kendaraan disana. Jadi tidak usah heran
bila di masa depan di setiap TPA di Indonesia akan dibangun stasiun
pengisian bahan bakar yang berasal dari gas methane dari sampah di tempat tersebut.
Teknologi yang lebih efektif dalam
menghasilkan listrik dari sampah adalah Incenerator. Prinsipnya
sederhana, sampah-sampah tersebut dibakar lalu akan memanaskan air
sehingga menghasilkan uap yang akan menggerakkan turbin uap. Namun
karena saat ini teknologi tersebut masih menghasilkan by-product
yang cukup berbahaya berupa dioksin, tar, SOx dan NOx, penggunaannya
masih menjadi masalah tersendiri. Lihat saja rencana proyek PLTSa
Gedebage di Bandung yang sampai saat ini belum jalan. Masalah utamanya
karena isu lingkungan ini. Meski para pakar sudah menjamin bahwa by-product handlingnya akan berjalan dengan baik sehingga plant akan berjalan dengan aman, tetap saja masih mendapat penolakan dari masyarakat.
Sebenarnya ini karena syndrome NIMBY (Not In My Back Yard)
masih sangat kuat di masyarakat Indonesia sehingga sangat resistan
terhadap ide proyek energi. Bila mau membuka mata saja, di Singapura
malah sudah menggunakan byproduct incenerator tersebut untuk
mereklamasi pulau Semakau. Berikut adalah 10 TPA terbesar di Indonesia
untuk menghasilkan listrik dari sampah di daerah tersebut dengan
menggunakan teknologi Incenerator.
No. | Lokasi | Nama TPA | Potensi Sampah (ton/hari) | Potensi(MW) | ||||||||||
1 | DKI Jakarta | Bantar Gebang, Sumurbatu | 8,733 | 157.19 | ||||||||||
2 | Kota & Kab. Tegal | Sarimukti | 3,519 | 63.34 | ||||||||||
3 | Kota Surabaya | Benowo | 2,562 | 46.12 | ||||||||||
4 | Kota Medan | Namo Bintang, Terjun | 1,812 | 32.62 | ||||||||||
5 | Kota Tangerang | Rawakucing | 1,352 | 24.34 | ||||||||||
6 | Kota Semarang | Jatibarang | 1,345 | 24.21 | ||||||||||
7 | Kota Depok | Cipayung | 1,217 | 21.91 | ||||||||||
8 | Kota Palembang | Sukawinata, Karya Jaya | 1,171 | 21.08 | ||||||||||
9 | Kota Malang | Supit Urang | 761 | 13.70 | ||||||||||
10 | Kota Padang | Air Dingin | 682 | 12.28 |
*Data TPA dari EBTKE dan Potensi dihitung dengan ketentuan 1 ton sampah/hari setara untuk pembangkit 18 kw (menurut Dr. Ir. Ari Dharmawan Pasek. Ketua Tim FS PLTSa Gedebage).
Alternatif teknologi lain yang lebih ramah lingkungan dibandingkan incenerator adalah Gasifikasi. Dengan teknologi gasifikasi, Sampah yang masuk akan dibakar tanpa mengalami oksidasi sempurna sehingga dihasilkan syngas (synthetic gas) berupa CO dan H2. Syngas yang diproduksi tersebut selanjutnya dapat dibuat menjadi bahan baku biofuel ataupun listrik. Kapasitas reduksi sampah dengan teknologi gasifikasipun lebih bagus dibandingkan dengan incenerator.
Adapun bentuk improvisasi yang telah dilakukan dari teknologi gasifikasi saat ini adalah dalam bentuk plasma gasifikasi. Plasma gasifikasi adalah gasifikasi yang dilakukan terhadap sampah namun dengan suhu yang super tinggi (4000-5000 derajat celcius). Dengan teknologi ini, syngas yang dihasilkan akan lebih banyak, reduksi sampah sangat optimal dan minim dampak lingkungan.
Bila takut akan bahaya lingkungan yang ditimbulkan oleh Incenerator, plasma gasifikasi bisa menjadi teknologi alternatif yang ramah lingkungan namun berefisiensi tinggi. Dengan potensi yang besar, Indonesia selayaknya bisa menjadi salah satu pelopor realisasi teknologi plasma gasifikasi ini karena beberapa negara termasuk India-pun sudah mulai mengembangkannya tidak hanya sebagai pilot project namun sudah berskala besar.
Bila
saja tiap daerah memanfaatkan sampah yang mereka miliki untuk
menghasilkan listrik bagi kebutuhan lokal, PLN-pun akan semakin
terbantu dalam penyediaan tenaga listrik. Untuk memancing appetite para investor di bidang energi ini, awal tahun 2012 Pemerintah-pun sudah mengeluarkan Feed-in-tariff.
Feed-in-tariff ini salah satunya tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM
No.4 tahun 2012 terkait harga beli listrik dari energi biomassa, biogas
dan sampah kota.
Feed-in-tariff adalah harga beli
listrik yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap energi yang dihasilkan
dari jenis energi tertentu dengan telah mempertimbangkan kelayakan
keekonomian dari bisnis energi tersebut. Feed-in-tariff ini
sangat diperlukan oleh investor untuk menjamin keekonomian bisnis yang
mereka jalankan. Berikut adalah daftar harga listrik yang ditetapkan
dari Permen No.4 tahun 2012 :
Energi Terbarukan | Harga Beli | |
1.Biomassa & Biogas | 975/kWhxF | |
2.Sampah Kota dengan Teknologi Incenerator&Anaerob Digestion | 1,050/kWh | |
3.Sampah Kota dengan Teknologi Landfill | 850/kWh |
Ket :
F = 1, untuk wilayah Jawa, Madura, Bali dan SumateraF = 1.2, untuk wilayah Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara
F = 1.3, untuk wilayah Maluku dan Papua
Dahulu sebelum feed-in-tariff
diterbitkan, investor harus melakukan negosiasi dengan PLN dan biasanya
memakan waktu yang cukup lama. Dengan ditetapkannya feed-in-tariff
selain tidak perlu bernegosiasi dengan PLN terkait masalah harga,
investor juga diuntungkan karena dalam peraturan tersebut PLN diwajibkan
untuk membeli energi listrik yang dihasilkan. Jadi selain bahan baku
yang melimpah ruah, regulasi dari pemerintahpun sudah mendukung untuk
realisasi ‘Panen Energi Sampah ini’.