Pada dekade terakhir beberapa peneliti di bidang pengelolaan limbah padat telah mengadakan penelitian tentang komposting Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), diantaranya adalah Dr. Didi Hajar Gunadi, M.Sc, Ir Sri Wahyono, M.Sc dkk. ( dari BPPT), dan Dr. Schuchardt (dari Jerman). Peneliti pertama mencoba mengkomposkan TKKS dengan sistem Beckary dengan menggunakan aktivator, sedangkan peneliti lainnya menggunakan sistem windrow dengan atau tanpa aktivator.
Riset Komposting Tandan Kosong Didi Hajar Gunadi
Gunadi menggunakan aktivator OrgaDec yang mengandung microorganisma terutama fungi jenis Trichoderma sp. Peralatan dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan kompos terdiri atas mesin pencacah, wheel loader, TKKS, dan OrgaDec. Sebelum difermentasikan TKKS dicacah dengan mesin pencacah. Cacahan TKKS setiap tonnya dicampur dengan 5 kg OrgaDec dengan menggunakan wheel loader.
Proses komposting dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, sekitar 1,8 ton cacahan TKKS yang telah bercampur dengan OrgaDec dengan memakai wheel loader dimasukan ke dalam alat pencetak sambil diratakan dan diinjak kemudian disiram dengan air sebanyak 50 liter guna memperoleh kelembaban yang cukup. Tahap kedua, penahan cetakan dinaikan satu tingkat setinggi 30 cm. Tahapan selanjutnya merupakan pengulangan tahap sebelumnya sehingga tumpukan mencapai ketinggian 150 cm. Setelah itu papan penahan cetakan ditarik sehingga yang tinggal hanya tumpukan ukuran 600 X 200 X 150 cm. Tumpukan tersebut kemudian ditutup dengan plastik. Parameter yang diamati selama proses komposting adalah temperatur, penyusutan, warna, bau dan kelembaban. Analisis produk fermentasi setelah 14 hari pemrosesan menunjukan bahwa rasio C/N mencapai 16, kadar N yaitu 1,9%, P2O5 0,8%, K2O 5,5%, MgO 0,9%, CaO 1,4% dan Mn 133 ppm (--, 1999).
Riset Komposting Tandan Kosong Frank Schuchardt dkk
Pembuatan kompos skala pilot dengan sistem windrow yang dilaksanakan oleh Schuchardt bersama Pusat Penelitian Kelapa Sawit dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit Mini di Aek Pancur - Medan.TKKS sebelum dikomposkan dicacah lebih dahulu dengan menggunakan mesin pencacah yang dirancang khusus oleh PPKS. Ukuran cacahan berkisar 40 – 60 mm.
Menurut Schuchardt, proses pembuatan komposnya adalah sebagai berikut. TKKS yang telah dicacah disusun menjadi dua buah tumpukan (heap) dengan ukuran masing-masing panjang 10 m, lebar 2,5 m dan tinggi 1,1 m (8 ton TKS pertumpukan) dan diaduk dengan mesin pembalik kompos Komposmat 1.27 D Backhus sebanyak 2 – 5 kali seminggu. Untuk mempertahankan aktivitas mikroorganisma, selama 8 – 9 minggu pertama waktu komposting ditambahkan air sejumlah 3,2 (optimum) hingga 5,4 (maksimum) m3 perton TKKS. Pada tumpukan TKKS juga tidak memerlukan atap, meskipun curah hujan mencapai lebih dari 2000 mm pertahun. Massa dan volume TKKS dapat berkurang hingga 50% dalam waktu beberapa minggu (Scuchardt et.al., 2001).
Riset Komposting Tandan Kosong Didi Hajar Gunadi
Gunadi menggunakan aktivator OrgaDec yang mengandung microorganisma terutama fungi jenis Trichoderma sp. Peralatan dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan kompos terdiri atas mesin pencacah, wheel loader, TKKS, dan OrgaDec. Sebelum difermentasikan TKKS dicacah dengan mesin pencacah. Cacahan TKKS setiap tonnya dicampur dengan 5 kg OrgaDec dengan menggunakan wheel loader.
Proses komposting dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, sekitar 1,8 ton cacahan TKKS yang telah bercampur dengan OrgaDec dengan memakai wheel loader dimasukan ke dalam alat pencetak sambil diratakan dan diinjak kemudian disiram dengan air sebanyak 50 liter guna memperoleh kelembaban yang cukup. Tahap kedua, penahan cetakan dinaikan satu tingkat setinggi 30 cm. Tahapan selanjutnya merupakan pengulangan tahap sebelumnya sehingga tumpukan mencapai ketinggian 150 cm. Setelah itu papan penahan cetakan ditarik sehingga yang tinggal hanya tumpukan ukuran 600 X 200 X 150 cm. Tumpukan tersebut kemudian ditutup dengan plastik. Parameter yang diamati selama proses komposting adalah temperatur, penyusutan, warna, bau dan kelembaban. Analisis produk fermentasi setelah 14 hari pemrosesan menunjukan bahwa rasio C/N mencapai 16, kadar N yaitu 1,9%, P2O5 0,8%, K2O 5,5%, MgO 0,9%, CaO 1,4% dan Mn 133 ppm (--, 1999).
Riset Komposting Tandan Kosong Frank Schuchardt dkk
Pembuatan kompos skala pilot dengan sistem windrow yang dilaksanakan oleh Schuchardt bersama Pusat Penelitian Kelapa Sawit dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit Mini di Aek Pancur - Medan.TKKS sebelum dikomposkan dicacah lebih dahulu dengan menggunakan mesin pencacah yang dirancang khusus oleh PPKS. Ukuran cacahan berkisar 40 – 60 mm.
Menurut Schuchardt, proses pembuatan komposnya adalah sebagai berikut. TKKS yang telah dicacah disusun menjadi dua buah tumpukan (heap) dengan ukuran masing-masing panjang 10 m, lebar 2,5 m dan tinggi 1,1 m (8 ton TKS pertumpukan) dan diaduk dengan mesin pembalik kompos Komposmat 1.27 D Backhus sebanyak 2 – 5 kali seminggu. Untuk mempertahankan aktivitas mikroorganisma, selama 8 – 9 minggu pertama waktu komposting ditambahkan air sejumlah 3,2 (optimum) hingga 5,4 (maksimum) m3 perton TKKS. Pada tumpukan TKKS juga tidak memerlukan atap, meskipun curah hujan mencapai lebih dari 2000 mm pertahun. Massa dan volume TKKS dapat berkurang hingga 50% dalam waktu beberapa minggu (Scuchardt et.al., 2001).
Komposting Tandan Kosong Sawit Menggunakan Berbagai Jenis Aktivator
Sementara itu Sri Wahyono, dkk. mencoba peneliti komposting TKKS dengan tujuan untuk mengetahui proses pembuatan TKKS menjadi pupuk organik kompos secara optimal dengan melihat pengaruh penggunaan aktivator komersial dalam proses komposting TKKS sistem windrow (Wahyono, S. et.al., 2002).
Aktivator berasal dari bahasa inggris yang artinya pemicu proses. Aktivator biasa juga disebut inoculant. Aktivator komposting yang diperdagangkan di Indonesia dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis. Aktivator dapat berbentuk padat maupun cair. Aktivator merupakan kumpulan dari mikroorganisma yang diharapkan dapat berfungsi untuk mempercepat proses komposting dan memperkaya keanekaragaman mikroba. Aktivator yang diperdagangkan dapat berupa kultur murni (pure culture) dan kultur campuran (mixed culture). Aktivator kultur murni hanya berisi satu jenis mikroba, sedangkan aktivator kultur campuran terdiri dari berbagai macam jenis mikroba, misalnya bakteri pendegradasi lignin, selulosa, protein, lemak, dsb. Saat ini di Indonesia beredar berbagai merek aktivator baik produksi lokal maupun luar negeri. Dalam penelitian ini dicoba aktivator mixed culture dengan merk OrgaDec, Starbio, dan EM4.
OrgaDec (kependekan dari organic decomposer) merupakan aktivator komposting aerobik yang mengandung fungi Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. Menurut hasil percobaan mereka, TKKS yang dicacah hingga berukuran 2,5 cm dapat dikomposkan dalam waktu 14 hari. Secara alami TKKS utuh akan melapuk secara alami setelah 12 – 18 bulan.
Starbio atau stardec merupakan aktivator komposting berbentuk serbuk yang mengandung berbagai kelompok mikroba seperti mikroba lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiotik. Activator tersebut diisolasi dari tanah hutan, akar rumput-rumputan dan kolon sapi. Dikatakan bahwa komposting dengan menggunakan aktivator tersebut hanya membutuhkan 5 minggu.
Larutan (EM4) ditemukan oleh Prof. Teruo Higa dari Jepang. Larutan EM4 mengandung lima golongan mikroba yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi dan actinomycetes. Disebutkan proses komposting dengan EM4 hanya berlangsung 4 sampai 7 hari. Kompos yang dihasilkan melalui fermentasi tersebut disebut bokashi.
Bahan baku penelitian berupa TKKS sebanyak 9,56 m3 atau 2 ton yang berasal dari Pabrik Sawit Kertajaya – Pandeglang. Secara garis besar tahapan proses penelitian pemanfaatan TKK menjadi kompos dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. TKKS yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya – Pandeglang dengan jumlah sekitar 9,56 m3 atau 2 ton. TKKS diambil dari PKS Kertajaya, kemudian dibawa dengan truk ke lokasi daur ulang sampah plastik di Bekasi – Jawa Barat untuk dicacah. Pencacahan tersebut dilakukan dangan satu unit mesin pencacah yang biasa digunakan untuk mencacah plastik. TKKS dicacah menjadi serpihan-serpihan berserat dengan panjang antara 5 sampai 15 cm. Cacahan TKKS kemudian dimasukan ke dalam karung dan kemudian dibawa ke Laboratorium Lapangan Penelitian Daur Ulang Limbah Padat di Rawasari – Jakarta Pusat.
Di Laboratorium Lapangan tersebut, selanjutnya diadakan penelitian pemanfaatan TKKS menjadi produk kompos. Proses komposting yang dipakai adalah sistem open windrow. Dalam sistem tersebut TKKS yang telah dicacah ditumpuk dengan bentuk trapesium memanjang dengan ukuran lebar 120 – 200 cm, tinggi 80 – 85 cm, panjang 120 – 200 cm. Dalam penelitian ini dibuat empat tumpukan, satu tumpukan tidak menggunakan aktivator dan tiga lainnya menggunakan aktivator. Banyaknya penambahan aktivator disesuaikan dengan dosis pemakaian yang dianjurkan oleh masing-masing produk.
Penambahan aktivator dilakukan secara berlapis-lapis setiap ketebalan tumpukan 30 cm. Secara reguler yaitu seminggu sekali tumpukan TKKS dibalik dan disiram dengan air seperlunya. Setiap dua minggu sekali dari keempat tumpukan yang berbeda tersebut diambil sampelnya untuk dianalisis karakter fisik dan kimianya, yakni pH, kadar air, kandungan N, NH3, NO3, P2O5, K2O, dan C organiknya. Proses komposting dipantau terus sampai menjadi kompos matang. Parameter yang dipantau antara lain suhu, penurunan volume dan berat, kandungan kimianya dan kebutuhan air. Temperatur proses komposting dipantau setiap hari, sedangkan penurunan berat dan volume tumpukan diukur seminggu sekali. Setelah jadi kompos matang kemudian diayak dan dihitung prosentase kehalusan fisik kompos.
Kesimpulan dari penelitian tersebut antara lain adalah bahwa (i) ditinjau dari parameter kematangan kompos seperti rasio C/N, profil temperatur, penyusutan volume dan penampilan fisik kompos, kecepatan proses komposting TKKS dengan penambahan aktivator (OrgaDec, Biostar dan EM4) dan komposting tanpa aktivator relatif sama yaitu sekitar 13 minggu, (ii) kebutuhan air untuk proses komposting TKKS berkisar antara 1,7 sampai 2,3 m3, (iii) kandungan unsur hara kompos sekitar 0,4 % (N), 0,029 sampai 0,05 % (P2O5), 0,15 sampai 0,2 % (K2O).
Aktivator berasal dari bahasa inggris yang artinya pemicu proses. Aktivator biasa juga disebut inoculant. Aktivator komposting yang diperdagangkan di Indonesia dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis. Aktivator dapat berbentuk padat maupun cair. Aktivator merupakan kumpulan dari mikroorganisma yang diharapkan dapat berfungsi untuk mempercepat proses komposting dan memperkaya keanekaragaman mikroba. Aktivator yang diperdagangkan dapat berupa kultur murni (pure culture) dan kultur campuran (mixed culture). Aktivator kultur murni hanya berisi satu jenis mikroba, sedangkan aktivator kultur campuran terdiri dari berbagai macam jenis mikroba, misalnya bakteri pendegradasi lignin, selulosa, protein, lemak, dsb. Saat ini di Indonesia beredar berbagai merek aktivator baik produksi lokal maupun luar negeri. Dalam penelitian ini dicoba aktivator mixed culture dengan merk OrgaDec, Starbio, dan EM4.
OrgaDec (kependekan dari organic decomposer) merupakan aktivator komposting aerobik yang mengandung fungi Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. Menurut hasil percobaan mereka, TKKS yang dicacah hingga berukuran 2,5 cm dapat dikomposkan dalam waktu 14 hari. Secara alami TKKS utuh akan melapuk secara alami setelah 12 – 18 bulan.
Starbio atau stardec merupakan aktivator komposting berbentuk serbuk yang mengandung berbagai kelompok mikroba seperti mikroba lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiotik. Activator tersebut diisolasi dari tanah hutan, akar rumput-rumputan dan kolon sapi. Dikatakan bahwa komposting dengan menggunakan aktivator tersebut hanya membutuhkan 5 minggu.
Larutan (EM4) ditemukan oleh Prof. Teruo Higa dari Jepang. Larutan EM4 mengandung lima golongan mikroba yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi dan actinomycetes. Disebutkan proses komposting dengan EM4 hanya berlangsung 4 sampai 7 hari. Kompos yang dihasilkan melalui fermentasi tersebut disebut bokashi.
Bahan baku penelitian berupa TKKS sebanyak 9,56 m3 atau 2 ton yang berasal dari Pabrik Sawit Kertajaya – Pandeglang. Secara garis besar tahapan proses penelitian pemanfaatan TKK menjadi kompos dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. TKKS yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya – Pandeglang dengan jumlah sekitar 9,56 m3 atau 2 ton. TKKS diambil dari PKS Kertajaya, kemudian dibawa dengan truk ke lokasi daur ulang sampah plastik di Bekasi – Jawa Barat untuk dicacah. Pencacahan tersebut dilakukan dangan satu unit mesin pencacah yang biasa digunakan untuk mencacah plastik. TKKS dicacah menjadi serpihan-serpihan berserat dengan panjang antara 5 sampai 15 cm. Cacahan TKKS kemudian dimasukan ke dalam karung dan kemudian dibawa ke Laboratorium Lapangan Penelitian Daur Ulang Limbah Padat di Rawasari – Jakarta Pusat.
Di Laboratorium Lapangan tersebut, selanjutnya diadakan penelitian pemanfaatan TKKS menjadi produk kompos. Proses komposting yang dipakai adalah sistem open windrow. Dalam sistem tersebut TKKS yang telah dicacah ditumpuk dengan bentuk trapesium memanjang dengan ukuran lebar 120 – 200 cm, tinggi 80 – 85 cm, panjang 120 – 200 cm. Dalam penelitian ini dibuat empat tumpukan, satu tumpukan tidak menggunakan aktivator dan tiga lainnya menggunakan aktivator. Banyaknya penambahan aktivator disesuaikan dengan dosis pemakaian yang dianjurkan oleh masing-masing produk.
Penambahan aktivator dilakukan secara berlapis-lapis setiap ketebalan tumpukan 30 cm. Secara reguler yaitu seminggu sekali tumpukan TKKS dibalik dan disiram dengan air seperlunya. Setiap dua minggu sekali dari keempat tumpukan yang berbeda tersebut diambil sampelnya untuk dianalisis karakter fisik dan kimianya, yakni pH, kadar air, kandungan N, NH3, NO3, P2O5, K2O, dan C organiknya. Proses komposting dipantau terus sampai menjadi kompos matang. Parameter yang dipantau antara lain suhu, penurunan volume dan berat, kandungan kimianya dan kebutuhan air. Temperatur proses komposting dipantau setiap hari, sedangkan penurunan berat dan volume tumpukan diukur seminggu sekali. Setelah jadi kompos matang kemudian diayak dan dihitung prosentase kehalusan fisik kompos.
Kesimpulan dari penelitian tersebut antara lain adalah bahwa (i) ditinjau dari parameter kematangan kompos seperti rasio C/N, profil temperatur, penyusutan volume dan penampilan fisik kompos, kecepatan proses komposting TKKS dengan penambahan aktivator (OrgaDec, Biostar dan EM4) dan komposting tanpa aktivator relatif sama yaitu sekitar 13 minggu, (ii) kebutuhan air untuk proses komposting TKKS berkisar antara 1,7 sampai 2,3 m3, (iii) kandungan unsur hara kompos sekitar 0,4 % (N), 0,029 sampai 0,05 % (P2O5), 0,15 sampai 0,2 % (K2O).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar