Dalam rangka mendukung pengelolaan sampah berbasis masyarakat di DKI Jakarta, telah dilakukan pengembangan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah di RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat. Kader lingkungan yang terbentuk berjumlah lebih dari 42 orang yang terdiri atas kader yang bermukim di RW 01 dan RW 02 dan yang bermukim di luar kedua RW tersebut. Dengan adanya pengembangan tersebut, jumlah total kader lingkungan di wilayah RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur menjadi 77 orang yang pada mulanya hanya 53 orang. Komposisi kader lingkungan didominasi oleh para ibu (70%), sisanya pria (30%). Para kader lingkungan memiliki tanggung jawab untuk mengajak para tetangganya menjaga kualitas lingkungan hidup di sekitar rumah masing-masing terutama masalah kebersihan dan daur ulang sampah. Para kader lingkungan juga mempunyai kewajiban untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan pengolahan sampahnya kepada yang membutuhkan.
Untuk melihat aktivitas nyata para kader lingkungan, setelah pelatihan, dilakukan monitoring secara reguler. Pelaksanaan monitoring juga dilakukan sekaligus untuk pendampingan dan pembinaan kepada para kader lingkungan sehingga apabila menemui kesulitan dalam melakukan aktivitasnya dapat segera diatasi. Monitoring kegiatan dilakukan dengan cara
(i) wawancara secara langsung dengan para kader lingkungan,
(ii) penyebaran kuesioner, dan
(iii) kunjungan monitoring secara reguler 3 – 4 minggu sekali ke para kader lingkungan.
Selain itu dilakukan juga berkoordinasi dengan para stakeholders yang terkait, misalnya Suku Dinas Kebersihan Jakarta Pusat, Pusat Teknlogi Lingkungan – BPPT, Yayasan Uli Peduli, dan Pemerintah Kelurahan Cempaka Putih Timur. SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERINTEGRASI RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur merupakan daerah permukiman padat penduduk dengan jumlah KK 1.265 atau sekitar 5.060 jiwa.
Diperkirakan jumlah sampah yang diproduksi perharinya 15 m3. Sampah warga didominasi oleh sampah organik, 65,55%. Sedangkan sampah lainnya adalah sampah anorganik yang didominasi oleh sampah kertas (10,57%) dan plastik (13,25%). Oleh sebagian warga dan para kader lingkungan sampah yang dihasilkannya dipilah-pilah untuk kemudian dikomposkan dan dimanfaatkan menjadi kerajinan tangan. Residu sampahnya kemudian dibuang ke temat sampah. Tempat sampah yang digunakan oleh warga cukup beragam seperti tong plastik, drum seng, bak yang disemen, ember plastik, dan kantong plastik. Namun, Sebagian besar wadah sampah yang dipakai berupa drum dan tong plastik karena gampang dipindah-pindah dan tidak permanen sesuai dengan lingkungan jalan yang sebagian besar berupa gang yang tidak terlalu lebar dan tanpa trotoar.
Wadah sampah dan komposter diletakan di depan rumah atau di pinggir-pinggir jalan masuk. Sampah dari rumah tangga yang tidak diolah menjadi kompos kemudian dikumpulkan ke dalam gerobak sampah setiap 2 – 3 hari sekali dan diangkut ke kompleks Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari yang dikelola oleh Dinas kebersihan DKI Jakarta bekerjasama dengan BPPT. Di TPST tersebut, sebagian besar sampah dikomposkan dan didaur ulang, dan sebagian lainnya dimasukkan ke TPS indoor untuk dipres dan diangkut ke TPA Bantargebang. Sebagian kecil residu sampah dibakar di dalam incinerator.
PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI Salah satu RT yang paling menonjol dalam pengelolaan sampahnya adalah RT 04 dan RT 08 RW 01. Kegiatan penghijauan lingkungan di RT tersebut telah dimulai sejak tahun 2004 oleh ibu-ibu yang tergabung dalam dasa wisma. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada tahun 2005 menjadi juara 2 Lomba Penghijauan tingkat DKI Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2006, kegiatan penghijauan dan pengelolaan kebersihan mendapatkan perhargaan dalam lomba “Green and Clean 2006” yang diadakan oleh Yayasan Uli Peduli. Dari hasil studi diketahui bahwa sebanyak 53% kader lingkungan telah melakukan pemilahan sampah dan pengomposan sampah setiap hari, sedangkan sebagian lainnya melakukannya 2 – 3 hari sekali.
Sebanyak 89% kader lingkungan yang tidak mengomposkan setiap hari beralasan karena jumlah sampah organiknya sedikit. Sedangkan lainnya beralasan sibuk. Sampah organik yang dikomposkan antara lain berupa daun-daun pohon, sampah tanaman hias, kulit buah, sisa potongan sayur sebelum dimasak, dan sisa makanan. Jenis sampah yang dominan dikomposkan berupa sampah daun, kulit buah dan potongan sayuran. Jika dilihat dari jumlah sampah yang dikomposkan, maka jumlah jumlah sampah yang dikomposkan di RW 01 juga semakin meningkat. Pada saat sebelum pilot project berjalan, sampah yang dikomposkan diperkirakan hanya 624 liter per bulan, tetapi setelah pilot project berjalan sampah yang dikomposkan menjadi 984 liter per bulan. Sejalan dengan peningkatan jumlah pengomposan, jumlah produk kompos juga diperkirakan meningkat dari 156 liter menjadi 246 liter perbulannya.
Pengelolaan sampah anorganik juga tidak kalah pentingnya dengan pengomposan. Sebanyak 42% kader lingkungan menyatakan telah memanfaatkannya kembali sampah plastik antara lain untuk pot dan kerajinan tangan. Sedangkan sebanyak 21% mengumpulkan dan memberikannya kepada pemulung. Namun ternyata masih ada kader lingkungan (sebanyak 10%) yang belum memanfaatkannya dan sampah anorganiknya langsung dibuang ke tempat sampah sebagaimana residu sampah lainnya. Sampah plastik yang dijadikan pot umumnya adalah botol/gelas air mineral dan kaleng plastik cat. Sedangkan sampah plastik yang biasanya dibuat kerajinan adalah plastik-plastik kemasan yang tebal dan berpenampilan bagus. Salah seorang kader lingkungan, Bapak Hendrik (RT 08/RW 02), telah memanfaatkan secara khusus kaleng plastik cat untuk bahan baku komposter yang dipesan oleh Yayasan Uli Peduli untuk disebarkan di berbagai tempat di Jakarta. Kaleng cat tersebut didesain sedemikian rupa dan dicat warna-warni sehingga penampilannya menarik. Sementara itu, kader lingkungan Ibu Tri Darmayanti (RT 08/RW 02), telah mendapatkan pelatihan khusus pembuatan kerajinan tangan berbahan baku plastik kemasan dari Yayasan Uli Peduli. Produk kerajinan tersebut berupa tas, dompet, tempat tissue, taplak meja, karpet, dsb. Ibu Tri mendapatkan pula bantuan mesin jahit dari Yayasan Uli Peduli. Produk-produk kerajinan tersebut dijual di beberapa pusat-pusat pertokoan di Jakarta.
Seperti halnya di Banjarsari (Jakarta Selatan), di lokasi tersebut juga memiliki motivator pengelolaan sampah seperti halnya Ibu Bambang Wahono. Beliau adalah Ibu Warso. Usianya pun hampir sama yakni 70-an, tetapi semangatnya masih menyala-nyala. Saat ini beliau juga sebagai tenaga pengelola TPST Rawasari. PESAN GUBERNUR DKI JAKARTA Untuk mensosialisasikan pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Jakarta, diadakanlah sebuah acara yang dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta pada awal tahun 2008. Pada acara tersebut, Gubernur mencanangkan “Gerakan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat”. Rangkaian acara tersebut meliputi kunjungan Gubernur DKI Jakarta beserta stafnya ke RW 01. Setelah itu, Gubernur berjalan kaki menuju kompleks TPST Rawasari yang berjarak sekitar 200 meter. Di TPST tersebut Gubernur meninjau kegiatan pengomposan dan daur ulang sampah skala kawasan dan ke TPS Indoor.
Acara kunjungan ke berbagai tempat tersebut dilanjutkan dengan dialog dengan warga Jakarta tentang permasalahan lingkungan yang dihadapi. Gubernur Fauzi Bowo dalam sambutannya mengatakan bahwa melibatkan peran serta kader lingkungan dan warga masyarakat sangatlah efektif dalam mereduksi sampah sehingga biaya trasportasi sampah semakin efisien dan umur TPA Bantargebang semakin panjang. Disamping itu, melibatkan masyarakat untuk mengolah sampah memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri.
Gubernur mengakui butuh waktu yang panjang untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengolah sampahnya secara mandiri. Oleh karena itu diperlukan pimpinan komunitas dan kader-kader lingkungan yang tekun untuk menumbuhkan kesadaran warga mengolah sampahnya sendiri. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar