Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Feldspar dengan bahan kimia: Aluminium Silikat dengan rumus kimia kompleks (Na, K, Ca) AlSi3Og; SiO2 dengan kandungan 90-94% feldspar dan 6...
-
BEKASI (Pos Kota) – Warga Kota Bekasi, Jawa Barat siap-siap daerahnya menjadi lautan sampah selama setahun ke depan. Ini bakal terjadi apabi...
-
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istila...
Rabu, 31 Agustus 2011
Sampah Organik sebagai Bahan Baku Biogas, Ditulis oleh Beni Hermawan pada 26-08-2007
Jika kita berjalan-jalan ke pasar tradisional, pastilah akan kita jumpai sampah sayur-sayuran dan buah-buahan yang berton-ton jumlahnya. Sebagaimana sampah-sampah organik lainnya seperti kotoran ternak, ampas tebu, dan lain-lain, umumnya sampah organik tersebut tidak banyak dimanfaatkan, tetapi dibiarkan menumpuk dan membusuk, sehingga dapat menggangu pemandangan dan mencemari lingkungan. Salah satu cara penanggulangan sampah organik yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah dengan menerapkan teknologi anerobik untuk menghasilkan biogas.
Secara ilmiah, biogas yang dihasilkan dari sampah organik adalah gas yang mudah terbakar (flammable). Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi tanpa udara). Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Bila sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Umumnya kandungan metana dalam reaktor sampah organik berbeda-beda. Zhang et al. 1997 dalam penelitiannya, menghasilkan metana sebesar 50-80% dan karbondioksida 20-50%. Sedangkan Hansen (2001) , dalam reaktor biogasnya mengandung sekitar 60-70% metana, 30-40% karbon dioksida, dan gas-gas lain, meliputi amonia, hidrogen sulfida, merkaptan (tio alkohol) dan gas lainnya. Tetapi secara umum rentang komposisi biogas adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi Biogas
Komponen %
Metana (CH4) 25-45
Karbon dioksida (CO2) 0-0.3
Nitrogen (N2) 1-5
Hidrogen (H2) 0-3
Hidrogen sulfida (H2S) 0.1-0.5
Oksigen (O2) 55-75
Dalam skala laboratorium, penelitian di bidang biogas tidak membutuhkan biaya yang besar tetapi harus ditunjang dengan peralatan yang memadai. Perangkat utama yang digunakan terutama adalah tabung digester, tabung penampung gas, pipa penyambung, katup, dan alat untuk identifikasi gas. Untuk mengetahui terbentuk atau tidaknya biogas dari reaktor, salah satu uji sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan uji nyala. Biogas dapat terbakar apabila mengandung kadar metana minimal 57% yang menghasilkan api biru (Hammad et al., 1999). Sedangkan menurut Hessami (1996), biogas dapat terbakar dengan baik jika kandungan metana telah mencapai minimal 60%. Pembakaran gas metana ini selanjutnya menghasilkan api biru dan tidak mengeluarkan asap.
Mekanisme Pembentukan Biogas
Sampah organik sayur-sayuran dan buah-buahan seperti layaknya kotoran ternak adalah substrat terbaik untuk menghasilkan biogas (Hammad et al, 1999). Proses pembentukan biogas melalui pencernaan anaerobik merupakan proses bertahap, dengan tiga tahap utama, yakni hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis. Tahap pertama adalah hidrolisis, dimana pada tahap ini bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi oleh mikroorganisme hidrolitik menjadi senyawa terlarut seperti asam karboksilat, asam keto, asam hidroksi, keton, alkohol, gula sederhana, asam-asam amino, H2 dan CO2. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap asidogenesis senyawa terlarut tersebut diubah menjadi asam-asam lemak rantai pendek, yang umumnya asam asetat dan asam format oleh mikroorganisme asidogenik. Tahap terakhir adalah metanogenesis, dimana pada tahap ini asam-asam lemak rantai pendek diubah menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Pada dasarnya efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi : suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam lemak volatil, nutrisi (terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrolik, kecepatan bahan organik, dan konsentrasi amonia. Dari berbagai penelitian yang penulis peroleh, dapat dirangkum beberapa kondisi optimum proses produksi biogas yaitu :
Tabel 2. Kondisi Optimum Produksi Biogas
Parameter Kondisi Optimum
Suhu 35oC
Derajat Keasaman 7 – 7,2
Nutrien Utama Karbon dan Nitrogen
Nisbah Karbon dan Nitrogen 20/1 sampai 30/1
Sulfida < 200 mg/L
Logam-logam Berat Terlarut < 1 mg/L
Sodium < 5000 mg/L
Kalsium < 2000 mg/L
Magnesium < 1200 mg/L
Amonia < 1700 mg/L
Parameter-parameter ini harus dikontrol dengan cermat supaya proses pencernaan anaerobik dapat berlangsung secara optimal. Sebagai contoh pada derajat keasaman (pH), pH harus dijaga pada kondisi optimum yaitu antara 7 – 7,2. Hal ini disebabkan apabila pH turun akan menyebabkan pengubahan substrat menjadi biogas terhambat sehingga mengakibatkan penurunan kuantitas biogas. Nilai pH yang terlalu tinggipun harus dihindari, karena akan menyebabkan produk akhir yang dihasilkan adalah CO2 sebagai produk utama. Begitupun dengan nutrien, apabila rasio C/N tidak dikontrol dengan cermat, maka terdapat kemungkinan adanya nitrogen berlebih (terutama dalam bentuk amonia) yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri.
Nilai Potensial Biogas
Biogas yang bebas pengotor (H2O, H2S, CO2, dan partikulat lainnya) dan telah mencapai kualitas pipeline adalah setara dengan gas alam. Dalam bentuk ini, gas tersebut dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya pun telah layak sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, dan pemanas air. Jika dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan pada kendaraan. Di Indonesia nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang menjanjikan.
Berdasarkan sumber Departemen Pertanian, nilai kesetaraan biogas dengan sumber energi lain adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain
Bahan Bakar Jumlah
Biogas 1 m3
Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Bensin 0,80 liter
Gas kota 1,50 m3
Kayu bakar 1,50 m3
Penutup
Meskipun penelitian di bidang biogas bukanlah aspek baru dalam riset kimia, tetapi tidak menutup kemungkinan akan adanya pengembangan dalam penyempurnaan teknologi anaerobik untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas biogas yang lebih baik. Setidaknya beberapa misteri dalam bidang penelitian ini masih memerlukan pemikiran yang mendalam untuk memperoleh jawabannya seperti penentuan bakteri anaerobik yang paling baik, penentuan starter, pencarian bahan baku dan waktu optimum proses anaerobik. Selain itu, penelitian dibidang ini termasuk gampang-gampang susah dalam artian, meskipun secara terori dapat dihasilkan gas metana, tetapi dalam prakteknya terkadang para peneliti hanya mendapatkan sedikit sekali gas metana bahkan tidak sama sekali.
Sisi positif yang dapat kita ambil dari pengembangan teknologi anaerobik adalah bahwa tidak ada sesuatu pun yang tidak bermanfaat di bumi ini bahkan sebuah sampah sekalipun. Dengan teknologi anaerobik, selain memperoleh biogas, manfaat lainnya adalah akan diperoleh pupuk organik dengan kualitas yang tinggi, yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain yang tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia.
Disarikan dari karya tulis ilmiah :
Beni Hermawan, Lailatul Qodriyah, dan Candrarini Puspita. 2007. Pemanfaatan Sampah Organik sebagai Sumber Biogas Untuk Mengatasi Krisis Energi Dalam Negeri. Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Waspadai Bahan-bahan Kimia Berbahaya di Sekitar Kita, Ditulis oleh Yoky Edy Saputra pada 28-04-2008
Apakah Anda termasuk orang yang mempunyai kepedulian yang besar dengan masalah kesehatan? Jika ya, maka tulisan ini sangat berguna bagi Anda. Tahukah kita, tanpa kita sadari, lingkungan sekitar kita, termasuk barang-barang kebutuhan sehari-hari yang kita gunakan, dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan tubuh kita. Tanpa sadar kita telah menghirup bahan-bahan kimia berbahaya yang berasal dari benda-benda yang terdapat di tempat tinggal kita. Berikut ini penulis uraikan beberapa bahan kimia berbahaya yang sering terkontaminasi dengan tubuh kita tanpa kita sadari. Meskipun kadar bahan-bahan kimia yang masuk ke udara tersebut belum melebihi ambang batas yang diperbolehkan, namun jika terjadi paparan dalam waktu yang lama dan terus menerus dapat berpengaruh bagi kesehatan kita.
1. Asbes
Asbes merupakan serat mineral silika yang bersifat fleksibel, tahan lama dan tidak mudah terbakar. Asbes banyak digunakan sebagai penghantar listrik dan penghantar panas yang baik. Asbes banyak digunakan sebagai isolator panas dan pada pipa saluran pembuangan limbah rumah tangga, dan bahan material atap rumah. Asbes banyak digunakan dalam bahan-bahan bangunan. Jika ikatan asbes dalam senyawanya lepas, maka serat asbes akan masuk ke udara dan bertahan dalam waktu yang lama.
2. Bioaerosol
Kontaminan biologi seperti virus, bakteri, jamur, lumut , serangga atau serbuk sari tumbuhan. Kontaminan biologi tersebut jika dihembus oleh angin akan masuk ke udara dan mencemari udara bersih.
3. Formaldehid
Formaldehid merupakan aldehid sederhana. Gas formaldehid tidak berwarna dan diemisikan dari bahan-bahan bangunan, industri rumah tangga atau proses pembakaran. Formaldehid juga terdapat pada produk kayu yang dipres, papan, papan dinding, tekstil (seperti pada karpet dan pakaian).
Formaldehid dapat masuk ke udara akibat terjadi pengikisan dan penguapan akibat panas yang tinggi.
4. Bahan-bahan pertikulat
Dalam kehidupan sehari-hari pertikulat dikenal dengan istilah debu yang berterbangan di udara. Partikulat juga bisa ditemui dalam bentuk logam-logam berta yang jika terhirup oleh manusia akan mengakibatkan penyakit.
5. Senyawa organik volatil (Volatil Organic Compound)
Senyawa organik volatil (VOC) mudah menguap pada suhu kamar. VOC sering ditemui dalam bentuk aerosol yang terdapat pada pembersih, cat, vernis, produk-produk kayu yang di-pres, pestisida, dan semir.
6. Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida atau CO adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah 129oC. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan fosil dengan udara, berupa gas buangan. Kota besar yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam uadra relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu dari gas CO dapat pula terbentuk dari proses industri. Secara alamiah gas CO juga dapat terbentuk, walaupun jumlahnya relatif sedikit, seperti gas hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain. Secara umum terbentuk gas CO adalah melalui proses berikut ini :
Pertama, pembakaran bahan bakar fosil.
Kedua, pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbondioksida (CO2) dengan karbon C yang menghasilkan gas CO.
Ketiga, pada suhu tinggi, CO2 dapat terurai kembali menjadi CO dan oksigen.
Penyebaran gas CO diudara tergantung pada keadaan lingkungan. Untuk daerah perkotaan yang banyak kegiatan industrinya dan lalu lintasnya padat, udaranya sudah banyak tercemar oleh gas CO. Sedangkan daerah pimggiran kota atau desa, cemaran CO diudara relatif sedikit. Ternyata tanah yang masih terbuka dimana belum ada bangunan diatasnya, dapat membantu penyerapan gas CO. Hal ini disebabkan mikroorganisme yang ada didalam tanah mampu menyerap gas CO yang terdapat diudara. Angin dapat mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena perpindahan ke tempat lain.
Karbon monoksida (CO) apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang akan dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan darah. Seperti halnya oksigen, gas CO bereaksi dengan darah (hemoglobin) :
Hemoglobin + O2 -> O2Hb (oksihemoglobin)
Hemoglobin + CO -> COHb (karboksihemoglobin)
Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman jika waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual. Pengaruh karbon monoksida (CO) terhadap tubuh manusia ternyata tidak sama dengan manusia yang satu dengan yang lainnya. Konsentrasi gas CO disuatu ruang akan naik bila di ruangan itu ada orang yang merokok. Orang yang merokok akan mengeluarkan asap rokok yang mengandung gas CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm yang kemudian menjadi encer sekitar 400-5000 ppm selama dihisap. Konsentrasi gas CO yang tinggi didalam asap rokok menyebabkan kandungan COHb dalam darah orang yang merokok jadi meningkat. Keadaan ini sudah barang tentu sangat membahayakan kesehatan orang yang merokok. Orang yang merokok dalam waktu yang cukup lama (perokok berat) konsentrasi COHb dalam darahnya sekitar 6,9%. Hal inilah yang menyebabkan perokok berat mudah terkena serangan jantung.
Pengaruh konsentrasi gas CO di udara sampai dengan dengan 100 ppm terhadap tanaman hampir tidak ada, khususnya pada tanaman tingkat tinggi. Bila konsentrasi gas CO di udara mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam, maka kana mempengaruhi kemampuan fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada lingkungan terutama yang terdapat pada akar tanaman.
Penurunan kesadaran sehingga terjadi banyak kecelakaan, fungsi sistem kontrol syaraf turun serta fungsi jantung dan paru-paru menurun bahkan dapat menyebabkan kematian. Waktu tinggal CO dalam atmosfer lebih kurang 4 bulan. CO dapat dioksidasi menjadi CO2 dalam atmosfer adalah HO dan HO2 radikal, atau oksigen dan ozon. Mikroorganisme tanah merupakan bahan yang dapat menghilangkan CO dari atmosfer.
Dari penelitian diketahui bahwa udara yang mengandung CO sebesar 120 ppm dapat dihilangkan selama 3 jam dengan cara mengontakkan dengan 2,8 kg tanah (Human, 1971), dengan demikian mikroorganisme dapat pula menghilangkan senyawa CO dari lingkungan, sejauh ini yang berperan aktif adalah jamur penicillium dan Aspergillus.
7. Karbondioksida (CO2)
Sebelum era industrialisasi, kadar karbondioksida di udara masih rendah, yaitu hanya 280 ppm pada tahun 1860. Dengan semakin banyaknya pembakaran batu bara, minyak bumi, dan gas alam berakibat kadar gas itu meningkat hingga 315 ppm pada tahun 1960. Dewasa ini, terjadi peningkatan kadar CO2 diatmosfer sebesar 1 ppm per tahun. Batu bara terdiri atas sebagian besar karbon, yang apabila dibakar akan bereaksi dengan oksigen menghasilkan karbondioksida. Gas alam dan minyak bumi termasuk senyawa hidrokarbon. Pembakaran gas alam dan minyak bumi menghasilkan karbondioksida dan uap air.
Kayu dan tumbuh-tumbuhan merupakan senyawa karbohidrat. Karbohidrat terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Apabila karbohidrat itu bereaksi dengan oksigen didalam badan kita maka akan dihasilkan energi. Jadi, pertambahan penduduk dunia akan menyebabkan semakin banyak karbon dioksida yang dibuang ke udara.
Demikian juga dengan semakin luasnya pembabatan hutan, pemanfaatan kembali karbondioksida dari udara dan pengubahannya menjadi oksigen semakin berkurang.
Pada dasarnya karbon dioksida tidak berbahaya bagi manusia. Namun, kenaikan kadar CO2 di udara telah mengakibatkan peningkatan suhu di permukaan bumi. Fenomena ini disebut dengan efek rumah kaca, yang disebut juga dengan pemanasan global. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut yang dapat mengancam pemukiman pinggir pantai.
8. Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai 2 bentuk yang sifatnya berbeda, yakni gas NO2 dan gas NOx. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Gas NO yang mencemari udara secara visual sulit diamati karena gas tersebut tidak berwarna dan tidak berbau. Sedangkan gas NO2 bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang sangat menyengat dan warnanya coklat kemerahan. Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali jika gas NO berada dalam konsentrasi tinggi. Konsentrasi gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada system saraf yang mengakibatkan kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi oleh oksigen sehinggga menjadi gas NO2.
Sumber utama NOx pada atmosfer adalah dari jalan lalu lintas. Ini bertanggung jawab untuk sekitar setengah dari total emisi yang ada di Eropa. Sumber utama lainnya adalah dari pembangkit tenaga listrik, pabrik pemanas, dan proses industri.
Udara yang telah tercemar oleh gas nitrogen oksida tidak hanya berbahaya bagi manusia dan hewan saja, tetapi juga berbahaya bagi kehidupan tanaman. Pengaruh gas NOx pada tanaman antara lain timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Pada konsentrasi yang lebih tinggi gas tersebut dapat menyebabkan nekrosis atau kerusakan pada jaringan daun. Dalam keadaan seperti ini daun tidak dapat berfungsi sempurna sebagai temapat terbentuknya karbohidrat melalui proses fotosintesis. Akibatnya tanaman tidak dapat berproduksi seperti yang diharapkan. Konsentrasi NO sebanyak 10 ppm sudah dapat menurunkan kemampuan fotosintesis daun sampai sekitar 60% hingga 70%.
Pencemaran udara oleh gas NOx dapat menyebabkan timbulnya Peroxy Acetil Nitrates yang disingkat dengan PAN. Peroxy Acetil Nitrates ini menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan mata terasa pedih dan berair. Campuran PAN bersama senyawa kimia lainnya yang ada di udara dapat menyebabkan terjadinya kabut foto kimia atau Photo Chemistry Smog yang sangat menggangu lingkungan.
Pada sangat konsentrasi tinggi, dimana mungkin hanya dialami pada kecelakaan industri yang fatal, paparan NO2 dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru yang berat dan cepat. Pengaruh kesehatan mungkin juga terjadi pada konsentrasi ambien yang jauh lebih rendah seperti pada pengamatan selama peristiwa polusi di kota. Bukti yang didapatkan menyarankan bahwa penyebaran ambient kemungkinan akibat dari pengaruh kronik dan akut, khususnya pada sub-grup populasi orang yang terkena asma.
NO2 terutama berkelakuan sebagai agen pengoksidasi yang kemungkinan merusak membran sel dan protein. Pada konsentrasi tinggi, saluran udara akan menyebabkan peradangan yang akut. Ditambah lagi, penyebaran dalam waktu-singkat berpengaruh terhadap peningkatan resiko infeksi saluran pernapasan.
Untuk penyebaran yang akut, hanya konsentrasi yang sangat tinggi (>1880 Mg/m3, 1ppm) mempengaruhi kesehatan orang ; bilamana, orang dengan asma atau penyakit paru-paru yang akut lebih rentan pada konsentrasi lebih rendah.
Studi epidemiologika ambient dan investigasi toksikologi hewan mendemontrasikan bahwa perpanjangan penyebaran NO2 dapat mengurangi pertahanan paru-paru dan perubahan struktur paru-paru secara signifikan.
9. Ozon (O3)
Ozon merupakan polutan sekunder yang merupakan emisi tidak langsung kedalam udara tetapi dibentuk oleh reaksi fotokimia. Ozon merupakan senyawa yang terdiri daripada tiga atom oksigen setiap molekul. Pada suhu dan tekanan biasa ia berbentuk gas biru. Ozon membentuk cairan biru tua pada suhu bawah -112oC, dan cairan biru tua gelap pada suhu di bawah -193oC. Ozon diketahui menyerap radiasi UV-B. Ozon terbentuk di lapisan ozon. Lapisan ozon dapat terkikis oleh klorofluorokarbon (CFC). Ozon terbentuk melalui interaksi cahaya ultraviolet dengan atmosfer bumi dan membentuk satu lapisan ozon pada ketinggian 50 kilometer.
Ozon diyakini sebagai bahan beracun dan bahan pencemar biasa. Ozon mempunyai bau yang keras, menusuk hidung. Ozon juga terbentuk pada kadar rendah dalam udara akibat arus eletrik seperti kilat, dan oleh tenaga tinggi seperti radiasi eletromagnetik.
Ozon merupakan polutan fotokimia yang dibentuk dari senyawa organik volatil, NOx dan CO dengan bantuan radiasi matahari pada panjang gelombang pendek. Ozon dapat masuk kedalam tubuh melalui pernapasan dan dapat menyerang sistem pernapasan karena ozon tidak larut dalam air. Kontaminasi yang akut ke tingkatan ozon yang lebih tinggi dapat menginduksi perubahan pada fungsi paru-paru, peradangan saluran udara dan peningkatan penyakit saluran udara menjadi penyakit yang berhubungan dengan bronkitis.
Di Balik Gemerlapnya Kembang Api, Ditulis oleh Soetrisno pada 12-08-2008
Menonton pertunjukan kembang api bisa berdampak buruk bagi kesehatan anda dan lingkungan, demikian peringatan dari ilmuwan di Amerika Serikat.
Alison Tomlin dan rekan-rekannya di Universitas Leeds mengukur konsentrasi partikel-partikel yang dihasilkan dari perayaan api unggun dan kembang api. Dengan memasukkan data yang mereka peroleh ke sebuah model sederhana mereka menemukan bahwa pada puncak perayaan tersebut, udara berjelaga yang dihasilkan mengandung sekitar 10 kali lebih banyak partikel dibanding keadaan normal di siang hari.
Tomlin menunjukkan bahwa pembakaran tidak sempurna akibat api unggun dan kembang api yang terbuka, bisa mengarah pada peningkatan jumlah partikel berjelaga di atas konsentrasi sehari-hari di perkotaan. Imbas partikel-partikel ini terhadap kesehatan manusia dan lingkungan tergantung pada ukuran dan kandungan kimianya.
Partikel-partikel dalam penelitian ini cenderung lebih besar dibanding yang berasal dari emisi kendaraan tetapi masih cukup kecil untuk menyebabkan masalah-masalah kesehatan, seperti penyakit pernafasan dan kardiovaskuler. Disamping itu, partikel-partikel ini memiliki imbas yang lebih besar terhadap iklim karena masa tinggalnya di atmosfer yang lebih lama.
William Maenhaut, seorang spesialis terkemuka di bidang efek pembakaran biomasa terhadap lingkungan, dari Universitas Ghent di Belgia, mengatakan bahwa temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa Tomlin dan reka-rekannya “mampu memodelkan partikel-partikel selama pertunjukan kembang api dan api unggun dengan menggunakan sebuah model pemrosesan aerosol sederhana”.
Pada zaman dimana perubahan iklim dan polusi menjadi isu utama seperti sekarang ini, Tomlin berencana untuk menyelidiki lebih jauh emisi-emisi dari sumber-sumber biomassa dan membandingkannya dengan sumber-sumber lain seperti kendaraan. “Tantangan sesungguhnya adalah menentukan dampak dari efek-efek atmosferik, seperti kondensasi dan koagulasi, terhadap keadaan dan distribusi ukuran partikel-partikel pada sebuah daerah yang luas,” kata Tomlin. Ini akan membantu menentukan dampaknya yang potensial terhadap iklim, paparnya.
Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/
Unsur-unsur toksik dalam asap rokok, Ditulis oleh Soetrisno pada 20-11-2008
Logam-logam berat seperti arsenik, kadmium, dan timbal telah dideteksi dalam asap rokok,dengan menunjukkan bahwa unsur-unsur toksik ini bisa merambat sampai jarak berbeda-beda alam aliran udara.
Rokok yang sedang terbakar menghasilkan lebih dari 4000 zat kimia; banyak diantaranya yang bersifat toksik dan sekitar 40 menyebabkan kanker. Senyawa-senyawa ini tetap berada di udara sebagai asap tembakau lingkungan yang dihirup oleh orang lain di kawasan tersebut. Ada dua tipe asap rokok, yaitu: asap rokok utama yang keluar dari mulut perokok dan asap sampingan yang berasal dari ujung rokok yang terbakar.
Ketika meneliti logam-logam berat dalam asap rokok sampingan, para peneliti di perusahaan rokok Philip Morris, US, menemukan tumpukan arsenik dalam cerobong asap yang digunakan dalam tahap pertama pada peralatan mereka. Fenomena ini tidak ditemukan untuk kadmium atau timbal. Mereka menganggap bahwa yang menyebabkan ini terjadi adalah bahwa arsenik bisa menjadi uap cair sedangkan kadmium dan timbal adalah partikulat padat.
Michael Chang dan rekan-rekannya menggunakan sebuah alat yang disebut cerobong "ekor ikan" untuk menyalurkan asap dari sebatang rokok yang sedang terbakar menuju ke sebuah jet impactor yang mengumpulkan asap sebagai kondensat. Asap yang tersisa dilewatkan melalui sebuah saringan ester selulosa campuran untuk mencoba menangkap asap yang tersisa. Beberapa cara dicoba untuk mempersiapkan asap yang telah berkondensasi pada bagian-bagian yang berbeda dari alat. Metode yang terbaik adalah pengambilan sampel adukan, yang melibatkan penggunaan deterjen Triton X-100 dan asam nitrat untuk membuat adukan dengan kondensat asap. Spektroskopi massa berpasangan induktif digunakan untuk menganalisis adukan.
Deposisi persentase total arsenik yang lebih besar (20 persen), dibanding kadmium atau timbal (kurang dari 5 persen) dalam cerobong tersebut menunjukkan bahwa unsur-unsur toksik dalam asap rokok bisa merambat secara berbeda dalam aliran udara dan bisa terdeposisi pada titik-titik berbeda. Para peneliti ini menduga perilaku ini disebabkan oleh perbedaan antara unsur fase padat (partikulat) dan cair (uap).
Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/
Nitrogen – Tersangka Baru dalam Pemanasan Global, Ditulis oleh Masdin Mursaha pada 10-04-2009
Emisi karbon dioksida, suhu global yang semakin meningkat, lapisan es yang meleleh dan perubahan iklim mewarnai pemberitaan di jagad raya ini setiap hari. Tetapi apakah perhatian kita yang berlebihan untuk karbon dioksida telah menutup mata kita terhadap ancaman yang disebabkan oleh unsur lain yang lebih berbahaya? Unsur yang dimaksud disini, yang merupakan tersangka baru pemanasan global, adalah nitrogen, dan mengabaikannya bisa mengarah pada kerugian besar bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Nitrogen Alam
Nitrogen adalah bagian penting dari kehidupan. Tanaman, hewan dan bakteri semuanya menggunakan nitrogen dalam satuan pembentuk fundamental yang disebut asam amino, dan asam-asam amino ini bersatu membentuk protein. Protein tidak hanya memungkinkan kita untuk tumbuh dan berfungsi dengan baik, tetapi juga membentuk basis dari hampir setiap reaksi kimia dalam tubuh mausia.
Sumber nitrogen kita yang utama adalah atmosfer, dimana nitrogen terdapat sebagai gas nitrogen (N2). Akan tetapi, dalam bentuk gas, nitrogen sangat lembam (tidak reaktif) dan hanya sedikit organisme yang mampu memanfaatkannya. Proses alami pengambilan gas nitrogen dan konversinya menjadi senyawa-senyawa yang bermanfaat dikenal sebagai fiksasi nitrogen, dan dilakukan oleh bakteri pengikat-nitrogen. Bakteri ini “mengikat” nitrogen menjadi senyawa yang mengandung nitrogen lainnya: amonia (NH3).
Amonia lebih terjangkau secara biologis dibanding gas nitrogen dan digunakan oleh bakteri penitrifikasi untuk membentuk nitrit (NO2) dan kemudian nitrat (NO3). Nitrat-nitrat ini adalah bentuk nitrogen yang bisa diolah tanaman, sehingga merupakan bentuk yang menyalurkan nitrogen ke dalam rantai makanan. Tetapi jika semua nitrogen atmosfer pada akhirnya mengakhiri perjalanan pada tanaman atau hewan, maka akan segera terjadi kekurangan. Untungnya ada bakteri denitrifikasi yang melengkapi siklus tersebut dan mengonversi nitrat kembali menjadi N2 yang lembam.
Siklus ini secara alami diregulasi oleh kecepatan dimana bakteri bisa merubah satu senyawa menjadi senyawa lainnya, dan oleh jumlah bakteri yang tersedia dalam tanah. Di masa lalu, ini menyebabkan ketersediaan nitrogen berada pada ambang batas alami untuk digunakan di biosfer setiap saat. Akan tetapi, kemajuan-kemajuan teknologi secara dramatis telah meningkatkan batas alami ini, dan konsekuensinya adalah ketidakterjangkauan nitrogen. Lalu apa yang akan terjadi?
Nitrogen diambil dari atmosfer dan dikonversi oleh bakteri menjadi senyawa-senyawa nitrogen yang bisa digunakan tanaman dan hewan.©EPA
Penyebab overdosis nitrogen
Awal mula Revolusi Industri menorehkan perubahan besar yang sangat mempengaruhi keseimbangan nitrogen. Pembakaran bahan bakar fosil besar-besaran seperti batubara dan minyak melepaskan kadar nitrogen oksida yang tinggi (termasuk oksida nitrat atau N2O) sebagai asap. Masalah nitrogen semakin parah pada Perang Dunia I dengan dikembangkannya proses Haber-Bosch, yang memungkinkan gas N2 lembam dibuat menjadi amonia tanpa menggunakan bakteri pengikat nitrogen. Amonia yang dihasilkan menjadi sumberdaya yang berharga dan bisa digunakan untuk membuat pupuk murah di perkebunan. Kontributor lain bagi kadar nitrogen yang meningkat adalah pembakaran pohon dan tanaman untuk pertanian, dan pembuatan pabrik nilon. Tetapi dengan menganggap industri dan pertanian yang sukses sebagai faktor yang sangat krusial di seluruh penjuru dunia, apakah kita benar-benar akan berhenti membuat senyawa-senyawa nitrogen bermanfaat secara buatan? Apakah kita ingin kembali ke ambang batas alami siklus nitrogen?
Mengapa kita perlu merasa khawatir?
Ada dua unsur pokok yang dipengaruhi oleh senyawa-senyawa nitrogen ini, yaitu kesehatan manusia dan lingkungan. Jika oksida nitrat (N2O) mencapai stratosfer, ia membantu merusak lapisan ozon, sehingga menghasilkan tingkat radiasi UV yang lebih tinggi dan risiko kanker kulit serta katarak yang meningkat. Ironisnya, jika N2O lebih dekat ke permukaan Bumi ia sebetulnya bisa membuat ozon, yang mana bisa menjadi kabut di siang hari yang cerah. Kabut terkait dengan masalah-masalah pernapasan, kerusakan paru-paru, risiko kanker yang meningkat dan melemahnya sistem kekebalan.
Seperti dampaknya pada ozon, nitrogen oksida terlarut dalam air atmosferik membentuk hujan asam, yang mengkorosi batuan dan barang logam dan merusak bangunan-bangunan. Pada tahun 1967, sebuah jembatan di Sungai Ohio ambruk akibat korosi hujan asam; tanaman (termasuk tanaman pangan kita) dan bahkan manusia juga berisiko. Hubungan-hubungan antara hujan asam, penyakit Alzheimer dan kerusakan otak telah diduga, serta dengan berbagai masalah pernapasan. Jadi secara keseluruhan, bukan berita baik!
Tapi masalah yang terjadi semakin luas. Penggunaan pupuk secara berlebihan di lahan dan senyawa-senyawa nitrogen dalam pakan hewan menyebabkan pelepasan nitrogen ke dalam arus air dan sungai. Alga, yang pertumbuhannya biasanya dihambat oleh ketersediaan nitrogen, menggunakan banjir nitrogen ini untuk tumbuh diluar kendali, sehingga mengarah pada kerumunan alga yang besar. Ini menggunakan semua oksigen di air dan memblokir masuknya cahaya, sehingga secara perlahan-lahan membunuh kehidupan akuatik dan mencegah tanaman-tanaman bawah laut untuk berfotosintesis. Mengkhawatirkannya, kadar nitrogen di danau-danau Norwegia telah bertambah dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir, dan di Eropa barat, jumlah senyawa nitrogen yang dideposisikan lebih dari 100 kali kadar alami.
Kembali ke daratan, kadar nitrogen yang lebih tinggi dalam tanah berarti bahwa sedikit tanaman yang mampu bertahan karena tidak dapat berkompetisi. Tanaman-tanaman in cenderung adalah tanaman-tanaman yang mampu dengan cepat memanfaatkan kelebihan nitrogen untuk pertumbuhan yang cepat, sehingga menyisakan lebih sedikit sumberdaya dan lebih banyak naungan untuk spesies lain. Ini bisa menyebabkan banyak spesies tanaman yang menjadi punah, dan pada gilirannya akan memiliki efek insidental terhadap semua hewan, serangga dan burung-burung yang menggunakannya. Banyak tanah tandus kaya spesies di Belanda yang telah diambil alih oleh hutan-hutan yang kurang spesies karena alasan ini.
Terakhir, nitrogen oksida berkontribusi bagi pemanasan global. Walaupun konsentrasi oksida nitrat di atmosfer sangat rendah dibanding karbon dioksida, potensi pemanasan global oksida nitrat adalah sekitar 300 kali lebih besar. Jadi walaupun karbon dioksida menyebabkan perubahan iklim dan masalah-masalah yang terkait dengannya, senyawa-senyawa nitrogen bisa menyebabkan masalah yang lebih buruk. Senyawa-senyawa nitrogen memiliki potensi pemanasan global yang lebih besar, bisa mengarah pada masalah perubahan iklim yang lebih besar, dan menyebabkan malapetakan bagi kesehatan dan lingkungan. Jadi apa yang bisa kita lakukan?
Cara mengatasi
Saat ini, 80% senyawa nitrogen di atmosfer berasal dari sumber manusia. Masalah ini adalah produk sampingan dari masyarakat kita yang sangat tergantung pada teknologi, tetapi didalamnya terdapat solusi. Inovasi teknologi yang serupa bisa digunakan untuk mengurangi emisi, dan pengonversi katalitik bisa mengonversi nitrogen oksida menjadi gas nitrogen yang tidak berbahaya. Pemerintah juga bisa memegang peranan. Di California, ladang-ladang besar dengan lebih dari seribu ternak sapi perah sekarang ini harus meminta lisensi ke Air Resources Board, yang mengontrol kadar pelepasan dalam jumlah banyak dari hewan.
Sebenarnya ada satu solusi yang dijamin dapat mengatasi masalah nitrogen ini: mengurangi jumlah nitrogen yang kita gunakan untuk bahar bakar dalam kehidupan sehari-hari. Ini semuanya baik, tetapi seperti halnya dengan semua solusi bagi masalah-masalah besar, solusi ini juga akan sangat sangat sulit diterapkan.
Disadur dari: thenakedscientists.com
CCS : Sebuah Alternatif Untuk Masalah Emisi CO2 , Ditulis oleh Wikan Pribadi pada 09-05-2009
Proses penanganan emisi gas CO2 dengan menangkap dan menyimpannya merupakan salah satu teknologi yang membuat kita tetap dapat menggunakan bahan baker fosil tanpa diikuti konsekuensi terjadinya perubahan iklim. Namun dibalik itu pemanfaatan teknologi ini tentu akan membutuhkan investasi yang lebih besar disisi R&D.
Emisi gas CO2 terbentuk saat kita melakukan pembakaran batu bara atau gas untuk sumber tenaga mesin pembangkit listrik. Proses pembakaran ini akan menghasilkan gas CO2 yang merupakan gas penyebab utama efek “rumah kaca”yang akan merubahan iklim bumi dan dapat meracuni perairan laut kita.
CCS atau kepanjangan dari istilah “Carbon Capture and Storage” merupakan suatu proses fisikokimia yang mampu memisahkan gas CO2, melarutkannya pada kondisi tekanan rendah, lalu ditransportasikan melalui pipa untuk kemudian disimpan pada formasi batuan geologi berpori di kedalaman lebih dari 800 m dibawah dasar laut. Suatu tempat aman yang dapat dipergunakan untuk menyimpan minyak, gas maupun pelarut air garam yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk keperluan apapun.
CCS terbukti secara langsung dapat menurunkan emisi gas CO2, sehingga negara industri dapat terus menggunakan batu bara dan gas sebagai bahan bakar untuk power plant dengan tetap memenuhi target menurunkan produksi emisi gas CO2 hingga 60-80% hingga tahun 2050.
Teknologi penting dan sangat vital ini dihasilkan oleh para ahli kimia dan tehnik kimia. Tahapan teknologi CCS yang paling mahal dan mengkonsumsi energi dalam jumlah yang besar adalah pada proses pemisahan gas CO2 dari seluruh gas yang dikeluarkan pada proses pembakaran bahan bakar fosil. Selanjutnya adalah proses pemurnian O2 pada gas untuk menghasilkan pembakaran yang bersih. Hingga saat ini, kedua tahapan proses ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut dalam jumlah yang besar atau memanfaatkan membran yang merupakan teknologi yang memiliki performa rendah atau hanya dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi yang masih kurang aman karena memanfaatkan bahan atau proses yang berbahaya dan beracun. Sehingga menjadi salah satu hal penting yang perlu terus diteliti dan dikembangkan untuk memperbaiki teknologi CCS.
Jika memang kita akan menjadikan CCS sebagai teknologi yang dapat menurunkan emisi gas CO2 dimasa yang akan datang, maka kita harus segera melakukan pengembangan yang signifikan pada tiga sector yang berbeda yaitu teknologi, kebijakan hukum dan sisi bisnis. Sebagai salah satu contoh negara Inggris merupakan salah satu negara kuat yang telah memiliki kebijakan hukum yang sangat baik, namun tetap masih gagal untuk menurunkan biaya yang ditimbulkan dari pemanfaatan teknologi CCS ini sehingga dari segi bisnis tidak dapat memenuhi kriteria suatu unit yang menjanjikan dan dapat menghasilkan profit. Hingga saat ini, walaupun teknologi CCS bukan merupakan salah satu teknologi yang dianggap paling murah karena merupakan investasi dalam jangka waktu yang lama, namun CCS bukan pula suatu teknologi yang paling mahal untuk diterapkan dengan kemampuannya yang baik untuk terus menurunkan emisi gas CO2 dibumi kita.
Kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh uraian diatas adalah pertama bahwa CCS membuat kita mampu memisahkan CO2, membuatnya cair (melarutkannya) dan menyimpannya untuk menurunkan emisi. Kedua, walaupun tahapan separasi tergolong mahal namun secara keseluruhan CCS dapat digolongkan sebagai salah satu pilihan murah untuk menurunkan produksi gas “rumah kaca”. Ketiga, teknologi ini terus dikembangkan dan diteliti oleh berbagai industri atau perusahaan pada sektor energi di seluruh belahan dunia, dan terakhir tanpa investasi berkemanjutan dan harga CO2 yang stabil maka CCS tidak akan dapat dikomersialisasikan pada pasar sektor energi.
Sumber: http://www.rsc.org/chemistryworld/Issues/2007/October/HowToBuryTheProblem.asp
Teknologi Baru untuk Mengurangi Polusi Kendaraan Bermotor ,Ditulis oleh Redaksi chem-is-try.org pada 05-07-2009
Suatu alat yang dinamakan plasmatron secara drastis dapat mengurangi asap yang berasal dari kendaraan bermotor. Alat tersebut telah diuji coba di Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan diharapkan dapat dibeli dengan harga murah serta sesuai (compatible ) dengan peralatan mesin kendaraan yang ada pada saat ini. Peneliti MIT mengatakan bahwa pertama kali plasmatron dipasang pada mesin mobil komersial kemudian diuji coba selama dua minggu. Para penemu alat tersebut mengatakan bahwa hasil uji coba memperlihatkan pengurangan polusi yang sangat besar terutama pengurangan Nitrogen Oksida (NO2) dari 2.700 ppm (parts per million ) tanpa plasmatron menjadi tinggal 20 ppm setelah menggunakan plasmatron.
Daniel R.Cohn, Ketua Divisi Teknologi Plasma dari Plasma Science and Fusion Center (PSFC), mengatakan bahwa penemuan tersebut merupakan suatu era baru bagi pengurangan polusi kendaraan bermotor. Menurut Cohn : “Sukses perpaduan antara plasmatron dengan mesin mobil, membuat langkah selanjutnya untuk pengujian di jalan raya”. Menurut para peneliti, plasmatron bekerja seperti proses penyulingan minyak (oil refinery) yakni mengkonversikan berbagai bahan bakar kedalam gas yang kaya akan hidrogen berkualitas tinggi. Bahan bakar yang diinjeksikan kedalam plasmatron dibuka ke aliran listrik yang merubah bahan bakar dan udara disekitarnya kedalam plasma. Plasma mempercepat laju reaksi dan menghasilkan gas yang kaya akan hidrogen. Walaupun alat tersebut pada saat ini telah digunakan dalam aplikasi industri, namun yang digunakan di industri jauh lebih besar dibandingkan dengan versi MIT selain lebih boros energi dalam mengoperasikannya.
Dr.Cohn menegaskan bahwa merekalah yang pertama kali mengembangkan plasmatron dalam ukuran kecil dan dengan daya yang rendah, yakni lebih kecil dari satu kilowatt. Lebih lanjut Dr.Cohn menambahkan bahwa mereka pulalah yang pertama kali mengaplikasikan dengan menambahkan alat tersebut ke mesin mobil untuk mengurangi polusi kendaraan bermotor. Langkah selanjutnya adalah memasang plasmatron pada kendaraan sebenarnya yang beroperasi di lapangan. Nantinya para peneliti mengharapkan dapat menerapkan pemakaian plasmatron tersebut pada bus. Walaupun pengujian yang dilakukan pada saat ini menggunakan mesin dengan bahan bakar bensin, para peneliti mengatakan bahwa penemuan mereka berlaku juga bagi bahan bakar diesel dan biofuels. Para peneliti mempunyai lima patent yang berhubungan dengan plasmatron.
Pelitian tersebut disponsori oleh “DOE Office of Heavy Vehicle Technologies “.
Karbonmonoksida dan Dampaknya terhadap Kesehatan ,Ditulis oleh Yoky Edy Saputra pada 29-07-2009
Karbonmonoksida atau CO adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -129OC. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan fosil dengan udara, berupa gas buangan. Di kota besar yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam udara relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu dari gas CO dapat pula terbentuk dari proses industri. Secara alamiah gas CO juga dapat terbentuk, walaupun jumlahnya relatif sedikit, seperti gas hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain.
Karbon monoksida (CO) apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang akan dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan darah. Seperti halnya oksigen, gas CO bereaksi dengan darah (hemoglobin) :
Hemoglobin + O2 –> O2Hb (oksihemoglobin)
Hemoglobin + CO –> COHb (karboksihemoglobin)
Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman kalau waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual. Pengaruh karbon monoksida (CO) terhadap tubuh manusia ternyata tidak sama dengan manusia yang satu dengan yang lainnya.
Konsentrasi gas CO disuatu ruang akan naik bila di ruangan itu ada orang yang merokok. Orang yang merokok akan mengeluarkan asap rokok yang mengandung gas CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm yang kemudian menjadi encer sekitar 400-5000 ppm selama dihisap. Konsentrasi gas CO yang tinggi didalam asap rokok menyebabkan kandungan COHb dalam darah orang yang merokok jadi meningkat. Keadaan ini sudah barang tentu sangat membahayakan kesehatan orang yang merokok. Orang yang merokok dalam waktu yang cukup lama (perokok berat) konsentrasi CO-Hb dalam darahnya sekitar 6,9%. Hal inilah yang menyebabkan perokok berat mudah terkena serangan jantung.
Pengaruh konsentrasi gas CO di udara sampai dengan dengan 100 ppm terhadap tanaman hampir tidak ada, khususnya pada tanaman tingkat tinggi. Bila konsentrasi gas CO di udara mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam, maka kana mempengaruhi kemampuan fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada lingkungan terutama yang terdapat pada akar tanaman.
Gas CO sangat berbahaya, tidak berwama dan tidak berbau, berat jenis sedikit lebih ringan dari udara (menguap secara perlahan ke udara), CO tidak stabil dan membentuk CO2 untuk mencapai kestabilan phasa gasnya. CO berbahaya karena bereaksi dengan haemoglobin darah membentuk Carboxy haemoglobin (CO-Hb). Akibatnya fungsi Hb membawa oksigen ke sel- sel tubuh terhalangi, sehingga gejala keracunan sesak nafas dan penderita pucat. Reaksi CO dapat menggantikan O2 dalam haemoglobin dengan reaksi :
02Hb + CO –> OHb + O2
Penurunan kesadaran sehingga terjadi banyak kecelakaan, fungsi sistem kontrol syaraf turun serta fungsi jantung dan paru-paru menurun bahkan dapat menyebabkan kematian. Waktu tinggal CO dalam atmosfer lebih kurang 4 bulan. CO dapat dioksidasi menjadi CO2 dalam atmosfer adalah HO dan HO2 radikal, atau oksigen dan ozon. Mikroorganisme tanah merupakan bahan yang dapat menghilangkan CO dari atmosfer.
Dari penelitian diketahui bahwa udara yang mengandung CO sebesar 120 ppm dapat dihilangkan selaIna 3 jam dengan cara mengontakkan dengan 2,8 kg tanah (Human, 1971), dengan demikian mikroorganisme dapat pula menghilangkan senyawa CO dari lingkungan, sejauh ini yang berperan aktif adalah jamur penicillium dan Aspergillus.
Mewaspadai Bahaya ‘Efek Rumah Kaca’ ,Ditulis oleh Yoky Edy Saputra pada 20-08-2009
Sejalan dengan semakin berkembang pesatnya industri-industri dunia dewasa ini, manusia sebagai penghuni bumi, harus bersikap ekstra hati-hati terhadap dampak yang ditimbulkannya.
Terkadang permasalahan berkembang pesatnya industri dunia ini dianggap sebagai persoalan yang sepele dan hanya dibicarakan oleh kalangan tertentu saja serta jarang diperbincangkan, terutama sosialisasi kepada masyarakat luas. Masalah lingkungan ini hanya hangat dan ramai dibicarakan kalangan akademisi atau orang yang berkepentingan saja. Padahal, semua manusia bertanggung jawab memikirkan masalah kemaslahatan lingkungan guna kelangsunan hidupnya di masa mendatang.
Diakui, manusia yang hidup dimasa sekarang belum begitu merasakan efek dari semua ini. Lantas bagaimana dengan nasib anak cucu manusia di masa mendatang ?
Euforia pasca revolusi industri terkesan ’mem-babi buta’ tanpa memperhitungkan dampak yang akan terjadi dimasa mendatang. Hal ini diperparah lagi dengan sedikitnya kalangan yang peduli dan mau memperhatikan masalah ingkungan. Sedikit sekali industri yang benar-benar terbuka dan mempunyai program ramah lingkungan serta sistem pembuangan gas yang baik. Ditambah lagi dengan kondisi masyarakat yang masih awam dan tidak mau tau dengan masalah yang seperti ini.
Meningkatnya kadar karbondioksida diudara merupakan permasalahan yang sangat serius dan mesti diperhatikan sejak dari sekarang. Jika hal ini dibiarkan berlarut, justru akan mengancam kehidupan makhluk hidup. Meningkatnya kadar karbondioksida di atmosfer dapat menyebabkan terjadinya efek rumah kaca (green house effect) atau lebih dikenal dengan pemanasan global suhu bumi.
Pada dasarnya, karbondioksida tidak berbahaya bagi manusia. Namun, kenaikan kadar karbondioksida diudara dapat mengakibatkan peningkatansuhu permukaan bumi. Efek rumah kaca terjadi dikarenakan karbondioksida yang ada di atmosfer melebihi ambang batas. Gas karbondioksida dapat dilewati oleh semua sinar/cahaya yang dipancarkan oleh matahari. Akan tetapi ketika memantul dipermukaan bumi dan kembali keatmosfer, sinar tertentu akan tertahan dan terperangkap kemudian dipantulkan lagi ke bumi. Fenomena ini persis seperti sebuah rumah yang terbuat dari kaca, dimana suhu didalamnya sangat panas.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar karbondioksida diudara, diantaranya :
Pertama, aktivitas industri yang tidak ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan adanya industri yang menggunakan bahan bakar yang terbuat dari batu bara, minyak bumi dan gas alam dalam skala yang besar. Batu bara terdiri atas sebagian besar karbon, yang apabila dibakar kan bereaksi dengan oksigen menghasilkan karbondioksida. Gas alam dan minyak bumi termasuk golongan hidrokarbon, yang jika dibakar akan menghasilkan karbondioksida dan uap air. Perlu perhatian khusus dari dunia industri agar mempunyai sistem pembuangan gas buangan maupun limbah yang baik dan tidak mencemari lingkungan.
Sekedar perbandingan, pada tahun 1860, kadar karbondioksida dunia asih rendah yaitu hanya 280 ppm. Akibat banyaknya pembakaran batu bara, minyak bumi dan gas alam oleh industri, pada tahun 1960 kadar karbondioksida diudara meningkat hingga 315 ppm. Akhir-akhir ini diperkirakan terjadi peningkatan kadar karbondioksida di atmosfer sebesar 1 ppm per tahun (http:/cdiac.esd.ornl.gov/).
Kedua, tidak teratur dan tingginya pertumbuhan penduduk. Meskipun kecil, pertambahan penduduk yang drastis dapat memicu meningkatnya kadar karbondioksida di udara.
Ketiga, pembabatan pohon-pohon dihutan yang tidak ada upaya penanaman kembali yang seimbang. Tumbuh-tumbuhan berperan sebagai penetralisir karbondioksida.
Keempat, meningkatnya pemakaian kendraan bermotor. Bahan bakar minyak bumi yang dikonsumsi oleh kendraan bermotor akan menghasilkan gas buangan yang menambah kadar karbondioksida diudara. Semakin banyak jumlah kendraan bermotor yang berbahan bakar hidrokarbon, maka kadar karbondioksida di udara akan meningkat.
Dampak yang ditimbulkan
Efek rumah kaca dapat mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es didaerah kutub. Hal akan berakibat naiknya permukaan laut yang dapat mengancam pemukiman penduduk disepanjang pantai. Naiknya permukaan air laut dapat mengakibatkan erosi disekitar wilayah pesisir pantai, kerusakan hutan bakau dan terumbu karang, berkurangnya intensitas cahaya didasar laut, serta naiknya tinggi gelombang air laut.
Disamping itu efek rumahkaca mengakibatkan terganggunya keseimbangan biologis di laut sehingga dapat meningkatkan jumlah ganggang di lautan. Beberapa jenis ganggang ini ada yang dapat mengeluarkan racun yangmembahayakankehidupan lautdan meracuni manusia yang memakan hasil laut.
Efek rumah kaca juga akan meningkatkan suhu bumi sekitar 1o – 5 o C. Hal iniakan mengganggu ekosistem dan lingkungan.
Upaya Penanggulangan
Untuk kendraan bermotor, perlu digunakan alat penyaring khusus gas buangan pada bagian knalpot (tempat keluar gas buangan) yang dapatmenetralisirdan mengurangi dampak negatif gas buangan tersebut. Bisa juga dengan mengganti bahan bakar dengan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, seperti tenaga surya (matahari) atau biodisel. Perlu dikeluarkan regulasi tentang usia kendraan bermotor yang boleh beroperasi agar tidak menimbulkan pencemaran.
Untuk skala industri, perlu dibuat sistem pembuangan dan daur ulang gas buangan yang baik. Saluran buangan perlu diperhatikan, kearah mana akan dibuang dan haruslah memperhatikan lingkungan sekitar.
Reboisasi lahan yang gundul merupakan salah satu langkah untuk menahan laju karbondioksida yang berlebih diudara. Termasuk penanaman pohon-pohon disepanjang jalan raya yang dapat menetralisir pencemaran udara disepanjang jalan raya.
Dampak Pencemaran Udara oleh Belerang Oksida (SOx) ,Ditulis oleh Yoky Edy Saputra pada 15-10-2009
Gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada diudara untuk membentuk asam sulfat atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi (memakan) benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses perkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya.
SOx mempunyai ciri bau yang tajam, bersifat korosif (penyebab karat), beracun karena selalu mengikat oksigen untuk mencapai kestabilan phasa gasnya. Sox menimbulkan gangguan sitem pernafasan, jika kadar 400-500 ppm akan sangat berbahaya, 8-12 ppm menimbulkan iritasi mata, 3-5 ppm menimbulkan bau.
Konsentrasi gas SO2 diudara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya) manakala kensentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm. Jadi dalam hal ini yang dominan adalah gas SO2. Namun demikian gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang ada diudara dan kemudian membentuk gas SO3 melalui reaksi berikut :
2SO2 + O2 (udara) -> 2SO3
Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan industri seperti yang terjadi di negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan kadar gas SOx diudara meningkat. Reaksi antara gas SOx dengan uap air yang terdapat di udara akan membentuk asam sulfat maupun asam sulfit. Apabila asam sulfat dan asam sulfit turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan, terjadilah apa yang dikenal denagn Acid Rain atau hujan asam . Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah. Pada beberapa negara industri, hujan asam sudah banyak menjadi persoalan yang sangat serius karena sifatnya yang merusak. Hutan yang gundul akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan lingkungan semakin parah.
Pencemaran SOx diudara terutama berasal dari pemakaian baru bara yang digunakan pada kegiatan industri, transportasi, dan lain sebagainya. Belerang dalam batu bara berupa mineral besi peritis atau FeS2 dan dapat pula berbentuk mineral logam sulfida lainnya seperti PbS, HgS, ZnS, CuFeS2 dan Cu2S. Dalam proses industri besi dan baja (tanur logam) banyak dihasilkan SOx karena mineral-mineral logam banyak terikat dalam bentuk sulfida. Pada proses peleburan sulfida logam diubah menjadi oksida logam. Proses ini juga sekaligus menghilangkan belerang dari kandungan logam karena belerang merupakan pengotor logam. Pada suhu tinggi sulfida logam mudah dioksida menjadi oksida logam melalui reaksi berikut :
2ZnS + 3O2 -> 2ZnO + 2SO2
2PbS + 3O2 -> 2PbO + 2SO2
Selain tergantung dari pemecahan batu bara yang dipakai sebagai bahan bakar, penyebaran gas SOx, ke lingkungan juga tergnatung drai keadaan meteorologi dan geografi setempat. Kelembaban udara juga mempengaruhi kecepatan perubahan SOx menjadi asam sulfat maupun asam sulfit yang akan berkumpul bersama awan yang akhirnya akan jatuh sebagai hujan asam. Hujan asam inilah yang menyebabkan kerusakan hutan di Eropa (terutama di Jerman) karena banyak industri peleburan besi dan baja yang melibatkan pemakaian batu bara maupun minyak bumi di negeri itu.
Sumber dan pola Paparan
Meskipun sumber alami (gunung berapi atau panas bumi) mungkin hadir pada beberapa tempat, sumber antropogenik, pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur, mendominasi daerah perkotaan. Ini termasuk :
* Sumber pokok (pembangkit tenaga listrik, pabrik pembakaran, pertambangan dan pengolahan logam)
* Sumber daerah (pemanasan domestik dan distrik)
* Sumber bergerak (mesin diesel)
Pola paparandan durasi sering menunjukkan perbedaan daerah dan musim yang signifikan, bergantung pada sumber dominan dan distribusi ruang, cuaca dan pola penyebaran. Pada konsentrasi tinggi, dimana berlangsung untuk beberapa hari selama musim dingin, bulan musim dingin yang stabil ketika penyebaran terbatas, masih terjadi pada banyak bagian dunia dimana batu bara digunakan untuk tempat pemanasan. Sumber daerah biasanya mendominasi pada beberapa peristiwa, hasil pada pola homogen konsentrasi dan paparan/pembukaan.
Sebaliknya, jarak peristiwa waktu-singkat dari menit ke jam mungkin terjadi sebagai hasil pengasapan, penyebaran atau arah angin dari sumber utama. Hasil pola paparan bervariasi secara substantial, tergantung pada ketinggian emisi, dan kondisi cuaca. Variabel sementara dari konsentrasi ambient juga sering tinggi pada keadaan tertentu, khususnya untuk sumber lokal.
Dampak Pencemaran oleh Belerang Oksida (SOx)
Sebagian besar pencemaran udara oleh gas belerang oksida (SOx) berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, terutama batu bara. Adanya uap air dalam udara akan mengakibatkan terjadinya reaksi pembentukan asam sulfat maupun asam sulfit. Reaksinya adalah sebagai berikut :
SO2 + H2O -> H2SO3
SO3 + H2O -> H2SO4
Apabila asam sulfat maupun asam sulfit tersebut ikut berkondensasi di udara dan kemudian jatuh bersama-sama air hujan sehingga pencemaran berupa hujan asam tidak dapat dihindari lagi. Hujan asam ini dapat merusak tanaman, terkecuali tanaman hutan. Kerusakan hutan ini akan mengakibatkan terjadinya pengikisan lapisan tanah yang subur.
Walaupun konsentrasi gas SOx yang terdispersi ke lingkungan itu berkadar rendah, namun bila waktu kontak terhadap tanaman cukup lama maka kerusakan tanaman dapat saja terjadi. Konsentrasi sekitar 0,5 ppm sudah dapat merusakan tanaman, terlebih lagi bila konsentrasi SOx di Udara lingkungan dapat dilihat dari timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Kalau waktu paparan lama, maka daun itu akan gugur. Hal ini akan mengakibatkan produktivitas tanaman menurun.
Udara yang telah tercemar SOx menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernapasaannya. Hal ini karena gas SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas SOx tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena.
Lapisan SO2 dan bahaya bagi kesehatan
SO2 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesehatan yang akut dan kronis. dalam bentuk gas, SO2 dapat mengiritasi sistem pernapasan; pada paparan yang tinggi (waktu singkat) mempengaruhi fungsi paru-paru.
SO2 merupakan produk sampingan H2SO4 yang mempengaruhi sistem pernapasan. Senyawanya, terdiri dari garam ammonium polinuklir atau organosulfat, mempengaruhi kerja alveoli dan sebagai bahan kimia yang larut, mereka melewati membran selaput lendir pada sistem pernapasan pada makhluk hidup.
Aerosol partikulat dibentuk oleh gas ke pembentukan partikel ditemukan bergabung dengan pengaruh kesehatan yang banyak.
Secara global, senyawa-senyawa belerang dalam jumlah cukup besar masuk ke atmosfer melalui aktivitas manusia sekitar 100 juta metric ton belerang setiap tahunnya, terutama sebagai SO2 dari pembakaran batu bara dan gas buangan pembakaran bensin. Jumlah yang cukup besar dari senyawa belerang juga dihasilkan oleh kegiatan gunung berapi dalam bentuk H2S, proses perombakan bahan organik, dan reduksi sulfat secara biologis. Jumlah yang dihasilkan oleh proses biologis ini dapat mencapai lebih 1 juta metric ton H2S per tahun.
Sebagian dari H2S yang mencapai atmosfer secara cepat diubah menjadi SO2 melaui reaksi :
H2S + 3/2 O2 SO2 + H2O
reaksi bermula dari pelepasan ion hidrogen oleh radikal hidroksil ,
H2S + HO- HS- + H2O
yang kemudian dilanjutkan dengan reaksi berikut ini menghasilkan SO2
HS- + O2 HO- + SO
SO + O2 SO2 + O
Hampir setengahnya dari belerang yang terkandung dalam batu bara dalam bentuk pyrit, FeS2, dan setengahnya lagi dalam bentuk sulfur organik. Sulfur dioksida yang dihasilkan oleh perubahan pyrit melalui reaksi sebagai berikut :
4FeS2 + 11O2 2 Fe2O3 + 8 SO2
Pada dasarnya, semua sulfur yang memasuki atmosfer dirubah dalam bentuk SO2 dan hanya 1% atau 2% saja sebagai SO2
Walaupun SO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia hanya merupakan bagian kecil dari SO2 yang ada diatmosfer, tetapi pengaruhnya sangat serius karena SO2 langsung dapat meracuni makhluk disekitarnya. SO2 yang ada diatmosfer menyebabkan iritasi saluran pernapasandan kenaikan sekresi mucus. Orang yang mempunyai pernapasan lemah sangat peka terhadap kandungan SO2 yang tinggi diatmosfer. Dengan konsentrasi 500 ppm, SO2 dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Pencemaran yang cukup tinggi oleh SO2 telah menimbulkan malapetaka yang cukup serius. Seperti yang terjadi di lembah Nerse Belgia pada 1930, tingkat kandungan SO2 diudara mencapai 38 ppm dan menyebabkan toksisitas akut. Selama periode ini menyebabkan kematian 60 orang dan sejumlah ternak sapi.
Sulfur dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini pada konsentrasi tinggi dapat membunuh jaringan pada daun. pinggiran daun dan daerah diantara tulang-tulang daun rusak. Secara kronis SO2 menyebabkan terjadinya khlorosis. Kerusakan tanaman iniakan diperparah dengan kenaikan kelembaban udara. SO2 diudara akan berubah menjadi asam sulfat. Oleh karena itu, didaerah dengan adanya pencemaran oleh SO2 yang cukup tinggi, tanaman akan rusak oleh aerosol asam sulfat.
Kerusakan juga dialami oleh bangunan yang bahan-bahannya seperti batu kapur, batu pualam, dolomit akan dirusak oleh SO2 dari udara. Efek dari kerusakan ini akan tampak pada penampilannya, integritas struktur, dan umur dari gedung tersebut.
BPA dari Botol Plastik Larut kedalam Tubuh Manusia , Ditulis oleh Awan Ukaya pada 03-02-2010
Suatu studi baru dari para peneliti Harvard School of Public Health (HSPH) menemukan bahwa partisipan yang meminum air selama seminggu dari botol polikarbonat – botol minuman dan botol bayi dari plastik sangat keras yang sangat terkenal – menunjukkan bahwa dua pertiga chemical bisphenol A (BPA) naik pada air seni mereka. Ekspose terhadap BPA, digunakan pada pabrikan polikarbonat dan plastik lainnya, telah menunjukkan campur tangan dalam pengembangan reproduktif pada hewan dan telah terkait dengan penyakit cardiovascular dan diabetes pada manusia.
Studi ini pertama kali menunjukkan bahwa minuman dari botol polikarbonat meningkatkan tingkat urinitas BPA, dan selanjutnya menyatakan bahwa kemasan minuman yang terbuat dengan BPA melepaskan kimiawi kedalam cairan yang orang – orang minum pada jumlah yang cukup untuk meningkatkan tingkat BPA yang keluar dari air seni manusia.
Sebagai tambahan pada botol polikarbonat, yang dapat diisi ulang dan kemasan yang popular di kalangan siswa, peserta perkemahan dan lainnya serta juga digunakan sebagi botol minuman bayi, BPA juga ditemukan pada campuran bidang kedokteran gigi dan tambalan dan lapisan kaleng makanan dan minuman. (Pada botol, polikarbonat dapat teridentifikasi oleh daur ulang nomer .) Berbagai macam studi telah menunjukkan perusak kelenjar endokrin pada hewan, termasuk pada permulaan kedewasaan seksual dini, merubah perkembangan dan jaringn tisu kelenjar susu dan menurunkan produksi sperma pada keturunan. Hal ini mungkin yang paling berbahaya pada tingkatan perkembangan awal.
“Kita menemukan bahwa cairan dingin minuman dari botol polikarbonat hanya seminggu saja telah menaikkan tingkat BPA air seni hingga lebih dua pertiganya. Jika anda memanaskan botol tersebut, seperti dalam kasus pada botol susu bayi, kita memperkirakan tingkatnya akan sangat tinggi sekali. Ini akan menjadikan suatu perhatian karena bayi khususnya rentan terhadap potensi pengrusakan kelenjar endokrin dari BPA,” kata Karin B. Michels, rekanan profesor pada bidang epidemiology di HSPH dan Harvard Medical School dan penulis senior studi ini.
Para peneliti ini, diketuai oleh penulis pertamanya yaitu Jenny Carwile, seorang mahasiswa doktoral pada departemen epidemiology di HSPH, dan Michels, mahasiswa yang direkrut dari Harvard College untuk studi ini pada bulan April 2008. Sebanyak 77 partisipan memulai studi ini dengan fase “washout” selama seminggu dimana mereka meminum semua minuman dingin dari botol stainless steel dengan maksud meminimalisir ekspos BPA. Para partisipan menghasilkan contoh air seni selama periode washout. Kemudian mereka diberikan dua botol polikarbonat dan diminta untuk meminum semua minuman dingin dari botol tersebut seminggu kemudian; contoh – contoh air seni juga dihasilkan selama periode tersebut.
Hasilnya menunjukkan konsentrasi urinitas BPA para partisipan naik 69% setelah meminum dari botol polikarbonat. (Penulis studi ini menjelaskan bahwa konsentrasi BPA pada populasi kampus sama dengan apa yang dilaporkan pada populasi umum di Amerika.) Studi sebelumnya menemukan bahwa BPA dapat larut dari botol polikarbonat kedalam isinya; studi ini merupakan yang pertama kali menunjukkan konsentrasi urinitas BPA pada manusia.
Salah satu keunggulan studi ini, jelas penulisnya, adalah bahwa para siswa yang meminum dari botol pada penggunaan yang normal. Apalagi, para siswa tidak membersihkan botol mereka di tempat cucian ataupun menaruh cairan panas kedalamnya; pemanasan telah menunjukkan kenaikan melarutnya BPA dari polikarbonat, sehingga tingkat BPA mungkin saja sangat tinggi setelah para siswa meminum cairan panas dari botol tersebut.
Pemerintah Kanada melarang penggunaan BPA polikarbonat pada botol susu bayi pada tahun 2008 dan beberapa pabrikan botol polikarbonat secara sukarela telah meniadakan BPA dari produk mereka. Dengan meningkatnya bukti efek berbahaya yang potensial dari BPA pada manusia, para penulis percaya bahwa penelitian selanjutnya diperlukan pada efek BPA terhadap bayi dan pada perkembangan gangguan reproduktif dan kanker payudara pada orang dewasa.
“Studi ini muncul pada waktu yang tepat karean banyak Negara yang memutuskanapakah jadi melarang penggunaan BPA botol susu bayi dan cangkir minum. Semnetara studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa BPA terkait dengan efek kesehatan yang merugikan, studi ini melengkapi potongan teka – teki yang hilang—apakah botol plastic polikarbonat penting atau tidak terhadap penyumbang jumlah BPA dalm tubuh manusia,” kata Carwile.
Mengidentifikasikan Polutan Berbahaya di Udara Perkotaan ,Ditulis oleh Awan Ukaya pada 08-02-2010
Pencemaran udara berkaitan dengan sepuluh dari ratusan penyebab kematian setiap tahunnya. Namun, saat para ilmuwan melakukan studi toxicology di laboratorium untuk menentukan beberapa polutan, beberapa yang paling buruk seringkali tidak terjangkau, kata peneliti pada Universitas North Carolina di Chapel Hill.
Maka William Vizuete, Ph.D., asisten profesor teknik dan ilmu lingkungan di UNC Gillings School of Global Public Health, mencari cara yang paling mudah, lebih efektif untuk menemukan dan memperkirakan polutan racun yang sebenarnya dihirup oleh orang-orang khususnya di perkotaan.
CAMPURAN RACUN yang sama halnya dengan polutan, dimana secara langsung dihasilkan dari beberapa sumber seperti kendaraan bermotor dan mobil dan cerobong asap pabrik, orang – orang juga menghirup campuran lainnya yang berasal dari udara dengan rekasi kimiawi. Beberapa polutan yang terbuat di udara secara tipikal tidak diperkirakan atau bahkan diketahui. Vizuete dan para rekanan penelitinya memelajari tidak hanya efek dari polutan tunggal tetapi juga bagaimana mereka mempengaruhi orang – orang pada kombinasi antar satu sama lainnya.
Studi MENANGKAP EFEK MATAHARI di atap ruang lingkungan UNC Gillings School of Global Public Health, dimana kualitas udara dipelajari, telah menunjukkan bahwa polutan lima sampai sepuluh kali lebih berbahaya saat memuai di sinar matahari.
DAMPAK: MENINGKATKAN KUALITAS UDARA. Vizuete dan timnya mengaplikasikan teknologi baru untuk memelajari polusi udara kerusakan sel paru – paru, pertama – tama di laboratorium ruang asap mereka, lalu di lapangan. Data ini akan membantu menciptakan model yang komprehensif kimiawi polusi udara dan tingkat racunnya serta membantu mengidentifikasi polutan – polutan yang berbahaya bagi paru – paru manusia.
Para peneliti juga mengembangkan suatu peralatan portable yang memperbolehkan mereka untuk menggunakan kultur sel paru – paru manusia guna memelajari udara di lapangan dimana polusi sebenarnya muncul. Data dari ruang tersebut dan instrumentasi biological baru akan tersedia bagi yang lain.
Pestisida Ramah Lingkungan ,Ditulis oleh Indygo Morie pada 17-02-2010
Bila kita memikirkan tentang beberapa jenis rempah yang banyak digemari orang seperti rosemary, thyme, bawang putih, dan mint dan kemudian coba Anda bayangkan ke suatu yang lebih besar lagi ke lahan pertanian yang besar lagi dimana banyak ditanam jenis sayuran dan buah maka kita akan juga memikirkan bagaimana penggunaan pestisida untuk menjaga lahan pertanian tersebut dari serangan hama sehingga panen dapat tetap dilakukan. Sekarang banyak sekali lahan pertanian yang dilakukan secara organic dimana mereka menggunakan bahan alami untuk membunuh hama, dibandingkan dengan penggunaan pestisida konvensional. Sebagaimana industri juga mulai berusaha untuk memenuhi kebutuhan buah dan sayuran yang lebih alami sebagai tuntutan konumen.
Studi terbaru yang dimuat di American Society’s 28th National Meeting, para peneliti dari Kanada melaporkan suatu subyek penelitian baru yang sangat menarik dibidang “essential oil pestisida” atau yang disebut sebagai “aroma pembunuh”. Zat ini mewakili kelas baru dalam insektisida alami yang memperlihatkan sifat ramah lingkungan dan dapat dipergunakan sebagai pengganti insektisida konvensional dimana dapat mengurangi resiko keracunan terhadap manusia dan hewan, kata para peneliti.
“Kami melakukan eksplorasi terhadap pestisida alami yang potensial berdasarkan essential oil tanaman yang banyak dipergunakan dalam makanan dan minuman sebagai perasa”, kata perwakilan peneliti Murray Isman, Ph.D dari Universitas British Columbia. Pestisida baru ini umumnya dibuat dari campuran sejumlah kecil dua atau empat essential oil yang dilarutkan dalam air. Beberapa campuran ini brhasil membunuh beberapa jenis serangga dan campuran yang lain berhasil mengusir mereka.
Selama beberapa dekade terakhir, Isman dan koleganya telah melakukan banyak test terhadap essential oil tanaman dan mereka menemukan spectrum yang sangat luas mengenai aktifitas pestisida dalam melawan hama tanaman. Beberapa essential oil komersil sekarang telah digunakan oleh petani dan essential oil ini menunjukkan adanya sifat proteksi terhadap hama dari tanaman strawberry, bayam, dan tomat, kata para peneliti.
“Essential oil ini telah berhasil menggantikan banyak produk pestisida yang berbasis arsen”, kata Isman. “Tentu saja market essential oil sebagai insektisida masih kecil, akan tetapi pertumbuhannya akan semakin meningkat dan saat itu akan menjadi momentum yang sangat baik bagi pestisida alami ini”
Pestisida alami ini memiliki bebrapa keuntungan. Tidak seperti pestisida konvensional, pestisida ini tidak memerlukan ijin secara hukum untuk mempergunakannya dan berita baiknya petani dapat menggunakannya secara langsung. Manfaat lain adalah serangga tidak akan memiliki kesempatan untuk menciptakan sistem resistansi terhadap pestisida ini, dan yang jelas sangat aman bagi para petani yang tentunya berhubungan langsung dengan pengginaan pestisida ini.
Diantara manfaat tersebut, terdapat kekurangan dari pestisida ini yaitu essential oil cenderung lebih cepat menguap dan terdegradasi secara cepat dengan adanya sinar matahari, sehingga para petani cenderung untuk mengaplikasikan pestisida ini beberapa kali dibandingkan dengan pestisida konvensional. Beberapa pestisida alami ini bertahan beberapa jam, dibandingkan pestisida konvensional yang bisa bertahan beberapa hari sampai satu bulan, kerugian yang lain diperlukan konsentrasi yang jauh lebih tinggi untuk dapat berfungsi secara efektif. Para peneliti sekarang bekerja untuk meneliti agar pestisida alami ini dapat bertahan lebih lama dan lebih bersifat potensial.
“Pestisida alami ini masih belum menjadi satu cara efektif untuk mengontrol hama”, kata Isman. Konvensional pestisida tetap menjadi idola dalam mengontrol hama secara efektif untuk mengontrol ulat, belalang, kumbang dan beberapa serangga yang lebih besar, katanya. “Akan tetapi pada akhirnya kita harus tetap memikirkan tentang lingkungan dan keselamatan manusia”.
Pestisida alami ini tidak hanya bermanfaat bagi pertanian. Beberapa essential oil bermanfaat bagi pengusir serangga di lingkungan rumah tangga. Tidak seperti pembasi serangga rumah tangga yang konvensional yang memiliki bau yang tidak enak, essential oil ini memiliki bau yang enak dan aroma yang menyenangkan. Kandungannya adalah sama seperti yang digunakan dalam produk aromaterapi seperti cinnamon dan peppermint, kata Isman.
Industri telah mengembangkan prodauk bebasis aroma essential oil yang dapat mengusir kutu anjing dan kucing tanpa membahayakan pemiliknya. Para peneliti sekarang telah meneliti penggunaan essential oil ini untuk dipergunakan membunuh mikroba seperti E. coli dan Salmonella dimana mikroba ini dapat meracuni manusia yang terdapat dalam buah dan sayuran. Peneliti lain mengeksplor potensial penggunaan lavender, basil, bergamot, patchouli oil, dan beberapa jenis minyak yang lain untuk melawan serangga.
Meminimalisir emisi karbon dioksida ,Ditulis oleh Awan Ukaya pada 08-03-2010
Suatu proses terintegrasi untuk menghasilkan energi dari pembakaran metan tanpa menghasilkan limbah karbon dioksida telah diajukan oleh para ilmuwan Inggris.
Dengan perubahan cuaca yang merupakan ancaman dewasa ini, pengurangan emisi CO2 sangatlah penting. Namun meningkatnya permintaan energi berarti solusi yang ada tidaklah sesederhana seperti memotong pembakaran bahan bakar fosil. Michael North dan timnya pada Universitas Newcastle mengatakan bahwa ini mungkin saja untuk menjaga produksi energi dan sesegera mungkin mengubah limbah CO2 kedalam bahan kimiawi yang berguna yang menghindari pembiayaan yang terkait dengan penangkapan dan penyimpanan karbon.
Sistem North menggunakan suatu membran untuk memisahkan dan memberikan oksigen murni pada bahan bakar yang menyediakan pembakaran yang bersih, dengan menghilangkan suatu produksi NOx. Lalu, limbah CO2 diberikan kedalam suatu reaksi campuran dengan suatu is then fed into a reaction mixture with an epoxide dan katalis yang memproduksi karbonat – karbonat. Siklis karbonat mempunyai banyak aplikasi – aplikasi termasuk agen degreasing, elektrolite dan pelarut.
Meskipun penggunaan kembali limbah CO2 adalah untuk membuat siklis karbonat bukanlah merupakan ide baru, proposal sebelumnya meliputi penggunaan suatu katalis yang memerlukan suhu diatas| 150 °C dan tekanan tinggi yang memerlukan energi lebih untuk dimasukkan. North sebelumnya telah mengembangkan suatu aluminium kompleks dengan tetrabutylammonium bromida sebagai kokatalis yang mengkatalisasikan reaksi pada suhu pada kisaran 20-100 °C, sesuai dengan limbah panas dari pembangkit tenaga.
Suatu katalis tetrabutylammonium mengijinkan adanya konversi karbon dioksida dibawah kondisi yang ringan
‘Keanggunan dari sistema ini adalah anda tidak sedang membuat suatu ikatan C-H atau C-C yang baru, sehingga reaksinya adalah eksotermik,’ kata North.
Nilay Shah, seorang ahli insinyur kimia pada Imperial College London, Inggris, terkesan oleh sistem ini. ‘Ini adalah tentang kreatifitas mencari molekul terbaik untuk membuatnya dari CO2, sehingga anda dapat memulai untuk membuat molekul dengan volume tinggi yang nyata,’ katanya.
North menunjukkan proses ini dalam skala laboratorium tetapi mengatakan bahwa dia percaya diri ini dapat dibuat kedalam proses aliran yang terus menerus untuk sistem komersil. Dia juga merencanakan untuk penelitian lebih lanjut mengenai toleransi katalis terhadap air dan ketidakmurnian lainnya.
Penjelasan mengenai akumulasi asam di atmosphere,Ditulis oleh Awan Ukaya pada 03-06-2010
Beberapa studi baru mungkin dapat membantu menjelaskan konsentrasi tinggi dari asam sulfuric di atmosphere. Penelitian ini dapat juga memberikan implikasi bagi pemodelan cuaca global, yang memungkinkan para ilmuwan untuk mengurangi ketidak menentuan yang berkaitan dengan efek aerosol berdasarkan prediksi mereka.
Para ilmuwan telah berusaha bertahun-tahun untuk merekonsiliasikan konsentrasi atmospheris dari asam sulfuric yang merupakan hasil dari eksperimen laboratorium terhadap tingkat formasi partikelnya. Menurut Mikko Sipilä dari University of Helsinki di Finlandia, hal ini menurun pada ketidak cukupannya pendetektor partikel pada eksperimen sebelumnya – salah satu yang terbaik hanya mampu mendeteksi partikel sebesar 3nm dan diatasnya. Namun sekarang ini Sipilä dan sebuah tim dari peneliti internasional telah mengembangkan beberapa metode untuk mendeteksi partikel yang hampir lebih besar dari nanometer tunggal.
Sebagaimana penjelasan Sipilä, pada konsentrasi dibawah 108 molekul per kubik sentimeter, yang berada di atmosphere, partikel asam sulfuric yang dibentuk oleh kondensasi dari gas H2SO4 tumbuh sangat lamban sekali. ‘Ini berarti bahwa didalam waktu mendiami yang digunakan pada studi sebelumnya – secara tipikal beberapa puluh detik – beberapa partikel tidak dapat tumbuh diatas batas deteksi partikelnya yang berlawanan dengan apa yang mereka sedang dunakan,’ katanya.
Dengan menggunakan metode deteksi yang telah dikembangkan, para peneliti menunjukkan bahwa tidak adanya ketidak sesuaian dari beberapa aturan besaran gayanya antara tingkat yang diamati dan perkembangan teoritisnya. Sementara tingkat perkembangan yang mereka lakukan tidaklah sesuai dengan prediksi sebelumnya dari teori tersebut, mereka mengatakan bahwa persetujuannya adalah ‘baik’.
Pada teori nukleasi, adanya ambang penerimaan yang kritis dimana beberapa partikel seperti asam sulfuric menjadi stabil saat mereka mengkondensasi. Para peneliti mengungkapkan bahwa nukleus yang kritis di kasus ini berisi satu hingga dua molekul asam sulfuric. Namun Renyi Zhang, seorang ahli pada ilmu pengetahuan atmospheris pada Texas A&M University di Amerika Serikat, mengatakan bahwa ‘hal ini sangatlah sulit untuk menjelaskan bagaimana satu hingga dua molekul asam sulfuric, bersama –sama dengan molekul air, dapat membuat suatu nukleus yang kritis, dari sudut pandang thermodinamika.’ Dia menambahkan bahwa hasilnya masih perlu direproduksi lagi oleh kelompok lainnya.
Jika hasilnya direproduksi kembali, bagaimanapun juga, mereka mungkin mempunyai implikasi yang penting bagi ilmu pengetahuan cuaca. Sipilä menjelaskan bahwa efek tidak langsung dari aerosol merupakan beberapa hal yang sedikit dapat dipahami dengan baik dalam model cuaca. ‘Akhir-akhir ini Saya pikir pada beberapa model tersebut yang digunakan untuk laporan [Intergovernmental Panel on Climate Change], nukleasinya baik diacuhkan sepenuhnya ataupun hal ini barangkali didasarkan pada pengamatan ambien,’ says Sipilä. ‘Jika saja langkah molekular yang detail tidak diketahui maka hal ini akan menciptakan banyaknya ketidak pastian pada model tersebut. Oleh karena itu mengapa hal ini sangatlah penting untuk memahami langkah yang detail yang nantinya akan meningkatkan akurasi prediksi cuaca global.’
Hayley Birch
Referensi
M Sipilä et al, Science, 2010, DOI: 10.1126/science.1180315
Menuai Bahan Bakar Alternatif dari Sampah Kebun, Ditulis oleh Abi Sofyan Ghifari pada 17-05-2011
Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini, bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang paling luas dan paling sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Penggunaan jenis bahan bakar ini semakin lama semakin tinggi, seiring dengan meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk bumi ini.
Kenyataan itulah yang membuat dunia sekarang berada pada dua ancaman sekaligus: pemanasan global yang terus meningkat sekaligus kelangkaan sumber energi masa depan akibat berkurangnya bahan bakar fosil.
Beberapa solusi pun mulai ditawarkan oleh para ilmuwan. Salah satu yang paling efektif dan ramai diperbincangkan adalah penggunaan bahan bakar alternatif. Bahan bakar alternatif yang ramai diteliti para ilmuwan saat ini biasanya berasal dari sumber yang terbarukan atau tidak dapat habis seperti cahaya matahari, air, angin, panas bumi, dan biomassa. Hingga saat ini umumnya penelitian mengenai pemanfaatan terhadap sumber energi terbarukan tersebut cukup banyak, namun belum seluruhnya efektif dan efisien.
Suatu terobosan ilmiah terbaru berhasil ditemukan sebuah tim riset yang terdiri atas para insinyur teknik kimia dari University of Massachusetts Amherst berhasil mengembangkan suatu mesin yang dapat memproduksi berbagai macam senyawa hidrokarbon dengan bahan baku minyak pirolisis sampah kebun atau sejenisnya.
Ya, sampah kebun seperti kayu, ranting, cabang, kulit pohon, rumput-rumput, dedaunan, dan bagian tumbuhan lainnya merupakan sumber alami biomassa yang mengandung banyak selulosa dan minyak bio. Suatu proses pirolisis terhadap biomassa seperti ini dapat mengekstrak minyak bio yang terkandung di dalamnya untuk selanjutnya dapat diolah kembali menjadi berbagai senyawa hidrokarbon. Pirolisis merupakan dekomposisi termal bahan-bahan organik tanpa keberadaan oksigen, sehingga bahan organik yang terkandung di dalamnya tidak teroksidasi.
Tim peneliti tersebut telah berhasil membuat mesin yang dapat memproduksi berbagai senyawa hidrokarbon secara lebih efektif dan efisien dari minyak bio hasil pirolisis karena dapat menhasilkan rendemen produk yang lebih tinggi. Senyawa yang dihasilkan antara lain benzena, toluena, xilena, berbagai senyawa olefin (alkena), dan senyawa alkohol (seperti metanol dan etanol). Senyawa-senyawa hidrokarbon tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku kimia maupun sebagai sumber energi alternatif. Tim ini memperkirakan jika seluruh industri kimia di dunia dapat menggunakan senyawa biopirolisis yang dihasilkan mesin ini daripada menggunakan bahan bakar fosil akan terjadi penghematan hingga USD 400 milyar setiap tahunnya. Suatu jumlah yang sangat besar.
Hasil penelitian ini tentu dapat memberi nilai tambah terhadap sampah-sampah organik yang ada di kebun pekarangan rumah kita ataupun di lingkungan lain yang serupa. Selain dapat diubah menjadi pupuk kompos, sampah tersebut juga dapat menghasilkan berbagai senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk kimia maupun sumber energi alternatif.
Kolaborasi Mimba Dan Gadung Sebagai Pestisida Organik, Oleh Rita Punto
Tahukah anda tanaman ubi? wah pasti lebih akrab dengan ubi cilembu ya, yang memang rasanya manis seperti madu. Tapi kalau ubi Gadung, pernah makan?
Nah, ubi yang satu ini bentuknya sangat menawan dengan warna kuning cerah yang eye catching tapi jangan coba-coba menaklukkan rasanya karena memang perlu trik khusus jika ingin menikmati legitnya ubi yang dikenal beracun ini. Ubi berjenggot karena memiliki serabut yang lebat bisa disantap dengan aman jika diproses dengan cara yang baik dan benar, biasanya dicuci dan direndam di sungai yag airnya mengalir selama 3 hari sampai ubi lemas, barulah aman dikonsumsi.
Karena terkenal dengan racunnya, petani Indonesia cukup familiar menggunakan ubi ini sebagai pestisida alami mengusir hama tanaman. Banyak formula yang bisa dibuat, seperti misalnya ditambahkan dengan daun Nimba/Mimba.
Cara membuatnya:
1. Kupas ubi Gadung, gunakan sarung tangan atau lumuri tangan dengan minyak sayur ketika mengupasnya karena getahnya sangat gatal
2. Parut atau potong tipis ubi,
3. Rendam dalam ember bersama daun Mimba
4. Rendam selama 2 minggu, sampai air berwarna keruh dan memiliki bau khas
Cara aplikasi:
* Larutkan 1 bagian pestisida + 10 bagian air
* Semprotkan pada batang dan daun yang diserang hama
*
Untuk efektifnya semprotlan larutan pestisida ini menjelang sore atau malam hari, karena biasanya hama dan serangga datang menjelang sore.
Minggu, 28 Agustus 2011
Kembali ke Organik Sebagai Solusi untuk Mengatasi Kelangkaan Pupuk
Beberapa hari ini, seluruh media massa di Indonesia memberitakan mengenai protes petani akibat rencana pemerintah mengurangi subsidi pupuk untuk dialokasikan ke perbaikan infrastuktur pertanian. Pemerintah tahun ini memberikan subsidi sebesar 17,5 trilyun untuk 5,5 juta ton pupuk urea.
Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan bahwa subsidi ini hanya menguntungkan petani besar yang menggunakan pupuk dalam jumlah besar. Pemotongan subsidi diperlukan supaya pemerintah bisa memperbaiki sarana pertanian yang lebih menguntungkan petani secara keseluruhan. Menjawab keluhan petani mengenai kelangkaan pupuk, menteri pertanian menyatakan kelangkaan ini akibat tidak imbangnya antara angka produksi pupuk dengan kebutuhan riil petani. Kemampuan pemerintah untuk menyediakan pupuk terbatas akibat mahalnya bahan baku yang masih impor.
Benarkah persoalan pertanian bisa diselesaikan dengan memberikan subsidi? Saat ini satu kilo pupuk urea di pasaran bisa didapat dengan harga sekitar Rp 1.600, padahal harga semestinya Rp 6000. Bukankah pemberian subsidi ini juga rawan diselewengkan karena ada oknum yang menimbun pupuk dan menjualnya kembali dengan harga mahal? Praktek ini akan terus terusan terjadi karena ada banyak petani yang tetap akan membeli pupuk dengan harga mahal supaya tanamannya tidak rusak dan membuat petani gagal panen.
Bagaimana dengan gagasan untuk kembali ke pertanian organik? Jika petani memilih untuk bertani secara organik, mereka tidak akan tergantung kepada pupuk kimiawi (pupuk pabrik). Membuat pupuk sendiri membuat petani lebih mandiri sehingga pemerintah tidak perlu memberi subsidi pembelian pupuk kimiawi. Saat ini, petani semakin membutuhkan banyak pupuk kimiawi karena tanah yang mereka olah sudah jenuh. Di sisi lain, pertanian organik di Indonesia dapat menjadi suatu alternatif pemenuhan kebutuhan pangan di dalam jangka panjang yang ramah lingkungan. Untuk mendukung produksi pupuk organik petani, sebaiknya pemerintah mengembangkan program ternak bagi petani. Kotoran ternak seperti sapi dapat menjadi sumber pupuk organik yang baik. Petani juga perlu mendapat bantuan untuk peningkatkan ketrampilan dalam hal pengelolaan sampah untuk dijadikan pupuk organik.
Namun, apakah kembali ke pertanian organik bisa semudah itu? Sebagian petani di Indonesia terbiasa menggunakan pupuk kimiawi yang memberi respon cepat pada tanaman. Urea, misalnya, akan menghasilkan tanaman yang tumbuh dengan cepat jika dibandingkan dengan pupuk organik. Pada masa tiga tahun pertama kembali ke pertanian organik akan menurunkan produksi pertanian. Tahun-tahun awal ini akan mengalami banyak kendala dan membutuhkan tabungan yang cukup dari petani untuk bertahan. Pertanian organik juga membutuhkan teknologi bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama tanaman menggunakan pestisida alami serta manajemen yang berbeda dengan pertanian dengan teknologi revolusi hijau.
Pemerintah, akademisi, dan berbagai lembaga yang bergerak di bidang pertanian perlu menanamkan kesadaran pada masyarakat dan petani akan perlunya melestarikan lahan dan menjaga lingkungan dengan pengurangan penggunaan bahan kimia sintetis. Semua pihak perlu bersama-sama mengubah orientasi petani yang sudah terjerumus pada sistem pertanian revolusi hijau. Produktivitas pertanian yang selama ini diupayakan dengan penggunaan benih, pupuk, dan pestisida kimia ini selain tidak ramah lingkungan juga memiskinkan petani karena mereka tidak lagi mandiri dan enggan memproduksi benih sendiri. Penyadaran ini bisa disertai promosi jika dalam jangka panjangnya pertanian organic juga memberikan keuntungan secara materi. Sebagai contoh, harga pasaran beras organik mahal. Beras biasa harganya 4.500 rupiah per kilogram sedangkan beras organik bisa mencapai 6.500 rupiah. Selain itu petani juga mendapat keuntungan tambahan karena pencemaran akibat pemakaian berlebih pupuk kimiawi dan pestisida dalam jangka panjang membahayakan kesehatan si petani, kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Pemerintah perlu memberikan prioritas pada sektor pertanian karena ada jutaan penduduk Indonesia yang bermata pencahariaan sebagai petani. Perkembangan ilmu pertanian dan ledakan populasi manusia menyebabkan kebutuhan pangan meningkat. Pemerintah pada saat itu menggalakkan revolusi hijau dengan penggunaan pupuk kimia sintetis, penggunaan pestisida, dan penanaman benih unggul berproduksi tinggi (hybrida). Awalnya hal ini meningkatkan produksi pertanian tetapi setelah sekian lama pertanian ini lebih banyak menimbulkan permasalahan. Tanah yang puluhan tahun diolah dengan pupuk kimia membutuhkan lebih banyak pupuk dan apakah hasil yang mereka dapat sepadan dengan ongkos yang mereka keluarkan?
Revolusi Hijau dahulu didesain untuk menanggulangi tingginya permintaan makanan akibat pertumbuhan penduduk di paruh kedua abad 20 dengan pola pertanian yang menggunakan pupuk kimia, pestisida, dan benih hibrida. Dilain pihak, peningkatan produksi ini memberikan konsekwensi serius pada kondisi tanah dan dampak buruk kepada lingkungan. Hal ini menyebabkan perlunya penggunaan banyak zat-zat kimia untuk bertani di tanah yang tidak lagi subur. Namun, penggantian ke sistem pertanian organik memiliki dampak jangka pendek pada produktivitas tanpa merusak lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan bahwa subsidi ini hanya menguntungkan petani besar yang menggunakan pupuk dalam jumlah besar. Pemotongan subsidi diperlukan supaya pemerintah bisa memperbaiki sarana pertanian yang lebih menguntungkan petani secara keseluruhan. Menjawab keluhan petani mengenai kelangkaan pupuk, menteri pertanian menyatakan kelangkaan ini akibat tidak imbangnya antara angka produksi pupuk dengan kebutuhan riil petani. Kemampuan pemerintah untuk menyediakan pupuk terbatas akibat mahalnya bahan baku yang masih impor.
Benarkah persoalan pertanian bisa diselesaikan dengan memberikan subsidi? Saat ini satu kilo pupuk urea di pasaran bisa didapat dengan harga sekitar Rp 1.600, padahal harga semestinya Rp 6000. Bukankah pemberian subsidi ini juga rawan diselewengkan karena ada oknum yang menimbun pupuk dan menjualnya kembali dengan harga mahal? Praktek ini akan terus terusan terjadi karena ada banyak petani yang tetap akan membeli pupuk dengan harga mahal supaya tanamannya tidak rusak dan membuat petani gagal panen.
Bagaimana dengan gagasan untuk kembali ke pertanian organik? Jika petani memilih untuk bertani secara organik, mereka tidak akan tergantung kepada pupuk kimiawi (pupuk pabrik). Membuat pupuk sendiri membuat petani lebih mandiri sehingga pemerintah tidak perlu memberi subsidi pembelian pupuk kimiawi. Saat ini, petani semakin membutuhkan banyak pupuk kimiawi karena tanah yang mereka olah sudah jenuh. Di sisi lain, pertanian organik di Indonesia dapat menjadi suatu alternatif pemenuhan kebutuhan pangan di dalam jangka panjang yang ramah lingkungan. Untuk mendukung produksi pupuk organik petani, sebaiknya pemerintah mengembangkan program ternak bagi petani. Kotoran ternak seperti sapi dapat menjadi sumber pupuk organik yang baik. Petani juga perlu mendapat bantuan untuk peningkatkan ketrampilan dalam hal pengelolaan sampah untuk dijadikan pupuk organik.
Namun, apakah kembali ke pertanian organik bisa semudah itu? Sebagian petani di Indonesia terbiasa menggunakan pupuk kimiawi yang memberi respon cepat pada tanaman. Urea, misalnya, akan menghasilkan tanaman yang tumbuh dengan cepat jika dibandingkan dengan pupuk organik. Pada masa tiga tahun pertama kembali ke pertanian organik akan menurunkan produksi pertanian. Tahun-tahun awal ini akan mengalami banyak kendala dan membutuhkan tabungan yang cukup dari petani untuk bertahan. Pertanian organik juga membutuhkan teknologi bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama tanaman menggunakan pestisida alami serta manajemen yang berbeda dengan pertanian dengan teknologi revolusi hijau.
Pemerintah, akademisi, dan berbagai lembaga yang bergerak di bidang pertanian perlu menanamkan kesadaran pada masyarakat dan petani akan perlunya melestarikan lahan dan menjaga lingkungan dengan pengurangan penggunaan bahan kimia sintetis. Semua pihak perlu bersama-sama mengubah orientasi petani yang sudah terjerumus pada sistem pertanian revolusi hijau. Produktivitas pertanian yang selama ini diupayakan dengan penggunaan benih, pupuk, dan pestisida kimia ini selain tidak ramah lingkungan juga memiskinkan petani karena mereka tidak lagi mandiri dan enggan memproduksi benih sendiri. Penyadaran ini bisa disertai promosi jika dalam jangka panjangnya pertanian organic juga memberikan keuntungan secara materi. Sebagai contoh, harga pasaran beras organik mahal. Beras biasa harganya 4.500 rupiah per kilogram sedangkan beras organik bisa mencapai 6.500 rupiah. Selain itu petani juga mendapat keuntungan tambahan karena pencemaran akibat pemakaian berlebih pupuk kimiawi dan pestisida dalam jangka panjang membahayakan kesehatan si petani, kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Pemerintah perlu memberikan prioritas pada sektor pertanian karena ada jutaan penduduk Indonesia yang bermata pencahariaan sebagai petani. Perkembangan ilmu pertanian dan ledakan populasi manusia menyebabkan kebutuhan pangan meningkat. Pemerintah pada saat itu menggalakkan revolusi hijau dengan penggunaan pupuk kimia sintetis, penggunaan pestisida, dan penanaman benih unggul berproduksi tinggi (hybrida). Awalnya hal ini meningkatkan produksi pertanian tetapi setelah sekian lama pertanian ini lebih banyak menimbulkan permasalahan. Tanah yang puluhan tahun diolah dengan pupuk kimia membutuhkan lebih banyak pupuk dan apakah hasil yang mereka dapat sepadan dengan ongkos yang mereka keluarkan?
Revolusi Hijau dahulu didesain untuk menanggulangi tingginya permintaan makanan akibat pertumbuhan penduduk di paruh kedua abad 20 dengan pola pertanian yang menggunakan pupuk kimia, pestisida, dan benih hibrida. Dilain pihak, peningkatan produksi ini memberikan konsekwensi serius pada kondisi tanah dan dampak buruk kepada lingkungan. Hal ini menyebabkan perlunya penggunaan banyak zat-zat kimia untuk bertani di tanah yang tidak lagi subur. Namun, penggantian ke sistem pertanian organik memiliki dampak jangka pendek pada produktivitas tanpa merusak lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Jumat, 19 Agustus 2011
SISTEM IPLT DI INDONESIA
A. IPLT dengan Sistem Aerasi
1. Bak Equalisasi
Bak Equalisasi melakukan perlakukan terhadap air limbah dengan cara pengkondisian lumpur tinja, berupa pengaturan pH, pengenceran oleh air yang berasal dari outlet yang mengandung bakteri pengurai. Konstruksi pada bagian bawah dibuat miring ke arah outlet sebagai tempat berkumpulnya lumpur tinja di bagian bawah.
2. Oksidation Ditch
Pada bak ini terjadi proses biologis aerobik oleh bantuan bakteri aerobik yang hidup dalam larutan/lumpur tinja. Untuk menjaga agar bakteri dapat melakukan metabolisme, diperlukan oksigen dari udara yang diambil melalui perputaran rotor pada permukaan larutan. Selain itu diperlukan nutrien tambahan disamping bahan pengotor/impuritis yang ada dalam larutan. Untuk menciptakan kontak larutan dengan udara cukup efektif rotor diatas permukaan larutan dipasang melintang pada aliran larutan, rotor digerakkan dengan bantuan listrik PLN.
3. Bak Pengendap/Sedimentasi
Pengolahan dengan bantuan bakteri pengurai terhadap air limbah diharapkan berlangsung pada 2 bak terdahulu, sehingga pada bak sedimentasi diharapkan telah terjadi koloid dan endapan bahan pengotor dan air limbahnya. Bagi lumpur yang nilai masa jenisnya lebih besar dari air akan mengendap pada dasar kolam yang dibuat berbentuk limas; namun sebagian hasil pengolahan berada pada fase koloid, sehingga dibutuhkan perlakuan untuk memisahkan bahan pengotor dari cairannya. Salah satu cara yang dibutuhkan adalah dengan bantuan kolam sedimentasi yang dilengkapi dengan lengan penyapu dan baffel uantuk menghindari aliran turbulen. Limbah masuk dari bagian tengah tangki (dengan bantuan pompa) dan secara koaksial akan berputar mengikuti kisi-kisi pada bagian dinding dalam tangki/kolam, dan membawa lumpur ke bawah secara gravitasi. Koloid akan dipecah secara fisis, sehingga terpisah dari larutan induknya dan kumpulan koloid yang telah memiliki masa jenis yang besar dari larutannya akan berkumpul dan mengendap pada dasar tangki/kolam.
4. Bak Penampung Lumpur/Sludge
Bak penampung lumpur akan menampung lumpur dari bak sedimentasi yang tertampung pada dasar kolam. Lumpur ini masih mengandung sebagian besar cairan dan akan dipisahkan untuk memudahkan pengeringan lumpur. Pemisahan dilakukan dengan bantuan media penyaring, yaitu kerikil, pasir yang ada pada dasar tangki/kolam. Cairan akan dialirkan secara berkala/kontinyu ke kolam oxidation ditch, sedangkan padatan dengan kandungan airnya telah rendah akan dipindahkan ke kolam pengering.
5. Bak Pengering Lumpur
Bak pengering lumpur menampung lumpur yang telah dikurangi kadar airnya pada kolam/bak pengumpul lumpur untuk selanjutnya dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Lumpur kering denan kandungan air relatif rendah (cake) , selanjutnya diangkat secara berkala dan ditempatkan dikarung atau kemasan lain sebelum dibawa oleh pihak ketiga, sebagai bahan campuran kompos.
B. IPLT SISTEM NON AEROBIK
Berbeda dengan IPLT sistem aerobik, sistem non aerobik relatif lebih banyak memanfaatkan bakteri non aerobik dalam pengolahannya. Dibandingkan dengan sistem aerobik, sistem ini membutuhkan lahan yang lebih luas namun nilai O/P relatif rendah karena tidak menggunakan listrik untuk pompa atau motor penggerak rotor.
1. Bar Screen
Bar screen umumnya merupakan satu kesatuan dengan tangki Inhoff. Fungsi dari tangki/kolam ini adalah untuk memisahkan bahan-bahan yang turut dalam aliran namun tidak dibutuhkan dalam pengolahan lumpur tinja. Bahan-bahan yang dimaksud antara lain adalah, sisa potongan kayu, kertas, kain, plastik, daun-daun, dll.
2. Inhoff Tank
Tangki Imhoff merupakan tangki pertama yang berada dalam sistem yang melakukan perlakukan terhadap lumpur tinja yang masuk, dalam tangki ini terdapat campuran bakteri anaerobik dan aerobik yang melakukan pemecahan terhadap impuritis.
Tangki ini terdiri dari 2 bagian , yaitu bagian dasar tangki yang berbentuk kerucut mengarah ke bawah, dan bagian kerucut terpancung dengan arah ke bawah pula. Antara kerucut atas dan bawah terdapat batas/interface yang tidak boleh berisi cairan/lumpur.
Waktu tinggal dalam peralatan ini kurang lebih 2 hari, dimana telah terjadi pemecahan terhadap sebagian impuritis oleh bakteri aerobik dan anaerobik, dan performance pengolahan adalah sekitar 50-60% terhadap parameter kunci antara lain, BOD5, COD, TSS dan pH.
3. Kolam Nonaerobik
Kolam nonaerobik yang mengandung bakteri non aerobik melakukan pengolahan terhadap lumpur tinja dengan pemecahan koloid lumpur pengotor yang turut dalam aliran. Performance pengolahan antara lain adalah sekitar 70-80% dari input limbah yang masuk. Kolam ini terbuat dari pasangan batu kali dengan bagian dinding kolam diplester dengan semen untuk menghindari rembesan dan pada bagian bawah kolam dibuat mengecil untuk memudahkan dalam pengurasan. Sewaktu-waktu dan berkala pengurasan dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan metabolisme bakteri dalam larutan.
4. Kolam Fakultatif
Lain halnya dengan kolam anaerobik, kolam fakultatif memanfaatkan kedua bakteri sekaligus (anaerobik dan aerobik) untuk membantu pemecahan lumpur tinja. Hal ini didasarkan pada masih terdapatnya bakteri aerobik dalam senyawa/larutan yang akan diolah lebih lanjut. Kontak dengan udara luar diperlukan untuk menjaga bakteri dapat terus melakukan metabolisme dan untuk itu, buih yang terbentuk pada permukaan kolam sesegera mungkin diangkat agar tidak mengurangi supply oksigen masuk dalam cairan.
Performance pengolahan lumpur tinja berkisar antara 70 s/d 80% dari input air limbah yang masuk.
Dasar kolam dibuat lebih mengecil di bagian bawah, dimaksudkan agar memudahkan dalam pengerukan lumpur yang terjadi pada dasar kolam yang dapat diangkat sewaktu-waktu.
5. Kolam Maturasi
Kolam maturasi merupakan kolam terakhir dari sistem ini yang digunakan untuk memecah lumpur tinja, dengan memanfaatkan bakteri aerobik dan non aerobik. Dalam kolam ini juga terjadi penurunan kadar BOD5, COD, TSS dan pH dengan persentase pengolahan antara 60-70%, diharapkan kadar limbah yang keluar telah memenuhi persyaratan mutu kadar BOD5, COD, TSS dan pH sesuai dengan Kepmen KLH No. 51 tahun 1995.
1. Bak Equalisasi
Bak Equalisasi melakukan perlakukan terhadap air limbah dengan cara pengkondisian lumpur tinja, berupa pengaturan pH, pengenceran oleh air yang berasal dari outlet yang mengandung bakteri pengurai. Konstruksi pada bagian bawah dibuat miring ke arah outlet sebagai tempat berkumpulnya lumpur tinja di bagian bawah.
2. Oksidation Ditch
Pada bak ini terjadi proses biologis aerobik oleh bantuan bakteri aerobik yang hidup dalam larutan/lumpur tinja. Untuk menjaga agar bakteri dapat melakukan metabolisme, diperlukan oksigen dari udara yang diambil melalui perputaran rotor pada permukaan larutan. Selain itu diperlukan nutrien tambahan disamping bahan pengotor/impuritis yang ada dalam larutan. Untuk menciptakan kontak larutan dengan udara cukup efektif rotor diatas permukaan larutan dipasang melintang pada aliran larutan, rotor digerakkan dengan bantuan listrik PLN.
3. Bak Pengendap/Sedimentasi
Pengolahan dengan bantuan bakteri pengurai terhadap air limbah diharapkan berlangsung pada 2 bak terdahulu, sehingga pada bak sedimentasi diharapkan telah terjadi koloid dan endapan bahan pengotor dan air limbahnya. Bagi lumpur yang nilai masa jenisnya lebih besar dari air akan mengendap pada dasar kolam yang dibuat berbentuk limas; namun sebagian hasil pengolahan berada pada fase koloid, sehingga dibutuhkan perlakuan untuk memisahkan bahan pengotor dari cairannya. Salah satu cara yang dibutuhkan adalah dengan bantuan kolam sedimentasi yang dilengkapi dengan lengan penyapu dan baffel uantuk menghindari aliran turbulen. Limbah masuk dari bagian tengah tangki (dengan bantuan pompa) dan secara koaksial akan berputar mengikuti kisi-kisi pada bagian dinding dalam tangki/kolam, dan membawa lumpur ke bawah secara gravitasi. Koloid akan dipecah secara fisis, sehingga terpisah dari larutan induknya dan kumpulan koloid yang telah memiliki masa jenis yang besar dari larutannya akan berkumpul dan mengendap pada dasar tangki/kolam.
4. Bak Penampung Lumpur/Sludge
Bak penampung lumpur akan menampung lumpur dari bak sedimentasi yang tertampung pada dasar kolam. Lumpur ini masih mengandung sebagian besar cairan dan akan dipisahkan untuk memudahkan pengeringan lumpur. Pemisahan dilakukan dengan bantuan media penyaring, yaitu kerikil, pasir yang ada pada dasar tangki/kolam. Cairan akan dialirkan secara berkala/kontinyu ke kolam oxidation ditch, sedangkan padatan dengan kandungan airnya telah rendah akan dipindahkan ke kolam pengering.
5. Bak Pengering Lumpur
Bak pengering lumpur menampung lumpur yang telah dikurangi kadar airnya pada kolam/bak pengumpul lumpur untuk selanjutnya dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Lumpur kering denan kandungan air relatif rendah (cake) , selanjutnya diangkat secara berkala dan ditempatkan dikarung atau kemasan lain sebelum dibawa oleh pihak ketiga, sebagai bahan campuran kompos.
B. IPLT SISTEM NON AEROBIK
Berbeda dengan IPLT sistem aerobik, sistem non aerobik relatif lebih banyak memanfaatkan bakteri non aerobik dalam pengolahannya. Dibandingkan dengan sistem aerobik, sistem ini membutuhkan lahan yang lebih luas namun nilai O/P relatif rendah karena tidak menggunakan listrik untuk pompa atau motor penggerak rotor.
1. Bar Screen
Bar screen umumnya merupakan satu kesatuan dengan tangki Inhoff. Fungsi dari tangki/kolam ini adalah untuk memisahkan bahan-bahan yang turut dalam aliran namun tidak dibutuhkan dalam pengolahan lumpur tinja. Bahan-bahan yang dimaksud antara lain adalah, sisa potongan kayu, kertas, kain, plastik, daun-daun, dll.
2. Inhoff Tank
Tangki Imhoff merupakan tangki pertama yang berada dalam sistem yang melakukan perlakukan terhadap lumpur tinja yang masuk, dalam tangki ini terdapat campuran bakteri anaerobik dan aerobik yang melakukan pemecahan terhadap impuritis.
Tangki ini terdiri dari 2 bagian , yaitu bagian dasar tangki yang berbentuk kerucut mengarah ke bawah, dan bagian kerucut terpancung dengan arah ke bawah pula. Antara kerucut atas dan bawah terdapat batas/interface yang tidak boleh berisi cairan/lumpur.
Waktu tinggal dalam peralatan ini kurang lebih 2 hari, dimana telah terjadi pemecahan terhadap sebagian impuritis oleh bakteri aerobik dan anaerobik, dan performance pengolahan adalah sekitar 50-60% terhadap parameter kunci antara lain, BOD5, COD, TSS dan pH.
3. Kolam Nonaerobik
Kolam nonaerobik yang mengandung bakteri non aerobik melakukan pengolahan terhadap lumpur tinja dengan pemecahan koloid lumpur pengotor yang turut dalam aliran. Performance pengolahan antara lain adalah sekitar 70-80% dari input limbah yang masuk. Kolam ini terbuat dari pasangan batu kali dengan bagian dinding kolam diplester dengan semen untuk menghindari rembesan dan pada bagian bawah kolam dibuat mengecil untuk memudahkan dalam pengurasan. Sewaktu-waktu dan berkala pengurasan dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan metabolisme bakteri dalam larutan.
4. Kolam Fakultatif
Lain halnya dengan kolam anaerobik, kolam fakultatif memanfaatkan kedua bakteri sekaligus (anaerobik dan aerobik) untuk membantu pemecahan lumpur tinja. Hal ini didasarkan pada masih terdapatnya bakteri aerobik dalam senyawa/larutan yang akan diolah lebih lanjut. Kontak dengan udara luar diperlukan untuk menjaga bakteri dapat terus melakukan metabolisme dan untuk itu, buih yang terbentuk pada permukaan kolam sesegera mungkin diangkat agar tidak mengurangi supply oksigen masuk dalam cairan.
Performance pengolahan lumpur tinja berkisar antara 70 s/d 80% dari input air limbah yang masuk.
Dasar kolam dibuat lebih mengecil di bagian bawah, dimaksudkan agar memudahkan dalam pengerukan lumpur yang terjadi pada dasar kolam yang dapat diangkat sewaktu-waktu.
5. Kolam Maturasi
Kolam maturasi merupakan kolam terakhir dari sistem ini yang digunakan untuk memecah lumpur tinja, dengan memanfaatkan bakteri aerobik dan non aerobik. Dalam kolam ini juga terjadi penurunan kadar BOD5, COD, TSS dan pH dengan persentase pengolahan antara 60-70%, diharapkan kadar limbah yang keluar telah memenuhi persyaratan mutu kadar BOD5, COD, TSS dan pH sesuai dengan Kepmen KLH No. 51 tahun 1995.
Permasalahan Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) di Kota Surabaya dan sekitarnya, Tahun 2004
Permasalahan Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) di Kota Surabaya dan sekitarnya
A. Kota Surabaya
1. LPA Keputih
Lokasi LPA Keputih dengan luas + 30 Ha mulai direalisasikan tahun 1990. Selain untuk mengelola sampah lokasi ini juga digunakan sebagai tempat pengolah lumpur tinja (IPLT) dengan kapasitas 800 m3/hari.
Pengolahan sampah oleh Dinas Kebersihan pada lahan LPA pada awalnya direncanakan dengan sistem sanitary landfill (sistim tebar urugan) dengan berbagai kelengkapannya yaitu :
- Zona kerja penempatan, pemadatan dan penimbunan sampah.
- Sel sampah, merupakan area pengolahan sampah yang terdiri dari beberapa zona kerja.
- Instalasi pengolahan gas, yaitu sistem perpipaan untuk pengumpulan dan penyaluran gas hasil dekomposisi sampah yang harus disalurkan agar tidak menimbulkan bahaya ledakan atau kebakaran.
- Instalasi pengolahan air lindi, yaitu susunan bak/kolam yang dilengkapi dengan sistem penyalurannya, sehingga air cucian oleh air hujan terhadap sampah diturunkan bahan pencemarnya sebelum dibuang ke saluran kota atau badan air terdekat.
Sistem sanitary landfill yang direncanakan dalam operasinya tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana semula karena berbagai alasan dan yang terealisir adalah sistem open dumping.
Penerapan sistem open dumping memberikan implikasi yang kurang baik terhadap lingkungan, antara lain :
- Gas hasil dekomposisi sampah yang menghasilkan gas bio akan terperangkap dalam waktu yang lama dan sewaktu-waktu dapat meledak atau menimbulkan kebakaran sporadis;
- Tidak adanya penutupan sel sampah akan mengkibatkan seluruh air hujan yang turun akan masuk ke pipa penyalur lindi. Sebenarnya bila penutupan dilakukan sebagian air hujan dan run off akan mengalir ke draivase di pingir LPA dan akan menurangi beban debit yang akan diolah oleh instansi pengolah lindi;
- Sektor penyakit seperti lalat, tikus, lipas dan sejenisnya akan berkembang biak dengan baik oleh karena tidak ada upaya untuk menuntas daur perkembang biakan dengan jalan penutupan sel sampah;
- Bau busuk yang tidak enak seharusnya dapat ditekan dengan jalan penutupan sel sampah, khususnya setelah turun hujan;
- Kurangnya penghijauan disekitar lokasi LPA, mengakibatkan tidak adanya pembatas / buffer zone lokasi dengan pemukim yang semakin mendekati LPA;
- Tidak adanya perangkat hukum yang mengatur atau membatasi permukiman untuk mendirikan rumahnya mendekati lahan LPA, menyebabkan penduduk dengan bebas membangun rumah dan tinggal dekat dengan LPA yang pada akhirnya mendatangkan masalah bagi kelangsungan pengoperasian LPA;
- Hal-hal lain yang diakibatkan oleh pengoperasian LPA dengan sistem OD.
Akumulasi permasalahan diatas , terlepas ada atau tidaknya provokasi dari pihak lain, warga keputih khususnya yang berada dekat dengan lokasi LPA telah melakukan protes keras terhadap pemerintah Kota Surabaya, khususnya Dinas Kebersihan untuk segera menutup LPA.
Hasil negosiasi dicapai dengan perwakilan warga yang menyangkut beberapa hal antara lain:
Penempatan sampah dil LPA hanya dilakukan pada malam hari;
Pengoperasian LPA dibatasi sampai akhir tahun 2001;
Pemerintah kota diharapkan dapat memperbaiki pengolahan sampah di LPA;
Pemerintah kota diwajibkan melakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadap masyarakat yang terkena dampak kegiatan LPA.
2. LPA Benowo
LPA Benowo yang berlokasi di Desa Benowo dan berbatasan dengan Kabupaten Gresik seluas 26 Ha direncanakan sebagai alternatif pengganti LPA untuk Kota Surabaya bila kelak LPA keputih telah penuh dan tak dapat dioperasikan lagi.
Lahan tadinya merupakan bekas tambak untuk produksi garam rakyat dan budi daya udang dan bandeng. Pembangunan prasarana di LPA dilakukan secara bertahap, mengingat dana yang terbatas. Dengan bantuan dana dari OECF dan tambahan dari APBD II lahan seluas 2 Ha telah dipersiapkan sebagai LPA dengan sistem sanitary landfill dimana saat ini pembangunan tahap I telah mencapai hampir 60%, menyangkut berbagai prasarana antara lain:
Plengseran disekeliling LPA yang terbuat dari turap dan anyaman bambu
Saluran disisi timur lahan
Kolam penampungan lindi
Jalan operasional di LPA
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, berbagai hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:
a. Dasar sel yang merupakan tanah urugan dari lahan disekitar harus dipastikan apakah nilai keluluasannya memenuhi kelulusan yang dipersyaratkan (710-6 cm/detik);
b. Kolam lindi hanya terdiri dari 1 kolam dengan kedalaman + 4 cm, dengan dinding hanya terbuat dari plengsengan dasarnya turap bambu dan anyaman yang dipadatkan dengan tanah merupakan problem, mengingat air lindi dengan kadar BODS, COD relatif masih tinggi dan dengan memanfaatkan 1 kolam saja diperkirakan belum mampu untuk menurunkan beban pencemar dibawah baku mutu lingkungan (bml) dan juga sistem penyaluran harus mengunakan pompa dan sistem perpipaan + 1.5 km ke kali Lamong sebagai beban air terdekat.
c. Ketinggian dasar sel harus diperhitungkan dengan baik, mengingat muka air tanah relatif tinggi. Akumulasi pasang dan air hujan yang tinggi akan mengakibatkan dasar sel akan tergenang air dan hal ini akan berpengaruh terhadap tambahan debit yang akan diolah pada kolam air lindi;
d. Ketinggian plengsengan dari dasar sel kurang lebih 1.5 m dengan luas lahan 2 ha untuk tahap I maka volume timbunan adalah sebesar 20.000 x 1.5 m3 = 30. 000 m3 (termasuk lahan untuk fasilitas penunjang).
Bila sel tersebut telah beroperasi dan dengan produksi sampah Kota Surabaya saat ini sebesar 8.000 m3/hari dan faktor pemadatan sebesar 0.5 kg/m3 maka umur sel adalah = 30.000 hari = 11 hari dengan
8.000 x 0.5 x 0.7
Catatan prosentase pelayanan sampah saat ini 70% dari timbunan sampah yang ada.
Jadi dalam tempo 11 hari sel penimbunan akan penuh rata dengan sampah.
e. Jalan masuk ke likasi dapat dicapai melalui 2 akses, yaitu ;
Jalan masuk dari arah Gresik dan jalan dari arah Tandes.
Jalan dari arah Gresik tidak dapat digunakan sebagai jalan masuk mengingat lebar, jenis jalan dan adanya hambatan pada perpotongan jalan dengan jalan Tol.
Jalan melalui daerah perumahan Tandes, dapat digunakan sebagai akses namun perlu pelebaran menjadi 6/8m agar truk angkutan sampah dapat berpapasan dengan leluasa.
B. Kabupaten Gresik
1. LPA Kabupaten Gresik
Studi pencarian lokasi LPA untuk Kabupaten Gresik saat ini sedang disusun oleh pihak ke-3 (konsultan). Terdapat 4 lokasi alternatif yang diusulkan yaitu :
- Desa Kambingan Kecamatan Ceremai
- Desa gending, Kecamatan Kebumas
- Desa Suci, Kecamatan Manyar
- Desa Sekapuk, Kecamatan Ujung Pangkah
Menurut Pemda Kabupaten, lokasi Desa Kambingan, Kec, Ceremai lahannya relatif sempit dan berada di lahan bekas tambak, sedangkan Desa Gending sangat dekat dengan pemukiman penduduk. Desa Sekapuk relatif jauh dari pusat kota (40 km), sedangkan Desa Suci berada dekat dengan kota, namun diapit oleh perumahan Gresik Kota Baru (GKB).
Keempat lokasi belum dilakukan sosialisasi terhadap masyarakat, sehingga belum dapat digambarkan persepsi dari masyarakat terutama yang tinggal dekat dengan lokasi LPA.
Pihak Pemda Kabupaten menginginkan lokasi yang akan dikembangkan adalah lokasi Desa Suci, dengan berbagai alasan antara lain :
- Dekat dengan pusat kota dan pusat sampah sehingga akses relatif mudah dilakukan;
- Lahan merupakan lahan HGU Semen Gresik yang akan berakhir tahun 2004 mendatang;
- Lahan merupakan bekas galian kapur oleh PT Semen Gresik dan telah berbentuk sel sehingga memudahkan dalam hal pembangunan LPA khususnya pembuatan sel sampah;
- Investasi relatif murah mengingat lahan tidak perlu dibebaskan dan sudah terbentuk oleh kegiatan sebelumnya.
Sedangkan kendala yang mungkin dihadapi antara lain adalah :
- Akses masuk ke lokasi harus melewati perumahan GKB;
- Pengembangan perumahan GKB berada dekat dengan lokasi, sehingga besar kemungkinan aspek sosial menjadi permasalahan utama bila lahan ini dikembangkan.
Beberapa pertimbangan yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemda Kabupaten Gresik antara lain :
- Menunggu hasil studi pencarian lokasi LPA oleh konsultan penyusun dengan tetap memperhatikan berbagai aspek antara lain: Aspek teknis, ekonomis, lingkungan dan sosial budaya;
- Bila keempat aspek tersebut tidak dipenuhi, sebaiknya alternatif lokasi dapat ditambah dan dianalisa secara mendetil dengan pemenuhan terhadap keempat aspek di atas.
2. LPA Romo (Eksisting)
LPA eksisting yang melayani sampah kota Gresik saat ini berada di Desa Romo, Kecamatan Manyar. Pemakaian LPA ini telah dilakukan sejak tahun 1997 lalu dan saat ini telah penuh dengan tumpukan sampah. Luas LPA 4 ha dengan luas efektif untuk penimbunan adalah sebesar 2,5 ha sedangkan sisanya adalah untuk lahan pendukung.
Laju timbulan sampah relatif besar yaitu 425 m3/hari yang dilayani oleh 6 armroll dan 2 unit dumptruk.
Pengelolaan sampah saat ini dilakukan dengan sistem controledlandfill dan penimbunan tumpukan sampah dilakukan secara terbatas diakibatkan lahan penutup tidak tersedia di LPA. Adanya limbah pabrik pembuatan panel (Jayaboard) yang mengandung campuran gipsum dan kapur sangat menolong pihak DKP untuk penutupan sel sampah.
Melihat lahan yang tersedia saat ini untuk penimbunan sampah sudah tidak tersedia, sebaiknya Pemda segera menyediakan lahan pengganti LPA dan segera menutup lahan bekas LPA dan melakukan penghijauan. Timbulan sampah dapat juga dikurangi dengan cara mengaktifkan pembuatan kompos di lokasi bekas LPA yang dapat memberikan nilai ekonomis berupa pupuk untuk taman kota dan pertanian di sekitar kota Gresik bahkan ke kota terdekat yang membutuhkannya.
C. Kabupaten Mojokerto
1. LPA Mojosari
Luas lahan LPA di Desa Mojosari seluas 1,5 ha. Berada pada daerah sawah kering/tadah hujan, bekas tanaman tebu. Jarak ke pemukiman saat ini 300 m, dan tidak ada pembatas ke pemukiman tersebut. Sistem pengoperasian secara open dumping dan selain lahan penimbunan, sarana dilengkapi dengan tungku pembakar sampah. Buldoser yang ada hanya sewaktu-waktu didatangkan dari kota di LPA, sehingga praktis banyak sampah yang berserakan secara tidak terkontrol.
Beberapa saran dan pertimbangan tim untuk pengelolaan antara lain :
Pembentukan sel dengan cara penggalian zona kerja sedalam 5 s/d 7 m dan diusahakan tidak mencapai kedalaman sumur dangkal;
Pembentukan lining dengan lapisan impermeabel yang diperoleh dengan cara mencampur lempung dan tanah bekas galian;
Pemasangan sistem perpipaan, baik gas dan air lindi;
Penebaran, pemadatan dan penutupan sampah sesuai dengan SOP untuk controllandfill yang baku;
Mengusulkan pembentukan Perda melalui Dinas Tata Kota yang melarang pembangunan bangunan rumah tinggal pada radius 500 m dari lokasi LPA;
D. Kota Mojokerto
1. LPA Randegan
LPA Randegan berada di dalam kota Mojokerto yang dijadikan tempat pengolahan 300 m3/hari sampah. Sistem pengolahan sampah saat ini adalah sistem open dumping dan pembakaran secara tidak terkendali. Jarak ke pemukiman penduduk hanya 50 m dari pusat LPA, dan dihuni oleh pemulung yang sehari-harinya menggantungkan hidupnya di LPA. Saat ini kondisi lahan hampir penuh dengan tumpukan sampah. Dengan laju generasi sampah yang cukup besar diperkirakan lahan LPA akan segera penuh dalam waktu 1-2 tahun mendatang.
Akibat pengoperasian sampah di LPA yang kurang baik, pada tanggal 12 April 2001 masyarakat di sekitar lokasi melakukan protes terhadap keberadaan di LPA.
Beberapa hal yang perlu mendapat pertimbangan antara lain :
Segera menyusun dokumen studi pencarian lokasi LPA kota Mojokerto untuk 5 s/d 10 tahun mendatang, mengingat akan penuhnya lokasi eksisting yang ada dan juga makin sulitnya mencari lahan LPA di masa mendatang;
Menata LPA yang ada saat ini dengan cara membuat sel dan kelengkapannya, agar dapat menekan debit sampah yang akan diolah sehingga umur LPA dapat diperpanjang;
Menempatkan alat berat di dalam lokasi LPA dan menempatkan penjaga yang dapat mengawasi seluruh kegiatan LPA;
Menekan/mengurangi pengelolaan dengan cara membakar dan menebar sampah tanpa adanya perlakukan khusus lainnya;
E. KABUPATEN SIDOARJO
1. LPA Candi Pari
LPA Candi Pari Kecamatan Porong, merupakan salah satu lokasi LPA dari 2 lokasi pengolahan akhir sampah yang melayani ibukota Kabupaten Sidoarjo yang berada di bagian Selatan wilayah kota. Luas lahan LPA Candi Pari adalah sebesar 1 ha. LPA ini merupakan lahan untuk penimbunan sampah yang berasal dari wilayah Selatan dan Timur kota. Sistem pengelolaan sampah saat ini adalah dengan sistem open dumping dan pembakaran pada tungku. Jarak ke pemukiman terdekat 500 m dari lokasi LPA.
Sampah yang diolah di LPA ini sebesar 600 m3/hari setara dengan 20% jumlah timbulan sampah yang ada. Diperkirakan LPA ini masih dapat digunakan 2 tahun lagi.
2. LPA Bareng Krajan
LPA ini melayani sampah yang berasal dari bagian Barat dan Utara wilayah kota Sidoarjo, dengan luas 2 ha. Lahan ini diperkirakan akan penuh dalam kurun waktu 1 tahun lagi.
Sistem pengolahan sampah di LPA masih bersifat open dumping disertai dengan pembakaran sebagian sampah organik dalam tungku.
Jumlah sampah yang diolah di LPA ini adalah sebesar 1.000 m3/hari, yaitu 30% dari total timbulan sampah yang ada saat ini.
A. Kota Surabaya
1. LPA Keputih
Lokasi LPA Keputih dengan luas + 30 Ha mulai direalisasikan tahun 1990. Selain untuk mengelola sampah lokasi ini juga digunakan sebagai tempat pengolah lumpur tinja (IPLT) dengan kapasitas 800 m3/hari.
Pengolahan sampah oleh Dinas Kebersihan pada lahan LPA pada awalnya direncanakan dengan sistem sanitary landfill (sistim tebar urugan) dengan berbagai kelengkapannya yaitu :
- Zona kerja penempatan, pemadatan dan penimbunan sampah.
- Sel sampah, merupakan area pengolahan sampah yang terdiri dari beberapa zona kerja.
- Instalasi pengolahan gas, yaitu sistem perpipaan untuk pengumpulan dan penyaluran gas hasil dekomposisi sampah yang harus disalurkan agar tidak menimbulkan bahaya ledakan atau kebakaran.
- Instalasi pengolahan air lindi, yaitu susunan bak/kolam yang dilengkapi dengan sistem penyalurannya, sehingga air cucian oleh air hujan terhadap sampah diturunkan bahan pencemarnya sebelum dibuang ke saluran kota atau badan air terdekat.
Sistem sanitary landfill yang direncanakan dalam operasinya tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana semula karena berbagai alasan dan yang terealisir adalah sistem open dumping.
Penerapan sistem open dumping memberikan implikasi yang kurang baik terhadap lingkungan, antara lain :
- Gas hasil dekomposisi sampah yang menghasilkan gas bio akan terperangkap dalam waktu yang lama dan sewaktu-waktu dapat meledak atau menimbulkan kebakaran sporadis;
- Tidak adanya penutupan sel sampah akan mengkibatkan seluruh air hujan yang turun akan masuk ke pipa penyalur lindi. Sebenarnya bila penutupan dilakukan sebagian air hujan dan run off akan mengalir ke draivase di pingir LPA dan akan menurangi beban debit yang akan diolah oleh instansi pengolah lindi;
- Sektor penyakit seperti lalat, tikus, lipas dan sejenisnya akan berkembang biak dengan baik oleh karena tidak ada upaya untuk menuntas daur perkembang biakan dengan jalan penutupan sel sampah;
- Bau busuk yang tidak enak seharusnya dapat ditekan dengan jalan penutupan sel sampah, khususnya setelah turun hujan;
- Kurangnya penghijauan disekitar lokasi LPA, mengakibatkan tidak adanya pembatas / buffer zone lokasi dengan pemukim yang semakin mendekati LPA;
- Tidak adanya perangkat hukum yang mengatur atau membatasi permukiman untuk mendirikan rumahnya mendekati lahan LPA, menyebabkan penduduk dengan bebas membangun rumah dan tinggal dekat dengan LPA yang pada akhirnya mendatangkan masalah bagi kelangsungan pengoperasian LPA;
- Hal-hal lain yang diakibatkan oleh pengoperasian LPA dengan sistem OD.
Akumulasi permasalahan diatas , terlepas ada atau tidaknya provokasi dari pihak lain, warga keputih khususnya yang berada dekat dengan lokasi LPA telah melakukan protes keras terhadap pemerintah Kota Surabaya, khususnya Dinas Kebersihan untuk segera menutup LPA.
Hasil negosiasi dicapai dengan perwakilan warga yang menyangkut beberapa hal antara lain:
Penempatan sampah dil LPA hanya dilakukan pada malam hari;
Pengoperasian LPA dibatasi sampai akhir tahun 2001;
Pemerintah kota diharapkan dapat memperbaiki pengolahan sampah di LPA;
Pemerintah kota diwajibkan melakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadap masyarakat yang terkena dampak kegiatan LPA.
2. LPA Benowo
LPA Benowo yang berlokasi di Desa Benowo dan berbatasan dengan Kabupaten Gresik seluas 26 Ha direncanakan sebagai alternatif pengganti LPA untuk Kota Surabaya bila kelak LPA keputih telah penuh dan tak dapat dioperasikan lagi.
Lahan tadinya merupakan bekas tambak untuk produksi garam rakyat dan budi daya udang dan bandeng. Pembangunan prasarana di LPA dilakukan secara bertahap, mengingat dana yang terbatas. Dengan bantuan dana dari OECF dan tambahan dari APBD II lahan seluas 2 Ha telah dipersiapkan sebagai LPA dengan sistem sanitary landfill dimana saat ini pembangunan tahap I telah mencapai hampir 60%, menyangkut berbagai prasarana antara lain:
Plengseran disekeliling LPA yang terbuat dari turap dan anyaman bambu
Saluran disisi timur lahan
Kolam penampungan lindi
Jalan operasional di LPA
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, berbagai hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:
a. Dasar sel yang merupakan tanah urugan dari lahan disekitar harus dipastikan apakah nilai keluluasannya memenuhi kelulusan yang dipersyaratkan (710-6 cm/detik);
b. Kolam lindi hanya terdiri dari 1 kolam dengan kedalaman + 4 cm, dengan dinding hanya terbuat dari plengsengan dasarnya turap bambu dan anyaman yang dipadatkan dengan tanah merupakan problem, mengingat air lindi dengan kadar BODS, COD relatif masih tinggi dan dengan memanfaatkan 1 kolam saja diperkirakan belum mampu untuk menurunkan beban pencemar dibawah baku mutu lingkungan (bml) dan juga sistem penyaluran harus mengunakan pompa dan sistem perpipaan + 1.5 km ke kali Lamong sebagai beban air terdekat.
c. Ketinggian dasar sel harus diperhitungkan dengan baik, mengingat muka air tanah relatif tinggi. Akumulasi pasang dan air hujan yang tinggi akan mengakibatkan dasar sel akan tergenang air dan hal ini akan berpengaruh terhadap tambahan debit yang akan diolah pada kolam air lindi;
d. Ketinggian plengsengan dari dasar sel kurang lebih 1.5 m dengan luas lahan 2 ha untuk tahap I maka volume timbunan adalah sebesar 20.000 x 1.5 m3 = 30. 000 m3 (termasuk lahan untuk fasilitas penunjang).
Bila sel tersebut telah beroperasi dan dengan produksi sampah Kota Surabaya saat ini sebesar 8.000 m3/hari dan faktor pemadatan sebesar 0.5 kg/m3 maka umur sel adalah = 30.000 hari = 11 hari dengan
8.000 x 0.5 x 0.7
Catatan prosentase pelayanan sampah saat ini 70% dari timbunan sampah yang ada.
Jadi dalam tempo 11 hari sel penimbunan akan penuh rata dengan sampah.
e. Jalan masuk ke likasi dapat dicapai melalui 2 akses, yaitu ;
Jalan masuk dari arah Gresik dan jalan dari arah Tandes.
Jalan dari arah Gresik tidak dapat digunakan sebagai jalan masuk mengingat lebar, jenis jalan dan adanya hambatan pada perpotongan jalan dengan jalan Tol.
Jalan melalui daerah perumahan Tandes, dapat digunakan sebagai akses namun perlu pelebaran menjadi 6/8m agar truk angkutan sampah dapat berpapasan dengan leluasa.
B. Kabupaten Gresik
1. LPA Kabupaten Gresik
Studi pencarian lokasi LPA untuk Kabupaten Gresik saat ini sedang disusun oleh pihak ke-3 (konsultan). Terdapat 4 lokasi alternatif yang diusulkan yaitu :
- Desa Kambingan Kecamatan Ceremai
- Desa gending, Kecamatan Kebumas
- Desa Suci, Kecamatan Manyar
- Desa Sekapuk, Kecamatan Ujung Pangkah
Menurut Pemda Kabupaten, lokasi Desa Kambingan, Kec, Ceremai lahannya relatif sempit dan berada di lahan bekas tambak, sedangkan Desa Gending sangat dekat dengan pemukiman penduduk. Desa Sekapuk relatif jauh dari pusat kota (40 km), sedangkan Desa Suci berada dekat dengan kota, namun diapit oleh perumahan Gresik Kota Baru (GKB).
Keempat lokasi belum dilakukan sosialisasi terhadap masyarakat, sehingga belum dapat digambarkan persepsi dari masyarakat terutama yang tinggal dekat dengan lokasi LPA.
Pihak Pemda Kabupaten menginginkan lokasi yang akan dikembangkan adalah lokasi Desa Suci, dengan berbagai alasan antara lain :
- Dekat dengan pusat kota dan pusat sampah sehingga akses relatif mudah dilakukan;
- Lahan merupakan lahan HGU Semen Gresik yang akan berakhir tahun 2004 mendatang;
- Lahan merupakan bekas galian kapur oleh PT Semen Gresik dan telah berbentuk sel sehingga memudahkan dalam hal pembangunan LPA khususnya pembuatan sel sampah;
- Investasi relatif murah mengingat lahan tidak perlu dibebaskan dan sudah terbentuk oleh kegiatan sebelumnya.
Sedangkan kendala yang mungkin dihadapi antara lain adalah :
- Akses masuk ke lokasi harus melewati perumahan GKB;
- Pengembangan perumahan GKB berada dekat dengan lokasi, sehingga besar kemungkinan aspek sosial menjadi permasalahan utama bila lahan ini dikembangkan.
Beberapa pertimbangan yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemda Kabupaten Gresik antara lain :
- Menunggu hasil studi pencarian lokasi LPA oleh konsultan penyusun dengan tetap memperhatikan berbagai aspek antara lain: Aspek teknis, ekonomis, lingkungan dan sosial budaya;
- Bila keempat aspek tersebut tidak dipenuhi, sebaiknya alternatif lokasi dapat ditambah dan dianalisa secara mendetil dengan pemenuhan terhadap keempat aspek di atas.
2. LPA Romo (Eksisting)
LPA eksisting yang melayani sampah kota Gresik saat ini berada di Desa Romo, Kecamatan Manyar. Pemakaian LPA ini telah dilakukan sejak tahun 1997 lalu dan saat ini telah penuh dengan tumpukan sampah. Luas LPA 4 ha dengan luas efektif untuk penimbunan adalah sebesar 2,5 ha sedangkan sisanya adalah untuk lahan pendukung.
Laju timbulan sampah relatif besar yaitu 425 m3/hari yang dilayani oleh 6 armroll dan 2 unit dumptruk.
Pengelolaan sampah saat ini dilakukan dengan sistem controledlandfill dan penimbunan tumpukan sampah dilakukan secara terbatas diakibatkan lahan penutup tidak tersedia di LPA. Adanya limbah pabrik pembuatan panel (Jayaboard) yang mengandung campuran gipsum dan kapur sangat menolong pihak DKP untuk penutupan sel sampah.
Melihat lahan yang tersedia saat ini untuk penimbunan sampah sudah tidak tersedia, sebaiknya Pemda segera menyediakan lahan pengganti LPA dan segera menutup lahan bekas LPA dan melakukan penghijauan. Timbulan sampah dapat juga dikurangi dengan cara mengaktifkan pembuatan kompos di lokasi bekas LPA yang dapat memberikan nilai ekonomis berupa pupuk untuk taman kota dan pertanian di sekitar kota Gresik bahkan ke kota terdekat yang membutuhkannya.
C. Kabupaten Mojokerto
1. LPA Mojosari
Luas lahan LPA di Desa Mojosari seluas 1,5 ha. Berada pada daerah sawah kering/tadah hujan, bekas tanaman tebu. Jarak ke pemukiman saat ini 300 m, dan tidak ada pembatas ke pemukiman tersebut. Sistem pengoperasian secara open dumping dan selain lahan penimbunan, sarana dilengkapi dengan tungku pembakar sampah. Buldoser yang ada hanya sewaktu-waktu didatangkan dari kota di LPA, sehingga praktis banyak sampah yang berserakan secara tidak terkontrol.
Beberapa saran dan pertimbangan tim untuk pengelolaan antara lain :
Pembentukan sel dengan cara penggalian zona kerja sedalam 5 s/d 7 m dan diusahakan tidak mencapai kedalaman sumur dangkal;
Pembentukan lining dengan lapisan impermeabel yang diperoleh dengan cara mencampur lempung dan tanah bekas galian;
Pemasangan sistem perpipaan, baik gas dan air lindi;
Penebaran, pemadatan dan penutupan sampah sesuai dengan SOP untuk controllandfill yang baku;
Mengusulkan pembentukan Perda melalui Dinas Tata Kota yang melarang pembangunan bangunan rumah tinggal pada radius 500 m dari lokasi LPA;
D. Kota Mojokerto
1. LPA Randegan
LPA Randegan berada di dalam kota Mojokerto yang dijadikan tempat pengolahan 300 m3/hari sampah. Sistem pengolahan sampah saat ini adalah sistem open dumping dan pembakaran secara tidak terkendali. Jarak ke pemukiman penduduk hanya 50 m dari pusat LPA, dan dihuni oleh pemulung yang sehari-harinya menggantungkan hidupnya di LPA. Saat ini kondisi lahan hampir penuh dengan tumpukan sampah. Dengan laju generasi sampah yang cukup besar diperkirakan lahan LPA akan segera penuh dalam waktu 1-2 tahun mendatang.
Akibat pengoperasian sampah di LPA yang kurang baik, pada tanggal 12 April 2001 masyarakat di sekitar lokasi melakukan protes terhadap keberadaan di LPA.
Beberapa hal yang perlu mendapat pertimbangan antara lain :
Segera menyusun dokumen studi pencarian lokasi LPA kota Mojokerto untuk 5 s/d 10 tahun mendatang, mengingat akan penuhnya lokasi eksisting yang ada dan juga makin sulitnya mencari lahan LPA di masa mendatang;
Menata LPA yang ada saat ini dengan cara membuat sel dan kelengkapannya, agar dapat menekan debit sampah yang akan diolah sehingga umur LPA dapat diperpanjang;
Menempatkan alat berat di dalam lokasi LPA dan menempatkan penjaga yang dapat mengawasi seluruh kegiatan LPA;
Menekan/mengurangi pengelolaan dengan cara membakar dan menebar sampah tanpa adanya perlakukan khusus lainnya;
E. KABUPATEN SIDOARJO
1. LPA Candi Pari
LPA Candi Pari Kecamatan Porong, merupakan salah satu lokasi LPA dari 2 lokasi pengolahan akhir sampah yang melayani ibukota Kabupaten Sidoarjo yang berada di bagian Selatan wilayah kota. Luas lahan LPA Candi Pari adalah sebesar 1 ha. LPA ini merupakan lahan untuk penimbunan sampah yang berasal dari wilayah Selatan dan Timur kota. Sistem pengelolaan sampah saat ini adalah dengan sistem open dumping dan pembakaran pada tungku. Jarak ke pemukiman terdekat 500 m dari lokasi LPA.
Sampah yang diolah di LPA ini sebesar 600 m3/hari setara dengan 20% jumlah timbulan sampah yang ada. Diperkirakan LPA ini masih dapat digunakan 2 tahun lagi.
2. LPA Bareng Krajan
LPA ini melayani sampah yang berasal dari bagian Barat dan Utara wilayah kota Sidoarjo, dengan luas 2 ha. Lahan ini diperkirakan akan penuh dalam kurun waktu 1 tahun lagi.
Sistem pengolahan sampah di LPA masih bersifat open dumping disertai dengan pembakaran sebagian sampah organik dalam tungku.
Jumlah sampah yang diolah di LPA ini adalah sebesar 1.000 m3/hari, yaitu 30% dari total timbulan sampah yang ada saat ini.
Langganan:
Postingan (Atom)