Bantargebang tentu bukan nama yang asing bagi warga Ibukota. Ketika mendengar nama tersebut, kita langsung membayangkan gunungan sampah lengkap dengan lalat dan ribuan pemulung yang berebut mengais rezeki.
Dulu, pengelolaan Bantargebang hanyalah berkonsep Tempat Pemusnahan Akhir (TPA), yang masih bertumpu pada pendekatan akhir (end of pipe). Sampah hanya dikumpulkan, diangkut kemudian dibuang ke TPA. TPA Bantargebang pun hanya menjadi ‘gunung penimbunan sampah’. Namun itu cerita lama.
Sejak 5 Desember 2008, TPA Bantargebang telah bermetamorfosis menjadi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Sampah pun mulai diolah secara terintegrasi. Hal ini seiring dengan perubahan paradigma Pemprov DKI Jakarta dalam strategi melayani masyarakat pada sektor persampahan.
Pemerintah kini tidak hanya menganggap sampah sebagai masalah an sich, namun memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai manfaat ekonomis. Walaupun manfaat ekonomisnya belum dapat menutupi biaya pengelolaan sampah secara penuh.
Setiap hari lebih dari 6.000 ton sampah yang dihasilkan warga Jakarta bermuara di TPST Bantargebang yang terletak di Kota Bekasi itu. Sampah tersebut kini diolah dengan teknologi tinggi dan ramah lingkungan.
Beberapa teknologi terbaru yang diterapkan di TPST Bantargebang, diantaranya, Sanitary Landfill dengan metode Gassifikasi Landfill – Anaerobic Digestion (GALFAD). Dimana gas methane yang keluar dari timbunan sampah organik, dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Sedangkan sampah anorganiknya diolah dengan teknologi Pyrolysis untuk juga menghasilkan bahan bakar pembangkit listrik.
Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau disingkat PLTSa Bantargebang menjadikan Jakarta sejajar dengan kota-kota metropolitan dunia yang telah memiliki pembangkit listrik tenaga sampah lebih dulu. Sampai saat ini tercatat hampir 800 PLTSa tersebar di seluruh dunia.
PLTSa Bantargebang sampai kini telah mampu memproduksi listrik sebesar 2 MW. Awal tahun 2011 ditargetkan mampu memproduksi listrik sebesar 14 MW. Dan kapasitas penuh PLTSa sebesar 26 MW ditargetkan tecapai pada tahun 2023. Untuk mendukung target tersebut , sampai saat ini telah dibangun Gas Engine, Fuel Skid, Flare Stack dan Trafo.
PT PLN pun telah bersedia membeli listrik yang dihasilkan PLTSa Bantargebang senilai Rp 850 per KWH. Angka ini jauh dari rata-rata PT PLN membeli listrik dari pembangkit konvensional.
Pengolahan gas methane sampah menjadi listrik juga mampu mereduksi efek gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Setiap tahunnya diprediksi 800 ribu ton emisi gas rumah kaca yang dapat dapat dikurangi di TPST Bantargebang melalui aktifitas ini.
Keberhasilan Dinas Kebersihan DKI mengolah sampah menjadi energi listrik telah mengantarkan Pemprov DKI Jakarta meraih penghargaan Anugerah Dharma Karya Energi dan Sumber Daya Mineral dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Selain mengolah sampah menjadi energi, di TPST juga dilakukan kegiatan pemilahan, pengomposan, dan daur ulang. Saat ini telah terbangun tiga hanggar pengolahan kompos dengan kapasitas 300 ton/hari.
Untuk memastikan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan, disana juga telah dilakukan pelaksanaan penutupan timbunan sampah dengan tanah merah (Cover soil) dan trapping untuk semua zona.
Selain itu, juga terdapat 4 (empat) Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) yang dibangun pada tahun 1989 (IPAS I), 1996 (IPAS II & III), dan 1998/1999 (IPAS IV). Keempat IPAS ini mampu mengolah 560 meter kubik air sampah perhari, sehingga air sampah tidak mencemari air tanah daerah sekitarnya. Program Penghijauan juga dilakukan dengan melakukan pembibitan tanaman dan penanaman pohon di lingkungan TPST.
Kini, TPST Bantargebang yang berdiri di lahan seluar 108 hektar itu telah menjelma menjadi tempat pengolahan sampah dengan teknologi tinggi, tepatguna dan ramah lingkungan tebesar di Indonesia. Sebagai bukti apresiasi atas keberhasilan tersebut pada 19 Maret 2010, Wakil Presiden RI Boediono melakukan kunjungan kerja ke TPST Bantargebang. Megawati Sukarno Putri pun merasa perlu melakukan deklarasi pencalonan presiden dirinya di tempat ini.
Bebagai keberhasilan Pemerintah Daerah berdamai dengan sampah ini tentu membanggakan. Namun warga Jakarta diharapkan juga berperan mereduksi sampah dari sumbernya, melalui kegiatan 3R atau reduce (mengurangi), reuse (mengunakan kembali), dan recycle (mendaur ulang) sampah. Ini agar Jakarta menjadi kota yang semakin nyaman untuk semua.
*Tulisan ini pernah di-publish di Kompasiana dan advertorial di beberapa surat kabar, antara lain, Republika, Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Pembaharuan, Rakyat Merdeka, dll.
Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Feldspar dengan bahan kimia: Aluminium Silikat dengan rumus kimia kompleks (Na, K, Ca) AlSi3Og; SiO2 dengan kandungan 90-94% feldspar dan 6...
-
BEKASI (Pos Kota) – Warga Kota Bekasi, Jawa Barat siap-siap daerahnya menjadi lautan sampah selama setahun ke depan. Ini bakal terjadi apabi...
-
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istila...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar