Entri Populer

Senin, 18 Juli 2011

Indocement Ganti Batu Bara Dengan Sampah Nambo

Sumber: http://tempointeraktif.com/ 14 Januari 2011

TEMPO Interaktif, Bandung -PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk., akan mengganti bahan bakarnya dari hasil pengolahan sampah milik PT Jasa Sarana. Bahan bakar alternatif itu sebagai pengganti batu bara.

Direktur Keuangan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., Christian Kartawijaya di Bandung, Jumat (14/1) mengatakan, hari ini kedua pihak meneken kerjasama dengan perusahaan daerah milik pemerintah Jawa Barat. ”Supaya kami bisa mempersiapkan studi kelayakan, bagaimana cara kerjasama dan pengeloalan sampah yang efisien,” kata Christian.

Kerjasama itu, bagian dari investasi perusahaan itu memakai teknologi CDM atau Clean Development Mechanism untuk mengurangi emisi karbon dalam produksi semennya. ”Indocement sudah punya fasilitas untuk membakar dan memanfaatkan pengolahan sampah tadi di pabrik kita, jadi kita bisa membuat Karbon Dioksida berkurang dengan cara sampah ini di convert supaya menjadi bahan bakar alternatif,” katanya.

Direktur Utama PT Jasa Sarana Soko Sandi Buwono memperkirakan studi kelayakan akan menelan biaya sekitar Rp 700 juta. Soal besarnya investasi termasuk pemilihan teknologi pemrosesan sampah itu akan dihitung lewat studi kelayakan itu. ”Kita sudah melakukan pertemuan 2-3 kali, persiapan untuk studi pendahuluan,” katanya.

Menurut Soko, hasil pembakaran sampah itu akan digunakan untuk memasok panas untuk Indocement. Adapun studi kelayakan dilakukan untuk menentukan teknologi yang digunakan. ”Ada yang jual panas, ada yang jual sampahnya, lagi dipilih yang tepat yang mana,” katanya.

Dia memperkirakan, pasokan sampah yang dibutuhkan untuk memasok panas untuk pabrik semen itu sekitar 3 ribu ton per hari. Sampah itu akan dikumpulkan dan diproses di lahan yang dipinjam-pakaikan Perhutani di Nambo, Kabupaten Bogor, seluas 100 hektare yang jaraknya hanya sekitar 3 kilometer dari pabrik semen Indocement di Cileungsi.

Gubernur Ahmad Heryawan mengatakan, fasilitas pemrosesan sampah regional di Nambo itu diperuntukkan untuk mengelola sampah asal Depok, Kota Bogor, dan Kabupaten Bogor. Namun DKI Jakarta, Heryawan, juga tertarik memanfaatkannya. ”Jakarta dengan kapasitas penduduk sangat padat, sampah sangat banyak, belum tertampung utuh, jadi selain di Bantargebang, kita juga sediakan tampungannya (di Nambo),” katanya selepas menghadiri penandatangan kerjasama itu.

Heryawan mengatakan, pembangunan fasilitas pemrosesan sampah itu mengunakan skema PPP atau Public Private Partnership. PT Indocement, lanjutnya, akan menjadi pengguna dari hasil pemrosesan sampah fasilitas Nambo nantinya. Kerjasama Indocement dan Jasa Sarana ini, lanjutnya, untuk memastikan teknologi yang dipilih bisa dimanfaatkan produsen semen itu. ”Indocement akan beli (hasil pengolahan sampah itu) secara bisnis,” katanya.

Hasil studi kelayakan yang ditargetkan rampung 6 bulan lagi, papar Heryawan, akan diserahkan pada pemerintah provinsi sebagai bahan untuk mengumummkan tender untuk mencari investor yang berminat menggarapnya fasilitas pemrosesan sampah itu. Dia mensyaratkan, siapa pun investor yang memenangkan itu, Jasa Sarana sebagai perusahan daerah milik Jawa Barat punya saham di sana.

Sebelumnya dua perusahaan itu meneken kerjsama hari ini, Indocement juga sudah meneken kerjasama dengan Gubernur Jawa Barat, Bupati Bogor, dan Cibinong Center untuk membangun jalan akses sepanjang 5,5 kilometer menuju bakal lokasi tempat pemrosesan sampah regional di Nambo, Kabupaten Bogor. Jalan akses yang dibangun itu panjangnya 5,5 kilometer.

Heryawan mengatakan, jalan akses menuju Nambo akan dibangun tahun ini. Kabupaten Bogor dan Indocement kebagian tugas membebaskan lahan jalan akses itu. Indocement sendiri menggelontorkan Rp 153 miliar untuk pembebasan lahan itu. Sementara, pemerintah provinsi menggelontorkan Rp 50 miliar untuk membangun jalan akses itu. ”Biayanya cukup besar karena harus membangun jembatan sepanjang 30 meter, lebar jalannya sendiri 14 meter,” katanya.

AHMAD FIKRI

TPPAS Regional Nambo Beroperasi 2012

Republika, 29 Desember 2010

Sumber: http://www.bataviase.co.id/node/511467

BOGOR – Tempat Pengolahan dan Pern-proses Akhir Sampah (TPPAS) Regional Nambo di Kabupaten Bogor akan mulai beroperasi pada 2012. Hal ini diutarakan Kepala Seksi (Kasi) Pengolahan Sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor, Samsul Komar, kepada Republika saat ditemui di Kompleks Pemda Kabupaten Bogor, Cibinong, Selasa (28/11).

Menurutnya, kini pembangunan konstruksi TPPAS tahap dua sedang direalisasikan. Pembangunan dilakukan di lahan seluas empat hektare dengan anggaran mencapai Rp 6 miliar. “Setelah konstruksi tahap dua selesai, di 2011 dilakukan pembangunan kolam licin (penampung dan pengolah air sampah), serta menyempurnakan konstruksi akan kami lakukan. Insya Allah dua tahun lagi secara bertahap TPPAS Nambo bisa dioperasikan,” ungkapnya.

Tempat pembuangan sampah ini di atas lahan seluas hampir 100 hektare di Desa Namboo dan Desa Lulut Kecamatan Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor. Pembangunan konstruksi tahap pertama telah dilakukan pada 2009 lalu di lahan seluas 1,4 hektare dengan anggaran Rp 2,1 miliar.

Rencananya, TPPAS Nambo tak hanya menjadi tempat akhir sampah asal Kabupaten Bogor, tapi juga Kota Bogor dan Kota Depok. Pasalnya, dua tempat penampungan akhir (TPA) sampah di Bogor dan Depok, yakni TPA Galuga di Cibubulak, Kabupaten Bogor dan TPA Cipayung, di Depok, sudah tak mampu lagi menampung sampah yang ada.

TPA Galuga misalnya, hanya bisa memuat 552 ton sampah per hari dari Kabupaten dan Kota Bogor. Padahal dari data 2009, timbunan sampah yang ada di dua wilayah ini mencapai 1.361 ton per hari dengan estimasi sampah Kabupaten Bogor sebanyak 904 ton per hari dan Kota Bogor 457 ton per hari. Hal yang sama juga terjadi di Depok. TPA Cipayung hanya bisa menampung sampah 159 ton per hari. Padahal, sampah wilayah tersebut mencapai 759 ton per hari.

“Belum lagi beberapa masalah sosial muncul dari warga karena letak keduanya yang dekat dengan permukiman. Karenanya, TPPAS Nambo yang memiliki lahan luas dan jauh dari pemukiman diharapkan bisa menjadi solusi,” katanya.

Ia pun mengatakan, TPPAS Nambo juga terkait dengan aplikasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 200 tentang Pengelolaan Sampah, di mana pemerintah daerah harus membuat suatu area pembuangan sampah, yang tak hanya menjadi penampungan akhir saja, tapi juga tempat pengolahan sampah.

Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bogor, Eko Saiful Rohman, meminta pem-bangunan Nambo jangan molor. Pembangunan TPPAS ini harus selesai tepat waktu karena fungsinya yang sangat signifikan.

“Tempat pembuangan sampah ini merupakan solusi bagi sampah di kabupaten dan kota lainnya, seperti Bogor dan Depok. Jangan sampai nantinya ada sampah yang menumpuk di beberapa titik hanya karena TPA yang ada sudah tidak bisa menampung,” jelasnya.

Selain itu, permasalahan pembebasan lahan warga juga harus segera diselesaikan. Pasalnya, sejumlah warga di dua desa yang terkena proyek mengaku belum mendapat ganti rugi tanah. c21 ed maghfiroh yenny