Entri Populer

Minggu, 11 Desember 2011

Upaya Bandung lepas dari timbunan sampah Oleh Dinda Wulandari & Irvan Christianto October 01, 2011 09:19

RAKYAT MERDEKA ONLINE: Sampah menjadi masalah yang tak habis untuk dikupas bagi sebuah kota. Setiap hari kita, warga Kota Bandung menghasilkan sampah dari kegiatan yang kita jalani. Perjalanan sampah-sampah itu tentu saja tidak berakhir di tong sampah yang ada di tempat kerja atau rumahmu. Mereka akan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) yang letaknya jauh dari pusat kota. Setiap orang di Kota Bandung berkontribusi menghasilkan sampah sebanyak 3 liter per hari. Angka ini didapat dari hasil penelitian PD Kebersihan Kota Bandung dengan LIPPI tahun 1994. Jika dikalikan jumlah penduduk Kota Bandung yang saat ini berjumlah kurang lebih 2,5 juta jiwa. Maka, diprediksi setiap harinya penduduk kota kembang ini memiliki sampah sebesar 7.500 meter kubik per hari atau sekitar 1.800 ton. "Dari 6 kelompok sumber sampah yang paling banyak itu adalah rumah tinggal/pemukiman. Setiap hari volume sampahnya mencapai 4.951 meter kubik," kata Cece H Iskandar, Kepala PD Kebersihan Kota Bandung. Untuk mengangkut sampah di 30 kecamatan yang ada di Kota Bandung, PD Kebersihan mengerahkan 106 armada truk sampah setiap harinya. Namun, jumlah ini dinilai kurang maksimal untuk mengantar perjalanan sampah dari TPS (tempat pembuangan sementara) ke tempat terakhirnya. "Bayangkan saja, jarak tempuh dari Bandung ke TPA Sarimukti itu bisa mencapai 45 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 3-4 jam. Rata-rata,satu truk hanya melakukan satu kali perjalanan dalam sehari," ungkap Cece. Kota Bandung, sebenarnya, tidak memiliki lahan TPA. Sampai hari ini, pemerintah kota Bandung masih menumpang menimbun sampah di TPA Sarimukti yang lahannya dikelola Pemerintah Provinsi Jabar. Di lahan seluas sekitar 25 hektare itu, sampah asal kota Bandung harus berbagi tempat dengan sampah asal dua daerah lainnya, yaitu Kab. Bandung Barat dan Kab.Cimahi. "Dari 1.800 ton sampah asal Bandung per hari nya, paling Cuma 1.000-1.500 yang berakhir di TPA. Sisanya, bisa dibuang penduduk ke sungai, dibakar, atau mereka kelola sendiri," katanya. Selain terkendala jumlah armada pengangkutan sampah yang terbatas dan minimnya lahan TPA, pengelolaan sampah di kota ini masih menyimpan banyak lagi masalah. Cece mengaku besaran tarif yang dikenakan kepada masyarakat dan pengelola bangunan komersil masih terlalu rendah. Dia mencontohkan untuk kategori komersial, pelaku usaha hanya dikenakan Rp15.000 per meter kubik. "Idealnya biaya pengangkutan itu Rp40.000 per meter kubik. Pendapatan PD.Kebersihan dari jasa kebersihan ini hanya Rp14 miliar per tahun," ujarnya. Kesadaran masyarakat untuk memilah sampah ke dalam kategori organik dan anorganik pun dinilai masih rendah. Padahal, sikap ini sangat membantu proses pengolahan sampah di Kota Bandung agar lebih efektif dan efisien. Pengolahan sampah yang selalu menjadi masalah yang terus bergulir di Kota Bandung, bahkan ancamannya semakin nyata dengan produksi sampah yang terus meningkat. Sadar akan persoalan itu, pemda setempat menggagas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Gedebage dengan nilai proyek sekitar Rp600 miliar. Namun permasalahan baru yang timbul adalah pembangunan hingga saat ini proyek pembangunan PLTSa Gedebage itu belum juga menemui titik terang sejak rencananya digulirkan pada 2007. Padahal diperkirakan, umur pakai TPA Sarimukti yang menjadi satu-satunya tempat terakhir sampah Kota Bandung, hanya bertahan sampai 2012. Pemrov Jabar rencananya akan membangun TPA Regional baru di Legok Nangka, Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung, dan TPA Leuwi Gajah. "Pemerintah sudah melakukan pembebasan lahan seluas 63 Ha. TPA ini juga akan dipakai bersama daerah lainnya, tidak hanya Bandung," katanya. Mengutip data dari Pemkot Bandung, nantinya jika PLTSa Gedebage sudah dirampungkan dan beroperasi akan mengolah sampah dengan beberapa mekanisme kerja a.l. pemilahan sampah, pembakaran sampah, pemanfaatan panas, dan pemanfaatan abu sisa pembakaran. (faa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar