TINGGAL menghitung hari Kota Kupang segera memiliki wali kota dan wakil
wali kota baru. Euforia kemenangan paket Salam yang unggul dalam
Pilkada Kota Kupang masih terasa hingga saat ini. Di sisi lain, warga
Kota Kupang bersiap menanti realisasi janji politik paket ini. Ada
nuansa optimistis, semua janji politik dapat direalisasikan. Ada yang
harap-harap cemas karena dinilai tidak terlalu rasional dan objektif.
Bahkan ada yang skeptis karena dalam politik, janji itu bumbu yang
sering kali jadi hambar dan tidak ditepati.
Ada banyak janji yang disampaikan para kandidat. Kurang lebih janji itu
berisi membangun sesuatu; memberikan sesuatu; meringankan/menggratiskan
sesuatu. Jarang sekali publik mendengar janji para kandidat untuk
mengurus sampah di kota ini. Mungkin urusan sampah bukanlah urusan yang
seksi jika dijanjikan dan bahkan tidak menarik minat publik. Namun, satu
hal yang tak dapat dipungkiri adalah urusan sebuah kota tidak dapat
dipisahkan dari urusan sampah. Wajah kota akan menarik jika tidak ada
sampah yang berserakan. Dan, orang akan mengetahui bagaimana wajah
pemimpin kota ini dari sampah yang tak terurus.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sampah di kota ini berserakan tidak pada tempat dan waktunya. Inilah yang menyebabkan wajah etalase NTT ini mendapat cibiran dan sinis dari para tamu luar daerah. Sistem pengelolaan sampah di Kota Kupang menggunakan pola kumpul – angkut – buang.
Ada beberapa persoalan yang berkaitan dengan manajemen sampah di Kota Kupang. Pertama, pada aktivitas pengumpulan: warga tidak membuang sampah pada TPS yang disiapkan. Warga tidak membuang sampah pada waktu yang ditentukan. Sampah yang dibuang warga belum dipisahkan antara sampah organik dan anorganik. Kedua, pada tahap pengangkutan dari TPS ke TPA. Kendala finansial menyebabkan sampah diangkut sekali sehari, sehingga selalu terlihat tumpukan sampah di mana-mana karena warga tidak membuang sampah sesuai waktu yang ditentukan. Pengangkutan sampah belum menjangkau semua wilayah di Kota Kupang (khususnya di jalan-jalan lingkungan). Kondisi mobil sampah yang hampir rongsokan menyebabkan pemborosan penggunaan BBM di satu sisi dan kemacetan terjadi setiap saat.
Ketiga, ada beberapa persoalan pada tahap pembuangan di antaranya TPA Alak dioperasikan dengan menggunakan metode open dumping yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. TPA Alak hanya seluas kurang lebih 5 hektar, padahal metode open dumping memerlukan lahan lebih besar, sehingga yang terjadi di TPA adalah penumpukan sampah. Kemudian sistem daur ulang sampah menjadi pupuk kompos tidak berjalan maksimal sehingga sejak tahun 2008 sampah dibakar begitu saja.
Keempat, manajemen sampah dengan pola kumpul– angkut–buang menimbulkan banyak persoalan. Ini mengindikasikan bahwa kinerja dinas terkait belum optimal, kesadaran masyarakat masih rendah dan komitmen pemerintah untuk mengatasi persoalan ini belum sepenuhnya terwujud. Masih sekadar wacana, dan belum ada terobosan yang jitu untuk meminimalisirnya.
Mengenai sampah, kesimpulan sementara bahwa buruknya manajemen sampah di Kota Kupang disebabkan oleh perilaku masyarakat. Seberapa banyak tong sampah ditempatkan di kota ini, toh orang masih buang sampah di sembarang tempat. Berikutnya adalah keteladanan. Pemerintah seharusnya menjadi contoh bagaimana memperlakukan dan mengelola sampah. Jika kita cermati, institusi pemerintahan di Kota Kupang belum menunjukkan keteladanan dalam manajemen sampah.
Sentuhan Baru
Pemimpin baru Kota Kupang mesti memiliki sentuhan dan terobosan baru dalam membereskan wajah kota ini dari sampah. Kesadaran warga akan terbangun jika pemerintah memberikan teladan dan menghargai regulasi yang ada. Sudah saatnya pemerintah tidak berpikir bahwa sampah adalah problem. Jika pola pikir ini masih bersarang di kepala, maka sampai kapanpun urusan sampah di kota ini tidak akan beres. Mulailah berpikir bahwa sampah adalah investasi.
UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sudah memberikan legitimasi yuridis bagi manajemen sampah. Di Kota Kupang ada Perda Pengurangan Sampah dan Penanganan Sampah. Hal-hal inilah yang menjadi titik pijak pengelolaan sampah di kota ini. Namun, kalimat-kalimat hukum itu tak akan bermakna bila tidak dihidupi dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan masyarakat setempat. Pola pungut – angkut – buang masih menjadi pekerjaan rutin. Sementara lahan di TPA Alak tidak pernah bertumbuh seinci pun. Bahkan tanpa disadari kita sedang menanam bom waktu penyakit dan polusi lingkungan.
Tanggal 21 November 2010 lalu, saya berkesempatan mampir di Kota Muangklang–Thailand. Kota ini berhasil menjadi kota model di Thailand karena sukses mengembangkan cara yang sangat komprehensif untuk menjaga kebersihan dan meningkatkan penghijauan, rendah emisi dan menjadi kota yang bersahabat. Muangklang dikenal sebagai kota yang dipenuhi pepohonan, kota dengan manajemen sampah yang terbaik, kota yang mengutamakan efisiensi energi dan kota dengan pola konsumsi berkesinambungan. Somchai Chariracharoen, Wali Kota Muangklang turun tangan langsung menanam pohon dan meminta warga merawatnya. Warga setempat begitu sadar dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat. Segala macam sampah tidak dibuang tetapi dibawa ke rumah dan diletakkan pada tempat sampah yang ada di rumah. Untuk mengurangi polusi, wali kota mengambil kebijakan dengan membatasi penggunaan kendaraan bermotor pada jalur tertentu, memproduksi biogas, kampanye penghembatan BBM, ISO 14001, bus NGV (natural gas vehicle).
Untuk mengurangi polusi, wali kota menyediakan beberapa NGV bus untuk kepentingan publik. Bus ini melayani warga secara gratis. Setiap pagi bus ini menjemput anak sekolah, dan setiap siang mengantar mereka kembali ke rumah. Di luar jam-jam tersebut melayani masyarakat umum. Hal ini menyebabkan warga lebih suka menggunakan bus ini daripada kendaraan pribadi. Dampak polusi ditekan dan kemacetan lalulintas jarang terjadi.
Sang Wali Kota jenius ini membangun tempat pengelolaan sampah yang menjadi proyek percontohan pemerintah. Sampah dari seluruh kota dibawa ke tempat ini. Sampai di sini sampah dipindahkan ke alat pemisah sampah. Pada saat yang sama sama, alat serupa mobil ini bekerja, maka sampah padat seperti tanah akan dipisahkan dari sampah dedaunan, demikian juga sampah plastik dipisahkan dari sampah pada lainnya. Sampah padat seperti tanah dibuat pupuk yang dipakai untuk kebun percontohan di sekitar dan dijual kepada warga. Sampah sisa makanan, daun dan sayuran dijadikan makanan hewan piaraan di sekitarnya.
Sampah botol, kaleng dibersihkan
dan dijual ke pabrik yang bekerja sama dengan pemerintah. Yang tidak
dapat diolah langsung dibuang ke tempat pembuangan sampah. Dengan pola
ini, wali kota membuktikan bahwa sampah bukanlah soal, tetapi investasi.
Dari sampah, banyak orang yang bisa hidup layak, khususnya
pekerja-pekerja yang setiap hari berurusan dengan proses ini. Saya
membayangkan dalam sentuhan pemimpin baru, wajah Kota Kupang akan
sebersih dan sehijau Muangklang. Mari bangun kota mulai dari sampah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar