Apakah
kalian tahu apabila sampah yang dihasilkan dan dibiarkan warga Jakarta
menumpuk selama 2 hari maka akan sama dengan 1 Candi Borobudur? Dan bila
dibiarkan selama 1 tahun akan sama dengan 175 candi? Apakah kalian tahu
bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menobatkan Indonesia sebagai
negara terkotor di dunia di urutan ketiga setelah China dan India?
Penilaian WHO dilihat dari bagaimana intensi masyarakat di sebuah negara
menjunjung tinggi kebersihan dan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari
(Kompasiana, 2012).
Kemudian berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI
Jakarta (2008), sampah yang dihasilkan per harinya mencapai 27.966 m3/hari. Dimana, sekitar 25.925 m3
sampah diangkut oleh truk sampah untuk dibawa ke TPST Bantargebang dan
yang tidak terangkut menjadi masalah yang masih menunggu untuk segera
diatasi. Sampai kini, Jakarta masih sangat bergantung terhadap
satu-satunya TPST di Bantargebang. Sehingga jika dihitung dengan jumlah
penduduk DKI Jakarta saat ini, sampah di Jakarta yang dihasilkan dan
dibiarkan menumpuk selama 2 hari maka akan sama dengan 1 Candi Borobudur
(volume 55.000 m3). Maka, dalam setahun akan diperoleh 175 buah Candi Borobudur yang merupakan tumpukan sampah yang tidak dikelola dan diolah.
Kawasan
pemukiman di DKI Jakarta sebagian besar telah memiliki Tempat
Penampungan Sementara (TPS) sebagai tempat pemilahan yang berada di
masing-masing kawasan. Berikut merupakan diagram alir sampah pemukiman.
Dimana, sebagian besar sampah yang masuk ke TPST Bantargebang merupakan
sampah campuran yang tidak dapat dimanfaatkan dan diolah kembali.
Gambar 1. Diagram Alir Sampah Pemukiman
Gambar 2. (a) sampah organik yang dikompos (b) sampah anorganik yang dikirim ke bank sampah/lapak
(c) sampah campuran yang diangkut ke TPST Bantargebang
Sedangkan
berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta (2005) untuk kawasan
perkantoran di DKI Jakarta yang merupakan penghasil sampah terbesar
kedua (27,35%) setelah pemukiman (52,97%), sebagian besar sudah memiliki
fasilitas pemilahan sampah, namun dalam pelaksanaannya belum terdapat
kegiatan pemilahan sampah secara terpadu yang diterapkan di dalamnya.
Sebagian besar sampah tersebut langsung diangkut ke TPST Bantargebang.
Hanya beberapa jenis sampah, seperti sampah plastik atau kardus yang
dipisahkan oleh petugas kebersihan untuk dijual kembali ke tempat
pengumpul yang ada di sekitar kawasan tersebut.
Dengan
demikian, diperlukan suatu upaya pengurangan timbulan sampah di sumber
sehingga jumlah timbulan sampah yang diangkut ke TPST Bantargebang dapat
berkurang. Kawasan pemukiman telah memiliki sistem pengelolaan sampah
yang lebih baik dibandingkan dengan perkantoran yang merupakan kawasan
komersial. Oleh sebab itu, kawasan perkantoran yang merupakan penghasil
sampah terbesar kedua memerlukan perhatian khusus dalam sistem
pengelolaannya. Sebenarnya pengelolaan sampah kantor lebih mudah
dibandingkan sampah pemukiman. Apabila pengguna gedung telah dibekali
dengan konsep reduce, reuse, dan recycle serta
diberikan fasilitas yang memadai, seperti poster, pelatihan, serta
tempat sampah yang terpisah antara organik, anorganik, dan B3, serta
diberikan insentif lebih kepada para pengguna gedung, maka pengelolaan
sampah kantor dapat dijalankan dengan mudah dibandingkan dengan
pemukiman dimana para penduduknya tidak terikat satu dengan yang
lainnya.
Selain
itu, menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dalam
pasal 13 tertera bahwa pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan
fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah. Kemudian
saat ini terdapat sebuah lembaga mandiri dan nirlaba yang berkomitmen
penuh dalam melakukan tranformasi mengenai bangunan hijau Indonesia.
Lembaga tersebut adalah Green Building Council Indonesia (GBCI).
GBCI berperan sebagai salah satu agent of change atau penggerak konsep green building di
Indonesia dengan cara penyusunan manual GREENSHIP yang secara sukarela
diterapkan di Indonesia sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. GBCI
bersama-sama dengan pemerintah dan lembaga lainnya berusaha meningkatkan
pergerakan green building. GREENSHIP adalah sistem penilaian
yang digunakan sebagai alat bantu bagi para pelaku industri bangunan,
baik pengusaha, arsitek, teknisi mekanikal elektrik, desain interior,
teknisi bangunan, arsitek lansekap, maupun pelaku lainnya dalam
menerapkan best practices dan mencapai standar terukur yang
dapat dipahami oleh masyarakat umum dan pengguna bangunan. Masing-masing
aspek terdiri atas beberapa rating yang mengandung kredit dengan muatan
nilai tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian.
Aspek-aspek
tersebut meliputi Tepat Guna lahan (Appropriate Site Development/ASD), Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation/EEC), Konservasi Air (Water Conservation/WAC), Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/MRC), Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan (Indoor Air Health and Comfort/IHC), dan Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management/BEM).
Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap 6 aspek. Namun, tidak
seluruh kriteria harus terpenuhi. Apabila suatu bangunan berhasil
melaksanakan kriteria rating tersebut, maka mendapatkan
nilai dari kriteria tersebut. Jika jumlah semua nilai yang berhasil
dikumpulkan bangunan tersebut dalam melaksanakan rating tools tersebut mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi pada tingkat sertifikasi tertentu.
Apabila dalam
perkantoran telah melakukan poin pengelolaan sampah yang masuk dalam
aspek MRC dan BEM maka akan memperoleh total nilai 8 dari 117 atau
menghasilkan nilai 6,83% dari 100%. Namun, untuk mendapatkan peringkat bronze (salah satu tingkat sertifikasi Green Building)
harus mencapai minimal 35%. Oleh sebab itu, jika hanya fokus pada
pengelolaan sampah saja, maka masih diperlukan sekitar 28% dari tolok
ukur lainnya untuk menuju 35%. Dengan demikian, faktor sampah saja
sebenarnya belum cukup untuk dapat memperoleh penghargaan green building karena
penghargaan ini tidak hanya sebatas menilai dari segi sampah saja
karena seluruh prasyarat dalam 6 aspek harus terpenuhi terlebih dahulu
untuk dapat dikatakan eligible untuk proses selanjutnya.
Beberapa bangunan
di Indonesia yang telah memperoleh sertifikat GREENSHIP dengan peringkat
Platinum dari GBCI adalah Menara BCA di Grand Indonesia dan Gedung
Kantor Manajemen Pusat (KAMPUS) PT.Dahana (Persero). Dengan turut
berperan serta dalam upaya memperoleh sertifikat Green Building,
dengan demikian juga turut mendukung program pemerintah dalam
mengurangi emisi karbon pada tahun 2020. Selain itu, bangunan yang telah
bersertifikat ini mempunyai keuntungan jangka panjang yaitu pengurangan
biaya. Ketua Umum GBCI Naning S. A. Adiwoso mencontohkan beberapa
bangunan yang sudah dalam proses sertifikasi seperti gedung Kementerian
Pekerjaan Umum mampu menghemat energi hingga 38 %. Dengan adanya
penghematan energi yang mencapai angka sekitar 30%, maka nilai gedung
akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan gedung yang belum
bersertifikasi.
Namun, apabila
dilihat dari segi yang bertujuan untuk mengurangi sampah sejak dari
sumber, hal ini memiliki nilai yang sangat positif. Dimana menurut hasil
studi kasus pada salah satu perkantoran di wilayah Jakarta Pusat dengan
jumlah timbulan sampah sebesar 7 m3/hari, apabila terdapat
penerapan SOP untuk pengolahan sampah organik menjadi kompos sebesar 30%
dari sampah organik dan penerapan bank sampah sebesar 35% dari sampah
anorganik, maka akan terdapat pengurangan sampah sebesar 32,4% dari
sampah seluruhnya atau sebesar 2,3 m3 setiap harinya. Dengan
demikian, bila dibandingkan dengan jumlah seluruh sampah yang dapat
menghasilkan 175 candi dalam setahun, maka dengan adanya pengelolaan
sampah kantor maka dapat mengurangi jumlah sampah yang setara dengan
1,5% candi dalam setahun.
Contoh perhitungan ini baru berdasarkan pada
salah satu perkantoran di wilayah Jakarta Pusat. Apabila sebagian besar
perkantoran di Jakarta (±70 perkantoran) telah menerapkan sistem
pengelolaan sampah yang baik dan terpadu, maka dapat mengurangi volume
sampah yang setara dengan 1 candi dalam setahun. Dengan adanya
pengurangan jumlah sampah sejak dari sumber, maka jumlah sampah yang
dibuang ke TPST Bantargebang setiap harinya dapat berkurang pula. Jadi,
mari sejak dini kita mulai gerakan REDUCE, REUSE, dan RECYCLE dari lingkungan terdekat kita!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar