Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Feldspar dengan bahan kimia: Aluminium Silikat dengan rumus kimia kompleks (Na, K, Ca) AlSi3Og; SiO2 dengan kandungan 90-94% feldspar dan 6...
-
BEKASI (Pos Kota) – Warga Kota Bekasi, Jawa Barat siap-siap daerahnya menjadi lautan sampah selama setahun ke depan. Ini bakal terjadi apabi...
-
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istila...
Sabtu, 08 Juni 2013
Godang Tua Jaya Rugikan Pemprov DKI Rp 1,2 Triliun by Merdeka Online
Jakarta - Pengelolaan sampah yang dilakukan pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi dinilai telah merugikan Pemprov DKI sebesar Rp 1,2 triliun.
Menurut anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Boy Ali Sadikin mengatakan kontrak kerjasama Pemprov DKI dengan pengelola pengolahan sampah yaitu PT Godang Tua Jaya (GTJ) JO PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) tidak dijalankan sesuai dengan klausul perjanjian yang dalam kontrak.
Salah satunya adalah PT GTJ belum juga membuat teknologi pengelolaan sampah dengan Gasifikasi, Landfill, and Anaerobic Digestion (Galvad). Justru, sampai sekarang, PT GTJ masih menjalankan Landfill Gas yang sudah dilakukan Dinas Kebersihan sejak dulu.
Padahal pembayaran tipping fee Rp 114.000 per ton sampah ke PT GTJ dengan jumlah sampah DKI sekitar 6.000 ton sehari. Artinya, pembayaran tipping fee sebesar Rp 19 miliar mengalir ke PT GTJ setiap bulan. Sedangkan pengelolaan sampah tidak menggunakan teknologi yang seharusnya di dalam kontrak.
"Anehnya lagi, Pemprov DKI dan GTJ tiga kali melakukan adendum (perubahan) kontrak kerjasama. Pada kontrak awal, yang tandatangan Gubernur, tapi adendum hanya oleh Kepala Unit Pengelola Teknis TPST,� kata Boy, Minggu (2/6).
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menerangkan skema kerja sama pemerintah swasta (KPS) bernula dari keinginan Pmeprov DKi meningkatkan TPA Bantargebang menjadi TPST diperlukan. Investasi cukup besar senilai Rp 700 miliar. Dengan pertimbangan beban APBD yang besar maka Pemprov DKI merasa lebih untung jika investasi diserahkan kepada pihak ketiga dalam hal PT GTJ.
"Namun PT GTJ jo NOEI berdalih dengan investasi sebesar itu tidak mencukupi untuk pengembalian investasi apabila hanya memperoleh pendapatan dari produksi listrik, kompos dan bahan daur ulang, sehingga untuk mencukupi pengembalian investasi selisihnya dibayar oleh Penprov DKI melalui tipping fee," ujarnya.
Faktanya, lanjut Boy, target investasi mulai tahun 2008 hingga 2012 tidak terpenuhi.. Berdasarkan laporan Kepala UPT TPST diketahui kegagalan investasi di Bantargebang sebesar Rp 130 miliar pada tahun 2012. Lebih mengherankan lagi, keterlambatan pekerjaan malah disiasati dengan merubah perjanjian kerjasama. Begitu juga dengan besaran denda pada kontrak asli ditetapkan sebesar 1 permil dari total investasi, pada adendum 1 diubah menjadi 1 permil dari rencana investasi di tahun berjalan.
Sebagai ilustrasi, papar anak mantan Gubernur DKI Ali Sadikin, lima tahun masa perjalananan kontrak, PT GTJ selaku pengelola sudah menerima tipping fee dari Pemprov DKI sebesar Rp 1,2 triliun ditambah penghasilan dari kompos dan penjualan listrik. Sedangkan investasinya baru Rp 400 miliar. Besaran investasi ini juga belum diaudit. Jelas sekali PT NGJ tidak pernah berinvestasi dengan dana perusahaannya melainkan hanya menyisihkan 30 persen dari APB yang diterimanya setiap tahun untuk berinvenstasi.
擨ni namanya penipuan, Pemprov DKI kok mau saja ditipu. Sejak 2008, PT GTJ sudah menerima hingga Rp 1,2 triliun, kok belum juga diterapkan teknologinya. Saya tegaskan, PT GTJ jo NOEI telah melakukan penipuan terhadap Pemprov DKI dengan mengelabui seolah-olah berinvestasi untuk mendapatkan tipping fee dari APBD DKI. Lebih baik kontraknya diputus saja. Buat kontrak baru saja dengan mengadakan lelang investasi lagi,� ungkapnya.
Menanggapi permasalahan ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan belum mengetahui permasalahan ini secara mendetail. Karena itu, dia akan akan memeriksa potensi kerugian tersebut. 擭anti saya cek dulu soal itu. Kalau sekarang saya belum bisa banyak mengomentari masalah ini,� kata Basuki.
Seperti diketahui, PT GTJ mendapatkan kontrak kerjasama pengelolaan sampah dengan Pemporv DKI selama 15 tahun sejak 2008. Dalam perjanjian, mereka membangun pengelolaan sampah berteknologi Galvad dan menjual listrik serta kompos. Pada tahun 2023 PT GTJ menyerahkan asetnya ke Pemprov DKI. Sedangkan Pemprov DKI membayar Tipping Fee sampai akhir perjanjian.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar