JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan pengelolaan sampah
sebelumnya tidak memiliki landasan hukum walaupun Undang-undang Nomor 18
tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sudah ditetapkan.
Kini,
dengan penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga,
pengelolaan sampah memiliki landasan hukum.
"PP Pengelolaan
Sampah ini menjadi landasan untuk pengelolaan sampah yang lebih baik,"
kata Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya di Jakarta, Kamis
(1/11/2012).
Dengan penetapan PP tersebut, Balthasar mengimbau masyarakat untuk menjaga lingkungan dengan mengelola sampah.
"Saya
imbau seluruh masyarakat mari bersama-sama bertanggung jawab menjaga
lingkungan khususnya dalam mengelola sampah," katanya.
PP
tersebut menjadi landasan bagi pemerintah dalam penyelenggaraan
pengelolaan sampah dan memberikan kejelasan mengenai pembagian tugas dan
peran para pihak terkait pengelolaan sampah.
Deputi IV Menteri
Lingkungan Hidup Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah, Masnellyarti, menjelaskan bahwa
PP telah mengatur bahwa sampah dari tingkat rumah tangga sudah harus
dipilah.
Dalam Pasal 17, dinyatakan bahwa pemilahan sampah harus
dilakukan mulai dari sumbernya, seperti rumah tangga, pengelola kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas umum dan fasilitas lainnya.
"Jadi tidak dibenarkan lagi jika warga membakar sampah," kata Masnellyarti.
Berdasarkan
PP, Masnellyarti menambahkan, pengelola permukiman seperti apartemen
dan fasilitas umum lainnya wajib menyediakan sarana pemilahan sampah
skala kawasan.
Sampah yang dipilah terbagi paling sedikit dalam
lima jenis. Pertama, sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
serta limbah bahan berbahaya dan beracun. Kedua, sampah yang mudah
terurai. Ketiga, sampah yang dapat digunakan kembali. Keempat, sampah
yang dapat didaur ulang. Kelima, sampah lainnya.
PP juga mengatur bahwa sarana penampungan sampah harus diberi label atau tanda.
Meski
mengatur tentang pemilahan sampah, namun PP tersebut tidak secara tegas
mengatur tentang sanksi yang diberikan jika sampah masih dibakar atau
tidak dipilah. Menurut Masnellyarti, pemberian sanksi diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Menteri maupun peraturan daerah atau kabupaten.
Dalam
hal pengolahan sampah bersama dan memerlukan pengangkutan sampah lintas
kabupaten atau kota, pemerintah kabupaten/kota dapat mengusulkan kepada
provinsi untuk menyediakan stasiun peralihan antara dan alat angkut.
Dalam
proses akhir, pemerintah setempat wajib menyediakan dan mengoperasikan
Tempat Pembuangan akhir (TPA) dengan melakukan metode lahan urug
terkendali, metode lahan urug saniter atau teknologi ramah lingkungan.
Balthasar
mengungkapkan, penetapan PP itu butuh perjuangan panjang. Salah satu
sebabnya adalah masalah penggunaan bahan baku produksi dan kemasan yang
dapat diurai oleh dunia usaha.
"Awalnya kita ingin lima tahun,
tapi setelah diskusi yang panjang akhirya ditetapkan dalam jangka waktu
10 tahun," kata Balthasar.
Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Feldspar dengan bahan kimia: Aluminium Silikat dengan rumus kimia kompleks (Na, K, Ca) AlSi3Og; SiO2 dengan kandungan 90-94% feldspar dan 6...
-
BEKASI (Pos Kota) – Warga Kota Bekasi, Jawa Barat siap-siap daerahnya menjadi lautan sampah selama setahun ke depan. Ini bakal terjadi apabi...
-
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istila...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar