Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Feldspar dengan bahan kimia: Aluminium Silikat dengan rumus kimia kompleks (Na, K, Ca) AlSi3Og; SiO2 dengan kandungan 90-94% feldspar dan 6...
-
BEKASI (Pos Kota) – Warga Kota Bekasi, Jawa Barat siap-siap daerahnya menjadi lautan sampah selama setahun ke depan. Ini bakal terjadi apabi...
-
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istila...
Jumat, 06 Mei 2011
Adipura dan Nasib Tempat Sampah Ngejreng HL | 04 May 2011 -by Widy K
Dulu, semasa saya bersekolah di kota kecil nan sejuk ini memang ada peraturan daerah yang memberlakukan denda (kalau tidak salah ingat) Rp. 50.000,- bagi warga yang membuang sampah sembarangan, meski hanya sebuah puntung rokok. Kesadaran warga juga sangat mendukung, termasuk kebanggaan terhadap predikat kota yang bersih. Saya masih ingat betapa waktu itu antusiasme warga demikian besar ketika Piala Adipura diarak keliling kota.
Kini gema Adipura memang meredup, seiring dengan gosip makin tidak obyektifnya penilaian. Saya sendiri heran, kenapa kota terbersih jadi milik banyak kota? Namun, ada atau tidak ada Adipura, warga Temanggung tetaplah pecinta kebersihan. Lingkungan di perumahan maupun perkampungan senantiasa terlihat bersih.
Sejenak menengok kembali kampung halaman di Temanggung, pekan lalu, tidak membuat saya terkejut dengan tetap terjaganya kebersihan kota. Hanya, perhatian saya sedikit terusik dengan kehadiran tempat sampah model terbaru dengan warna ngejreng yang mejeng di banyak perumahan dan perkampungan. Tempat sampah itu terdiri dari tiga tong untuk memilah jenis sampah. Tong warna oranye untuk sampah kaca dan logam. Tong warna biru yang sedikit agak besar untuk komposter sampah organik. Sedangkan tong warna kuning untuk sampah kertas dan plastik.
Tong plastik warna biru adalah yang paling menarik perhatian. Terdapat pipa layaknya saluran udara yang menempel di tutupnya. Sementara di bagian bawahnya terdapat banyak lobang-lobang, sebuah keran dan semacam pintu kecil yang bisa dibuka. Di dalam tong ini ternyata telah disediakan kompos yang mengisi sekitar seperempat bagian tong. Entah bagaimana sebenarnya cara kerja komposter ini, logika sederhananya sampah jenis organik seperti daun-daunan atau sisa makanan harus masuk tong ini. Selanjutnya? Bahkan warga pun banyak yang geleng-geleng kepala ketika saya bertanya cara kerja komposter ini.
Informasi yang saya dapat tentang jenis tempat sampah beserta komposter itu, hanyalah fakta bahwa tempat sampah itu merupakan pembagian dari pemerintah kabupaten (pemkab) Temanggung dalam rangka menyambut penilaian Adipura tahun ini.
“Wah nggak tahu bagaimana cara kerjanya Mas, nggak pernah dijelasin sama warga, wong juga selama ini nggak pernah dipakai,” tutur seorang ibu warga perumahan di Kelurahan Walitelon.
Iseng-iseng saya mencoba membuka beberapa tempat sampah berwarna ngejreng itu. Memang benar, rata-rata hampir tak ada isinya dan tutupnya masih terlalu sulit untuk dibuka. Warga nyatanya masih setia menggunakan tempat sampah model lama yang terbuat dari bahan karet ban. Tempat sampah ini memang tidak memisahkan jenis sampah, namun bagi petugas dari Dinas Kebersihan yang mengambilnya setiap pagi sebelum jam enam, bukanlah suatu permasalahan. Mereka tiap pagi masih rajin mengambil sampah dari tempat sampah karet ban dan memindahkannya di bak truk sampah yang meskipun bertuliskan “sampah organik” dan “anorganik”, tetap saja mereka mencampur segala jenis sampah.
Bisa jadi pengadaan tempat sampah “canggih” itu bakalan mubazir semata. Warga tidak familiar dalam menggunakan. Petugas pun acuh tak acuh dengan program pemisahan jenis sampah. Kini di perumahan itu kini terdapat setidaknya tiga model tempat sampah. Sebelum adanya model komposter ini, tahun lalu Pemkab juga membagikan jenis tiga tong yang memisahkan antara sampah kaca/logam, kertas/plastik dan organik. Nasibnya malah berkarat karena sering kena hujan. Sementara model yang paling awet dan terus digunakan tentu saja model karet ban tersebut.
Lebih lucu lagi, posisi atau penempatan tempat sampah model komposter terkesan asal tanam saja. Letaknya memang sulit dipindah karena kaki besinya ditanam dengan semen. Padahal peletakannya seolah tidak memperhitungkan kepentingan warga. Tak sedikit yang malah diletakkan di depan rumah kosong di pojok perumahan. Atau bahkan diletakkan di lokasi yang jarang dilewati warga.
“Bulan lalu ada panitia datang menilai sambil membuka tempat sampah dan menyotingnya pakai kamera, setelah itu nggak ada kabarnya lagi,” ujar seorang ibu rumah tangga.
Adipura memang prestise, atau setidaknya pernah jadi prestise. Namun, memaksakan teknologi tanpa mengedukasi masyarakat sama saja bohong. Pada dasarnya masyarakat Temanggung memang peduli terhadap kebersihan, tetapi mereka masih terbiasa mencampur sampah rumah tangga. Ketika disodori alat tanpa paham kegunaannya apa tentu hanya sia-sia. Entah apakah tiap tahun pemerintah akan terus membagikan tempat sampah lagi, bisa-bisa sepanjang jalan perumahan akan sesak berjejalan tempat sampah berbagai model yang tidak maksimal digunakan. Lama-lama hanya jadi pajangan saja. Hmm… sayang sekali.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar