Entri Populer

Rabu, 26 September 2012

Lelang Tempat Pengelolaan Sampah Dibatalkan

JAKARTA (Pos Kota) – Lelang tempat pengolahan sampah terpadu dalam kota Intermediate Treatment Facilities (ITF) Sunter, Jakarta Utara, batal digelar. Hal ini lantaran ketiga perusahaan peserta lelang belum memenuhi syarat administrasi yang ditentukan.

Syaratnya adalah belum menyerahkan bank statement (pernyataan bank) yang menjamin dana dalam rekening ketiga perusahaan tersebut merupakan milik sendiri dan bukan dana titipan.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Eko Bharuna, mengatakan seharusnya lelang tersebut digelar pada Jumat (7/9) di Balaikota. “Karena ketiga perusahaan tersebut belum memenuhi persyaratan administrasi paling penting yaitu bank statement, maka kami berikan kesempatan kepada untuk mendapatkannya. Untuk itu, kita batalkan pelaksanaan lelang hari ini,” kata Eko.

Pembatalan dilakukan, menurut Eko, merupakan langkah terbaik yang harus dilakukan. Pasalnya, Dinas Kebersihan tidak ingin proyek pembangunan ITF Sunter terhenti ditengah jalan karena perusahaan pemenang lelang investasi ternyata tidak mempunyai dana cukup untuk membangun ITF tersebut.
“Ini kan bukan lelang proyek biasa yang dananya dari APBD DKI, karena uangnya sudah disediakan Pemprov DKI. Tetapi ini lelang investasi, dana investasinya berasal murni dari investor. Jadi investor harus punya dana khusus untuk ITF. Nah kita tidak mau kalau hari ini ada uangnya, tetapi pas sudah menang lelang, dana di bank langsung menghilang. Lalu mandeg, berhenti dan mangkrak,” ujarnya.

BATAS WAKTU
Eko sudah mengetahui ketiga perusahaan tersebut memiliki dana investasi sebesar 30 persen dari total dana investasi ITF Sunter sebesar Rp1,3 triliun. Namun, ketiganya belum memiliki surat keterangan dari bank bahwa dana itu miliknya.
“Supaya lelang ini berjalan fair, jadi kita berikan waktu ketiga perusahaan ini untuk melengkapinya. Kami belum bisa menentukan batas waktunya kapan penyerahan bank statement. Kita harus diyakinkan ketiga perusahaan ini punya dana investasi itu,” tuturnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, salah satu rekomendasi DPRD DKI adalah perusahaan yang mengikuti lelang harus memiliki modal 30 persen dari total investasi Rp1,3 trilliun. Saat ini, ada tiga perusahaan yang lolos prakualifikasi akan mengikuti proses yang akan dilangsungkan di Balaikota DKI.
Ketiga perusahaan tersebut yaitu PT Phoenix Pembangunan Indonesia (kerjasama dengan Singapura), PT Jakarta Green Initiatives (kerjasama dengan Jepang), dan PT Wira Gulfindo Sarana (kerjasama dengan India).(guruh)

Beauty Contest ITF Sunter Disorot LSM & DPRD DKI oleh Wahyu PP

INILAH.COM, Jakarta - Proses pembangunan pengolahan sampah terpadu, Intermediate Treatment Facilities (ITF) Sunter, Jakarta Utara, memasuki babak baru. Tiga perusahaan yang lolos prakualifikasi akan mengikuti proses beauty contest yang akan dilangsungkan di Balaikota DKI Jakarta.

Namun dari informasi dan hasil investigasi Jakarta Procurement Monitoring (JPM) dan DPRD DKI Jakarta, ketiga perusahaan asing yang bekerjasama dengan perusahaan lokal itu tidak memiliki modal hingga Rp 390 miliar atau 30 persen dari nilai proyek senilai Rp 1,3 triliun, sesuai rekomendasi DPRD DKI Jakarta.

Ketua JPM Ivan Parapat menjelaskan, berdasarkan poin keempat rekomendasi DPRD DKI kepada Gubernur DKI disebutkan, perusahaan yang mengikuti beauty contest diwajibkan memiliki kecukupan modal sebesar 30 persen dari besaran investasi yang dihitung oleh Dinas Kebersihan DKI dalam bentuk kas.

"Artinya, rekening sejumlah itu harus atas nama perusahaan tersebut yang berada di bank lokal atau bank asing yang berkantor di Indonesia. Dan dana itu harus berada di dalam rekening perusahaan peserta lelang sampai masa lelang berakhir," kata Ivan di Jakarta, Kamis (6/9/2012).

Namun sayangnya, dari informasi dan hasil investigasi JPM, terindikasi ketiga perusahaan yang telah lolos prakualifikasi itu tidak menyertakan dana atau kecukupan modal seperti yang diamanatkan dalam rekomendasi DPRD DKI.

Atas dasar itulah, kata Ivan, JPM meminta Gubernur Fauzi Bowo untuk melakukan pengecekan langsung persyaratan administrasi ketiga perusahaan itu, agar proses pelelangan ITF Sunter tidak cacat hukum. Pasalnya, proyek sampah modern ini merupakan barometer pengolahan sampah di Indonesia.

Sekedar diketahui, ketiga perusahaan yang berhak mengikuti beauty cintes adalah, PT Phoenix Pembangunan Indonesia (kerjasama dengan Singapura), PT Jakarta Green Initiatives (kerjasama dengan Jepang), dan PT Wira Gulfindo Sarana (kerjasama dengan India).

Dihubungi terpisah, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI M Sanusi juga menduga ketiga perusahaan itu tidak memiliki kecukupan modal sebesar Rp 390 miliar. "Untuk memastikan apakah ketiga perusahaan itu bonafid atau abal-abal, besok (hari ini-red), Pansus ITF Sunter akan memanggil Panitia Lelang Dinas Kebersihan," paparnya.

Sanusi mengharapkan beauty contest yang akan dilakukan betul-betul transparan dan akuntabel. "Jangan sampai proyek ITF Sunter cuma main-main. Apalagi setelah beauty contest, rencananya panitia lelang akan terbang ke Jepang, Singapura, dan India dengan menggunakan APBD DKI untuk meninjau langsung," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna mengatakan, ketiga perusahaan yang lolos harus mempunyai modal 30 persen. "Syarat ini sudah kita sepakati bersama Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dan anggota dewan,” tuturnya.

Pemprov DKI akan membayar biaya pengolahan sampah sekira Rp400.000 per ton. "Itu harga maksimal, karena kita pakai teknologi medium, di sejumlah negara lain, yang teknologi lebih tinggi, ada yang mencapai Rp1 juta per ton, itulah mengapa kita buka lelang dengan peserta dari luar negeri yang sudah berpengalaman dengan teknologi ITF ini, bukan perusahaan sembarangan,” tegas Eko.[bay]

Selasa, 18 September 2012

Rahasia Agar Artikel Dimuat KOMPAS oleh Tony D

Artikel, merupakan pergulatan pemikiran dari seorang ahli atas masalah yang sedang berkembang di masyarakat. Harian KOMPAS, merasa perlu menyediakan ruang tersendiri guna menampung pergulatan pemikiran yang muncul di masyarakat, dan diharapkan bisa berdampak bagi yang lain. Maka, KOMPAS, menempatkan artikel sebagai intellectual exercise (asah intelektual). Rubrik artikel KOMPAS, bukan dimaksudkan untuk mencari nama, pun bukan dimaksudkan untuk (maaf) mencari uang. Maka artikel yang dimuat harian KOMPAS, diharapkan ditulis oleh ahlinya. Untuk itu, kepada para penulis, diharapkan juga mengirimkan riwayat hidup dan keahlian atau kompetensinya. Dengan demikian, KOMPAS bisa melihat dengan jelas, kompetensi seseorang ketika menuliskan artikelnya.

 TEMA
(1)Pertama-tama, temukan yang akan ditulis. Amat diharapkan tema yang akan diulas terkait dengan kompetensi yang dimiliki penulis. Perumusan masalah atau tema (sebelum mengetik) itu penting. Dari perumusan tema atau masalah itu, akan kehilatan rangkaian gagasan yang tertuang dalam judul serta kalimat-kalimat pada alinea awal. Amat diharapkan tema berkait dengan masalah yang sedang menjadi pembicaraan hangat di masyarakat.
(2)Referensi: Referensi amat diperlukan guna mendukung tema yang akan diluncurkan.
(3)Bahasa: gunakanlah bahasa yang sederhana dan logis. Sedapat mungkin hindari pemakaian bahasa Inggris yang terlalu banyak.

PENULISAN

(1)Bagaimana memasukkan/merangkum referensi yang ada ke dalam tulisan, dan bagaimana meramunya. Jangan sampai ide terasa melompat-lompat.
(2)Dalam menulis, gunakankaidah-kaidah bahasa Indonesia yang benar, termasuk istilah-istilah, idiom, pemakaian bahasa asing dan sebagainya.
 
BACA KEMBALI
Seusai menulis artikel, baca kembali isi seluruh artikel, baru dikirim. Pembacaan ulang itu penting, guna menghindari loncatan gagasan, menemukan kalimat yang tidak ”jalan/nyambung”.
Apakah penggunaan bahasa asing sudah ditulis dengan benar?
 
KRITERIA UMUM ARTIKEL KOMPAS
(1)Artikel harus asli, bukan plagiasi, bukan saduran, bukan terjemahan, bukan sekadar kompilasi, pun bukan sekadar rangkuman pendapat/buku orang lain. Apabila sebuah artikel terbukti merupakan plagiasi, maka penulis bersangkutan akan ”di black-list” paling cepat satu tahun.
(2)Belum pernah dimuat di media atau penerbitan lain. Selain itu, artikel yang sama, dalam waktu bersamaan dikirim ke media atau penerbit lain. Kasus ini sering terjadi. Penulis mengirim artikel yang sama ke media lain. Ada semacam ”kebanggaan” bila artikel yang sama dari penulis yang sama bisa dimuat di banyak media. Tetapi bagi KOMPAS yang menilai artikel sebagai bagian dari intellectual exercises, cara-cara seperti itu tidak bisa dibenarkan. Kepada mereka, KOMPAS akan memberi ”hadiah” grounded selama tiga bulan, enam bulan, sembilan bulan, setahun, atau selamanya.

(3)Topik yang diuraikan atau dibahas merupakan sesuatu yang aktual, relevan, dan sedang menjadi pembicaraan hangat di masyarakat.

(4)Substansi yang dibahas menyangkut kepentingan umum, bukan kepentingan komunitas tertentu. Hal ini dilandasi pengertian umum, Harian KOMPAS adalah media umum, bukan koran partai, bukan majalah vak atau jurnal dari disiplin ilmu tertentu.

(5)Artikel mengandung hal baru yang belum pernah dikemukakan penulis lain, baik informasi, pandangan, pencerahan, pendekatan, saran, maupun solusinya.

(6)Uraian yang disajikan bisa membuka pemahaman atau pemaknaan baru maupun inspirasi atas suatu masalah atau fenomena yang berkembang di masyarakat.

(7)Artikel tidak boleh ditulis berdua atau lebih. Mengapa? Jangan sampai penulis yang satu menjadi lokomotif bagi penulis yang lain.

(8)Penyajian artikel menggunakan bahasa populer/luwes, mudah dipahami pembaca yang heterogen dengan latar belakang pendidikan beragam.

(9)Penyajian artikel tidak berkepanjangan. Panjang tulisan untuk:
ARTIKEL A, panjang 5.000-5.300 character with space (sekitar 700 kata)
ARTIKEL B, panjang 4.500-5000 character with space (sekitar 600 kata)
ARTIKEL C, panjang 4.000-4.500 character with space (sekitar 500 kata)

Mengapa artikel ditolak?
(1)Artikel ditolak bila topik atau tema yang disajikan tidak aktual.
(2)Artikel ditolak bila penyajiannya berkepanjangan (melebihi ketentuan)
(3)Artikel ditolak bila cakupan bahasan terlalu mikro atau lokal.
(4)Artikel ditolak bila konteks yang disajikan kurang jelas.
(5)Artikel ditolak bila bahasa yang digunakan ”terlalu tinggi”, terlalu ilmiah, terlalu akademis, kurang populer dan sulit ditangkap masyarakat umum.
(6)Artikel ditolak bila uraiannya terlalu sumir.
(7)Artikel ditolak bila penyajian dan gaya tulisannya seperti menulis pidato, menulis makalah, atau menulis kuliah.
(8)Artikel ditolak bila sumber kutipan yang diambil, kurang jelas.
(9)Artikel ditolak bila terlalu banyak kutipan, sehingga artikel hanya berisi kumpulan kutipan dan tidak memunculkan pendapatnya sendiri.
(10)Artikel ditolak bila alur uraian tidak runut, ide meloncat-loncat
 
PENGIRIMAN ARTIKEL
Pengiriman artikel bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Namun yang amat penting adalah, para penulis pemula hendaknya menyertakan riwayat hidup berikut latar belakang pendidikannya, ketika mengirimkan artikelnya.

Pengiriman artikel bisa dilakukan melalui:
(1)Melalui pos
(2)Melalui faksimile (021-5486085 atau 021-5483581)
(3)Melalui e-mail ke opini@kompas.com atau opini@kompas.co.id

Meski demikian, kami lebih suka menerima kiriman artikel melalui e-mail. Alasannya sederhana saja. Bila artikel dikirim melalui pos atau faksimile (berbentuk hard copy), kami harus menulis ulang agar bisa disesuaikan dengan sistem komputer yang ada pada kami. Karena ada keharusan mengetik ulang, maka terbuka kemungkinan terjadinya salah ketik, atau loncatan-loncatan dalam pembacaan selama pengetikan

Sabtu, 01 September 2012

Pengelolaan Sampah Perkantoran dalam Kaitannya dengan Green Building by Maria WA

Apakah kalian tahu apabila sampah yang dihasilkan dan dibiarkan warga Jakarta menumpuk selama 2 hari maka akan sama dengan 1 Candi Borobudur? Dan bila dibiarkan selama 1 tahun akan sama dengan 175 candi? Apakah kalian tahu bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menobatkan Indonesia sebagai negara terkotor di dunia di urutan ketiga setelah China dan India? Penilaian WHO dilihat dari bagaimana intensi masyarakat di sebuah negara menjunjung tinggi kebersihan dan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari (Kompasiana, 2012). 

Kemudian berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta (2008), sampah yang dihasilkan per harinya mencapai 27.966 m3/hari. Dimana, sekitar 25.925 m3 sampah diangkut oleh truk sampah untuk dibawa ke TPST Bantargebang dan yang tidak terangkut menjadi masalah yang masih menunggu untuk segera diatasi. Sampai kini, Jakarta masih sangat bergantung terhadap satu-satunya TPST di Bantargebang. Sehingga jika dihitung dengan jumlah penduduk DKI Jakarta saat ini, sampah di Jakarta yang dihasilkan dan dibiarkan menumpuk selama 2 hari maka akan sama dengan 1 Candi Borobudur (volume 55.000 m3). Maka, dalam setahun akan diperoleh 175 buah Candi Borobudur yang merupakan tumpukan sampah yang tidak dikelola dan diolah. 

Kawasan pemukiman di DKI Jakarta sebagian besar telah memiliki Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebagai tempat pemilahan yang berada di masing-masing kawasan. Berikut merupakan diagram alir sampah pemukiman. Dimana, sebagian besar sampah yang masuk ke TPST Bantargebang merupakan sampah campuran yang tidak dapat dimanfaatkan dan diolah kembali.
134642272610144117Gambar 1. Diagram Alir Sampah Pemukiman
1346422852934857629
Gambar 2. (a) sampah organik yang dikompos (b) sampah anorganik yang dikirim ke bank sampah/lapak
(c) sampah campuran yang diangkut ke TPST Bantargebang

Sedangkan berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta (2005) untuk kawasan perkantoran di DKI Jakarta yang merupakan penghasil sampah terbesar kedua (27,35%) setelah pemukiman (52,97%), sebagian besar sudah memiliki fasilitas pemilahan sampah, namun dalam pelaksanaannya belum terdapat kegiatan pemilahan sampah secara terpadu yang diterapkan di dalamnya. Sebagian besar sampah tersebut langsung diangkut ke TPST Bantargebang. Hanya beberapa jenis sampah, seperti sampah plastik atau kardus yang dipisahkan oleh petugas kebersihan untuk dijual kembali ke tempat pengumpul yang ada di sekitar kawasan tersebut.

Dengan demikian, diperlukan suatu upaya pengurangan timbulan sampah di sumber sehingga jumlah timbulan sampah yang diangkut ke TPST Bantargebang dapat berkurang. Kawasan pemukiman telah memiliki sistem pengelolaan sampah yang lebih baik dibandingkan dengan perkantoran yang merupakan kawasan komersial. Oleh sebab itu, kawasan perkantoran yang merupakan penghasil sampah terbesar kedua memerlukan perhatian khusus dalam sistem pengelolaannya. Sebenarnya pengelolaan sampah kantor lebih mudah dibandingkan sampah pemukiman. Apabila pengguna gedung telah dibekali dengan konsep reduce, reuse, dan recycle serta diberikan fasilitas yang memadai, seperti poster, pelatihan, serta tempat sampah yang terpisah antara organik, anorganik, dan B3, serta diberikan insentif lebih kepada para pengguna gedung, maka pengelolaan sampah kantor dapat dijalankan dengan mudah dibandingkan dengan pemukiman dimana para penduduknya tidak terikat satu dengan yang lainnya.

Selain itu, menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dalam pasal 13 tertera bahwa pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah. Kemudian saat ini  terdapat sebuah lembaga mandiri dan nirlaba yang berkomitmen penuh dalam melakukan tranformasi mengenai bangunan hijau Indonesia. Lembaga tersebut adalah Green Building Council Indonesia (GBCI).
GBCI berperan sebagai salah satu agent of change atau penggerak konsep green building di Indonesia dengan cara penyusunan manual GREENSHIP yang secara sukarela diterapkan di Indonesia sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. GBCI bersama-sama dengan pemerintah dan lembaga lainnya berusaha meningkatkan pergerakan green building. GREENSHIP adalah sistem penilaian yang digunakan sebagai alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, arsitek, teknisi mekanikal elektrik, desain interior, teknisi bangunan, arsitek lansekap, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum dan pengguna bangunan. Masing-masing aspek terdiri atas beberapa rating yang mengandung kredit dengan muatan nilai tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian.  

Aspek-aspek tersebut meliputi Tepat Guna lahan (Appropriate Site Development/ASD), Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation/EEC), Konservasi Air (Water Conservation/WAC), Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/MRC), Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan (Indoor Air Health and Comfort/IHC), dan Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management/BEM). Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap 6 aspek. Namun, tidak seluruh kriteria harus terpenuhi. Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan kriteria rating tersebut, maka mendapatkan nilai dari kriteria tersebut. Jika jumlah semua nilai yang berhasil dikumpulkan bangunan tersebut dalam melaksanakan rating tools tersebut mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi pada tingkat sertifikasi tertentu.

Apabila dalam perkantoran telah melakukan poin pengelolaan sampah yang masuk dalam aspek MRC dan BEM maka akan memperoleh total nilai 8 dari 117 atau menghasilkan nilai 6,83% dari 100%. Namun, untuk mendapatkan peringkat bronze (salah satu tingkat sertifikasi Green Building) harus mencapai minimal 35%. Oleh sebab itu, jika hanya fokus pada pengelolaan sampah saja, maka masih diperlukan sekitar 28% dari tolok ukur lainnya untuk menuju 35%. Dengan demikian, faktor sampah saja sebenarnya belum cukup untuk dapat memperoleh penghargaan green building karena penghargaan ini tidak hanya sebatas menilai dari segi sampah saja karena seluruh prasyarat dalam 6 aspek harus terpenuhi terlebih dahulu untuk dapat dikatakan eligible untuk proses selanjutnya.

Beberapa bangunan di Indonesia yang telah memperoleh sertifikat GREENSHIP dengan peringkat Platinum dari GBCI adalah Menara BCA di Grand Indonesia dan Gedung Kantor Manajemen Pusat (KAMPUS) PT.Dahana (Persero). Dengan turut berperan serta dalam upaya memperoleh sertifikat Green Building, dengan demikian juga turut mendukung program pemerintah dalam mengurangi emisi karbon pada tahun 2020. Selain itu, bangunan yang telah bersertifikat ini mempunyai keuntungan jangka panjang yaitu pengurangan biaya. Ketua Umum GBCI Naning S. A. Adiwoso mencontohkan beberapa bangunan yang sudah dalam proses sertifikasi seperti gedung Kementerian Pekerjaan Umum mampu menghemat energi hingga 38 %. Dengan adanya penghematan energi yang mencapai angka sekitar 30%, maka nilai gedung akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan gedung yang belum bersertifikasi.

Namun, apabila dilihat dari segi yang bertujuan untuk mengurangi sampah sejak dari sumber, hal ini memiliki nilai yang sangat positif. Dimana menurut hasil studi kasus pada salah satu perkantoran di wilayah Jakarta Pusat dengan jumlah timbulan sampah sebesar 7 m3/hari, apabila terdapat penerapan SOP untuk pengolahan sampah organik menjadi kompos sebesar 30% dari sampah organik dan penerapan bank sampah sebesar 35% dari sampah anorganik, maka akan terdapat pengurangan sampah sebesar 32,4% dari sampah seluruhnya atau sebesar 2,3 m3 setiap harinya. Dengan demikian, bila dibandingkan dengan jumlah seluruh sampah yang dapat menghasilkan 175 candi dalam setahun, maka dengan adanya pengelolaan sampah kantor maka dapat mengurangi jumlah sampah yang setara dengan 1,5% candi dalam setahun. 

Contoh perhitungan ini baru berdasarkan pada salah satu perkantoran di wilayah Jakarta Pusat. Apabila sebagian besar perkantoran di Jakarta (±70 perkantoran) telah menerapkan sistem pengelolaan sampah yang baik dan terpadu, maka dapat mengurangi volume sampah yang setara dengan 1 candi dalam setahun. Dengan adanya pengurangan jumlah sampah sejak dari sumber, maka jumlah sampah yang dibuang ke TPST Bantargebang setiap harinya dapat berkurang pula. Jadi, mari sejak dini kita mulai gerakan REDUCE, REUSE, dan RECYCLE dari lingkungan terdekat kita!