Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Sumber: http://tempointeraktif.com/ 14 Januari 2011 TEMPO Interaktif, Bandung -PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk., akan mengganti bahan ba...
-
Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah , terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu: Pengurangan sampah (waste minimizatio...
-
BANDUNG - Tingginya animo publik terhadap mobil Esemka buatan pelajar SMK asal Solo, Jawa Tengah, membuat tim Cikal Institut Teknologi Bandu...
-
oleh: kasam Pengarang : Dirjen HKI More About : cara mengurus hak paten ke pemerintah INTELECTUAL Property Rights (IPR) dike...
-
I. PENDAHULUAN Sampah adalah kumpulan berbagai material buangan yang merupakan sisa proses dan kegiatan kehidupan manusia. Sebagai suat...
-
Mendaur ulang lebih dari menyimpan sumber daya terbarukan dari tempat pembuangan akhir (mendaur ulang mengurangi pengaruh Anda terhadap li...
-
Saat ini telah tersedia mesin komposter yang dapat menghasilkan pupuk organik/kompos dengan kapasita...
-
Sejalan dengan semakin berkembang pesatnya industri-industri dunia dewasa ini, manusia sebagai penghuni bumi, harus bersikap ekstra hati-hat...
-
Revolusi kecil Harjito pada tahun 2011 adalah membuat lubang resapan biopori. Dalam hal itu dia bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup (...
-
JAKARTA. Meski pupuk organik disinyalir bisa meningkatkan kualitas produksi pertanian, namun hingga saat ini penggunaan pupuk organik di tin...
Minggu, 11 Desember 2011
TPST Bantargebang Langgar Kontrak Pengelolaan Sampah Rabu, 7 Desember 2011
JAKARTA (Suara Karya): Mengelola sampah warga DKI Jakarta saja sudah kewalahan, tetapi anehnya Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, kini diduga telah menampung sampah dari masyarakat Kota Tangerang Selatan (Tamgsel) dan Kota Bogor.
Tak pelak, pengelola TPST Bantargebang, yakni PT Godang Tua Jaya, telah melanggar surat perjanjian kontrak dengan Dinas Kebersihan DKI. Dalam surat perjanjian kontrak No. 5028/1.799.21 Tahun 2008 disebutkan, area seluas kurang lebih 110 hektare itu hanya diperbolehkan untuk menampung sampah dari DKI.
Lemahnya pengawasan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Regional Dinas Kebersihan DKI terhadap dugaan "kongkalikong" menyebabkan pelanggaran itu terjadi. Praktik itu tentu berdampak buruk terhadap pengelolaan lingkungan hidup.
Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat Independen Pemantau Aset (Inpas) Boris Korius Malau, yang pertama kali menemukan adanya pelanggaran itu, mengatakan bahwa pelanggaran itu diduga melibatkan oknum pengelola TPST Bantargebang.
Terkait pelanggaran kontrak kerja sama itu, ia mendesak Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo untuk menindak tegas aparatnya yang bermain curang dan berpotensi merugikan keuangan negara yang mencapai miliaran rupiah. "Itu kesalahan besar dan merupakan kelalaian Dinas Kebersihan DKI sebagai dinas teknis yang mengelola sampah di Jakarta," kata Boris, Selasa (6/12).
Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Pemerintah Kota Tangerang Selatan Nur Slamet mengakui bahwa Pemkot Tangsel telah melakukan kerja sama dengan pengelola TPST Bantargebang.
Pengakuan itu adalah salah satu bukti bahwa sampah Pemkot Tangsel banyak yang dibuang ke TPST Bantargebang. Hal yang sama juga diakui Direktur Operasional PT GTJ, Linggom Lumban Toruan, bahwa TPST Bantargebang telah menampung sampah dari Pemkot Tangsel dan Pemkot Bogor. Menurutnya, hal itu dilakukan dengan alasan sosial.
Tindakan penampungan sampah dari luar wilayah DKI merupakan potret buruknya pengelolaan sampah di DKI dan menimbulkan sejumlah permasalahan serius.
Perlu diketahui, untuk setiap satu ton sampah yang masuk ke TPST Bantargebang, DKI harus membayar tipping fee Rp 105 ribu. Dengan demikian, kalau ada sampah dari luar DKI masuk ke tempat tersebut, maka DKI harus turut menanggung akibatnya, yaitu membayar tipping fee.
Kepala UPT Regional Dinas Kebersihan DKI Jakarta Zainuri mengatakan, kasus masuknya sampah dari Tangerang Selatan dan Bogor di luar pengetahuan pihaknya. (Yon Parjiyono)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar