Entri Populer

Jumat, 12 Agustus 2011

SI PUTIH CANTIK, MEMPESONA DI DESA LOBUGALA, PANGARIBUAN KAPAN REALISASI PENAMBANGANNYA


Feldspar dengan bahan kimia: Aluminium Silikat dengan rumus kimia kompleks (Na, K, Ca) AlSi3Og; SiO2 dengan kandungan 90-94% feldspar dan 6-10% kandungan silika merupakan bahan baku utama pembuatan keramik dan perlatan dapur, rumah dan lain sebagainya. Saat ini banyak perlengkapan rumah tangga yang terbuat dari bahan sejenis, mengingat bahan ini lebih ramah lingkungan karena berasal dari alam dan mudah untuk dikembalikan ke lingkungan tanpa mengakibatkan dampak/efek terhadap lingkungan.



Gbr1 : Salah Satu Pabrik Pengolahan Feldspar milik PT. Zemex Corporation di Spruce Pink USA

Bahan tambang ini banyak terdapat di Desa Lobugala, Kecamatan Pangaribuan, Tapanuli Utara. Brdasarkan hasil penelitian oleh PT Aneka Tambang (Tbk) tahun 1982 lalu, cadangan feldspar yang ada di Desa Lobugala dapat ditambang dalam jangka lebih dari 25 tahun. Dan lagi berdasarkan riset tersebut, di dalam perut bukit (dolok Tusam), terdapat cadangan mika. Mika merupakan bahan yang terbuat dari alam dan banyak digunakan untuk cosmetic, isolator listrik dan berbagai komponen electronic lainnya.
Menurut informasi dari Sub Dinas Direktorat Bahan mineral Departemen Perindustrian, terdapat 2 lokasi cadangan feldspar ditinjau dari segi kualitas dan

Gbr2 : Berbagai Produk Hasil Olahan Pabrik Feldspar

kuantitas
Penemuan bahan tambang ini dimulai pada awal tahun 80-an, dimana era pemerintahan Presiden Suharto dalam keadaan jayanya, dan saat itu Propinsi Sumatera Utara terkenal dengan semboyan : Martabe (Masipature hutana be). Semboyan ini sengaja dikumandangkan untuk menggugah anak rantau dari Tapanuli untuk berpartisipasi membangun kampung halamannya. Semboyan ini kelihatannya cukup menggugah masyarakat rantau yang ada di P Jawa untuk melakukan terobosan bagimana untuk menjawab tantangan yang dikeluarkan oleh Pemda Sumut kala itu; namun mengingat infrastruktur yang sangat terbatas dan system centralisasi yang kental semua serba terpusat, sehingga hasil yang diharapkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kitannya dengan kegiatan penambangan yang telah dilakukan oleh para investor di Desa Lobugala, sehubungan adanya semboyan Martabe, PT. Nic Mikindo bekerjasama dengan PT Aneka Tambang, telah melakukan penelitian terhadap lokasi yang dianggap memiliki potensi penambangan, khususnya di daerah Kecamatan Pangaribuan. Berdasarkan pada hasil kajian singkat yang dilakukan oleh peneliti dari Aneka Tambang, ditemukan bahwa pusat tambang berada di Desa Lobugala, Kecamatan Pangaribuan yang berada sekitar 60 Km sebelah Selatan kota Tarutung.

Berdasarkan dukungan dari Pemerintah Pusat, kala itu Sesdalohbang Bapak Solihin GP, Gubernur Sumut dan Bupati Tapanuli Utara, PT Nic Mikindo yang bermarkas di Pangaribuan telah melakukan ujicoba penggilingan bongkahan batu feldspar di daerah Pandumaan. Lokasi ini dipilih karena dekat dengan sungai Bila. Perusahaan yang dikomandoi oleh Bapak Hutabarat dan M Pakpahan, telah mendapat pesanan dari salah satu user feldspar di Taiwan sebanyak 3.000 Ton per bulan. Apa mau dikata, secara konsep volume ini dapat dicapai, namun akibat kekurangan modal dan salah urus , penambangan dengan mengandalkan tenaga manusia dan sedikit bantuan mekanis kandas di tengah jalan. Akibatnya patner tempat penjualan di luar negeri menarik diri dari kerjasama.

Berselang lama, hampir puluhan tahun di awal tahun 90-an, sebuah perusahaan pabrik semen besar di Inggris berminat untuk mendirikan pabrik didekat lokasi penambangan, yaitu di Desa Lobugala. Patner kerja di Indonesia telah ditunjuk saat itu adalah Bapak R Simbolon. Bapak R Simbolon telah melakukan pendekatan terhadap tua-tua di Desa Lobugala untuk mendapatkan restu pengelolaan untuk mendukung ijin prinsip pertambangan kategori C dengan luas konsesi sebesar 25 ha, yang diperoleh dari Bupati saat itu. Namun saat bertemu dengan putra Desa setempat untuk berdiskusi terhadap rencana penambangan yang akan dilakukan, pihak perusahaan penambang kelihatannya lebih mengandalkan pendekatan sistem legalitas dan pendekatan ekonomi secara tidak langsung, dengan artian, bahwa perusahaan akan mendatangkan keuntungan dengan kehadiran perusahaan di daerah ini. Pihak yang memiliki lahan dan mayoritas warga keberatan dengan cara seperti ini. Keinginan warga tidaklah muluk-muluk, warga menginginkan adanya rencana yang tegas dan terukur serta transparant dari system pengelolaan penambangan, karena menurut perhitungan tenaga ahli yang kebetulan dari putra desa setempat, bahwa rencana untuk penambangan yang berada di bukit (Dolok Tusam) dengan menggunakan system open pit, akan berdampak terhadap tertutupnya lahan sawah yang telah turun temurun diusahakan oleh warga desa sebagai mata pencaharian utamanya. Selain itu posisi desa yang berada di lahan datar akan terkena erosi dan sedimentasi oleh lahan sisa penambangan dan praktis akan menimbulkan longsor. Dengan arti bahwa penambangan ini akan berdampak terhadap pemindahan rumah warga ke tempat lain yang lebih baik. Selain itu wajar bila perusahaan melibatkan warga dengan system bagi hasil, apakah warga yang memiliki lahan akan ikut memiliki saham yang dapat dihitung berdasarkan jumlah investasi yang akan ditanamkan.

Warga yang diwakili oleh putra desanya untuk berunding, pihak perusahaan kelihatannya surprise dengan usulan yang dikemukakan oleh perwakilan warga tersebut. Yah itulah namanya kalau mau berunding, harus win-win solution. Setelah pertemuan itu, perusahaan tidak pernah memberi kabar lagi tentang keberadaan perusahaannya dan sejalan dengan waktu, ijin prinsip konsesi galian tidak berlaku lagi karena menurut aturan, 3 bulan setelah terbit ijin prinsip dari Bupati dan tidak ada realisasi, maka dengan sendirinya ijinnya akan mati suri.

Sampai saat ini bahan tambang ini tergeletak begitu saja, nilainya cukup menggiurkan namun kecukupan modal, kesiapan teknologi dan kesediaan berunding dengan masyarakat setempat akan menjadi handycup dalam merealisasikan penambangan yang akan dilaksanakan.
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, khususnya Dinas Pertambangan juga harus melihat ini sebagai potensi yang harus diupayakan dalam kaitannya dengan kontribusi PAD kepada daerah, apalagi system otonomi daerah yang saat ini sedang berjalan, potensi yang tak kalah dibandingkan dengan tambang emas, nikel dan emas sekalipun. Pertanyaannya sekarang kapankah investor melakukan pekerjaan besar ini, terpulang pada kesiapan mereka sendiri, Pemda Taput dan warga setempat siap untuk membuka diri melakukan negosiasi, asalkan jangan hanya menjadikannya hanya objek pembangunan semata.


Batam, 11 April 2006

VICTOR S SIMATUPANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar