Mahalnya harga pupuk saat ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas dari para petani. Hal ini disebabkan pupuk urea menjadi komoditi utama yang sangat dibutuhkan petani di Indonesia dalam kegiatan sehari-harinya. Menurunnya produktivitas petani dapat dimengerti oleh karena sejak dinaikkannya harga BBM oleh Pemerintah tahun yang lalu telah menyebabkan daya beli masyarakat menurun sangat drastis. Hal ini sangat berpengaruh juga terhadap biaya kehidupan sehari-hari yang meningkat dengan tajam. Baik penduduk di perkotaan maupun para petani yang umumnya tinggal di pedesaan terpukul dengan kondisi ini.
Pemerintah memiliki alasan yang mengaitkan penyebab dinaikkannya harga BBM oleh karena harga minyak di Dunia mencapai rekor paling tinggi di abad ini, dan tercatat di akhir bulan April sebesar 75 US dollar per barrelnya.
Hal lain yang sangat membuat tambah terpuruknya kehidupan petani kita adalah rencana Pemerintah yang kan menaikkan harga pupuk urea dan sejenisnya dalam waktu dekat. Lagi-lagi alasan Pemerintah adalah karena harga gas alam (CH4) sebagai bahan baku utama pabrik pupuk naik dan kebutuhan untuk Indonesia baik untuk bahan baku pabrik pupuk dan kegiatan aktivitas lainnya juga cenderung naik. Hal ini juga mengakibatkan ditutupnya salah satu pabrik pengolahan pupuk Iskandar Muda yang berlokasi di Lhoksemawe, Aceh dihentikan kegiatannya akibat supply gas dari LNG setempat tidak cukup atau secara ekonomis tidak mencukupi untuk menggerakkan pabrik dengan kapasitas terpasang 200.000 Ton per tahunnya.
Kelangkaan pupuk bersubsidi untuk petani menjadi terganggu akibat banyaknya perusahaan perkebunan dan pabrik yang ada di negeri ini memanfaatkan pupuk sebagai peningkatan produktivitasnya, yah dengan demikian tak heran bila di banyak kota pada sentra-sentra pertanian terjadi kelangkaan pupuk.
Konsep pertanian yang dicanangkan oleh Departemen Pertanian adalah salah satu penyebab terjadinya kondisi yang rawan saat ini. Hal ini karena sejak awal petani kita hanya disuguhkan untuk pemakaian pupuk kimia yang diolah oleh pabrik dan mengesampingkan alternative lain, sebenarnya memiliki pengaruh yang tidak jauh beda dalam hal peningkatan ususr hara lahan pertanian, yaitu kompos.
Ditinjau dari segi biaya dan kemudahan bahan baku yang sangat banyak tersedia di sekitar pemukiman/perkampungan petani. Masalahnya saat ini perlu adanya kemauan dari semua pihak, baik itu dinas pertanian dan petani di desa-desa untuk mengkaji ulang motto yang mengatakan bahwa hanya dengan bantuan pupuk kimia (urea) lahan pertanian akan menjadi subur.
Berikut ini uraian tentang pembuatan kompos yang dapat digunakan sebagai panduan bagi petani sebagai alternatif pengganti pupuk urea.
Pembuatan kompos dimulai dengan pemisahan bahan baku dari bahan yang tidak diperlukan dalam proses pembuatannya. Bahan baku yang baik adalah bahan sisa pertanian, seperti jerami, daun-daunan lain yang banyak terdapat di sekitar ladang atau persawahan. Khusus untuk lingkungan perkotaan, sumber bahan utama berasal dari sampah organik dari perumahan atau pasar.
Selanjutnya dilakukan pencacahan atau pemotongan bahan menjadi bagian yang lebih kecil, misalnya daunan, kayu menjadi bagian yang lebih kecil. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan bakteri masuk ke seluruh bagian bahan dan O2 dari udara bebas masuk ke pori-pori bahan.
Bahan yang telah dicacah sesuai ukuran yang diinginkan, selanjutnya di taruh di gundukan semen atau tanah liat atau segitiga dari kayu/bamboo, berbentuk ellips yang membujur yang lajim disebut windrow. Tebal tumpukan dapat diatur dengan syarat bahwa udara dan sinar leluasa masuk ke dalam bagian tumpukan. Ukuran windrow yang lajim adalah 1,5 m tinggi, 1,75 m lebar dan panjang 2 – 4 m.
Disamping windrow dibuatkan saluran untuk mencegah genangan air bila hujan atau sewaktu-waktu dilakukan penyiraman secara berkala.
Penyiraman dilakukan untuk menjaga agar kelembaban nisbih dari bahan kompos antara 40-60 %.
Biarkan bahan sampai 2 hari, namun lakukan pembalikan minimal 2 kali dalam 1 hari agar semua bagian bahan merata pembusukannya dan juga jumlah oksigen yang masuk ke dalam tumpukan bahan. Lakukan pengecekan suhu pada hari ke dua dengan cara memasukkan thermometer ke dalam tumpukan. Bila temperature berada pada kisaran antara 45-65oC, hal itu menunjukkan bahwa bakteri pembusuk telah bekerja yang ditandai dengan kenaikan suhu bahan. Bila temperature berada di bawah kisaran di atas, kemungkinan besar bahwa bakteri banyak mati dan kandungan nitrogen (N) menurun. Bila terjadi kondisi demikian, secepatnya lakukan penambahan bahan yang mengandung nitrogen, seperti tumbuhan kacang-kacangan atau cairan ammoniak/ammonium.
Untuk pengukuran temperature dilakukan dengan cara menancaphan sepotong bambu atau kayu ke dalam tumpukan bahan, dan dilakukan pada berbagai tempat. Bila pembacaan temperature berbeda satu dengan lainnya, lakukan perhitungan rata-rata dengan cara menjumlahkan seluruh temperature dan dibagi dengan jumlah titik. Namun harus dicermati, bila terdapat satu lokasi dengan pembacaan temperature di bawah 45oC, lakukan penambahan nitrogen dengan membubuhkan larutan ammonium, dan bila di atas 65oC, lakukan penyiraman dengan air.
Selanjutnya untuk pengecekan kelembaban bahan, lakukan pengecekan secara visual ke dalam tumpukan bahan paling bawah. Ambil setumpuk bahan yang dimaksud dengan tangan digemgam, lakukan pemerasan. Bila hasil perasan tidak mengeluarkan air, berarti bahan relative kering, sedangkan bila hasil perasan mengeluarkan air, berarti bahan dengan kelembaban tinggi.
Untuk bahan yang relative lembab, lakukan pembalikan agar bahan cepat kering oleh sinar mata hari, sedangkan bila kering lakukan penyiraman secukupnya.
Kelembaban yang baik/optimal adalah sekitar 50-60%, yang ditandai dengan hasil perasan bahan mengeluarkan sedikit air.
Kompos yang baik memiliki pH netral, mendekati 7 dan kelembaban nisbih antara 35 sampai dengan 50%. Kandungan C/N antara 10/1 dan sampai 25/1. Kandungan organic antara 40 sampai 65%.
Kompos yang telah jadi dapat diketahui melalui pengecekan temperatur selama 3 hari setelah peletakan dalam windrow dengan perlakukan pengeringan dengan sinar dan penyiraman dengan air. Bila setelah temperatur stabil di sekitar 55oC, hal itu berarti proses pengomposan berjalan dengan baik. Namun bila terjadi penurunan atau peningkatan dari temperatur 55oC maka perlu perlakuan, pemanasan atau penyiraman.
1. Pemanasan dg mthari, temperature < 450 C
2. Penyiraman bila perlu
1. Pemanasan, temperatur 45 C
2. Penyiraman bila perlu
1. Pemanasan, temperature > 45C
2. Penyiraman bila perlu
Kompos yang telah jadi ditandai dengan kondisi:
a. Perubahan kondisi fisik dari kompos;
b. Warna seperti warna tanah, gelap keabu-abuan;
Kompos yang telah jadi dapat dicampurkan dengan unsur hara lainnya seperti zat yang mengandung phosphor (P) dan kalium (K) untuk menambah unsur hara di dalamnya sehingga dapat setara dengan pupuk yang diproduksi oleh pabrik pupuk urea. Selain itu untuk meningkatkan nilai jual atau memudahkan penyimpanannya dapat dirubah menjadi bentuk pallet dengan menggunakan mesin pallet.
Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Feldspar dengan bahan kimia: Aluminium Silikat dengan rumus kimia kompleks (Na, K, Ca) AlSi3Og; SiO2 dengan kandungan 90-94% feldspar dan 6...
-
BEKASI (Pos Kota) – Warga Kota Bekasi, Jawa Barat siap-siap daerahnya menjadi lautan sampah selama setahun ke depan. Ini bakal terjadi apabi...
-
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istila...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar