Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istila...
-
Sabtu, 03 September 2011 11:38 Sampah di perumahan, dapat dikelompokkan menjadi sampah rumah tangga dan sampah yang terserak di jalan-jalan...
-
MOL Bonggol Pisang ( bisa bahan lain ) Bahan: bonggol pisang 5 kg, gula merah 1/2 kg sampai 1 kg, air beras 10 liter. Cara pembua...
-
JAKARTA. Meski pupuk organik disinyalir bisa meningkatkan kualitas produksi pertanian, namun hingga saat ini penggunaan pupuk organik di tin...
-
Banyak sudah para penggiat lingkungan selalu menyua...
-
Permasalahan Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) di Kota Surabaya dan sekitarnya A. Kota Surabaya 1. LPA Keputih Lokasi LPA Keputih dengan ...
-
Untuk menciptakan area pembuangan sampah, sebuah lingkaran tanggul sepanjang 7 km dibangun untuk menutup bagian timur Pulau Semakau dan Pu...
-
3.1. Limbah Organik Limbah organik merupakan limbah yang berasal dari hewan dan tumbuhan, dan dapat terurai oleh bakteri menjadi bahan la...
-
Pada tiga tahun terakhir ini, di Indonesia telah berdiri sejumlah pabrik pupuk organik granul (POG). Kemunculan pabrik-pabrik POG ters...
-
JAKARTA (KOMPAS) - Ribuan ton limbah plastik menggunung di Tempat Pembuangan Akhir Kota Madiun, Jawa Timur. Di tangan Tri Handoko, limbah p...
Rabu, 31 Agustus 2011
Penjelasan mengenai akumulasi asam di atmosphere,Ditulis oleh Awan Ukaya pada 03-06-2010
Beberapa studi baru mungkin dapat membantu menjelaskan konsentrasi tinggi dari asam sulfuric di atmosphere. Penelitian ini dapat juga memberikan implikasi bagi pemodelan cuaca global, yang memungkinkan para ilmuwan untuk mengurangi ketidak menentuan yang berkaitan dengan efek aerosol berdasarkan prediksi mereka.
Para ilmuwan telah berusaha bertahun-tahun untuk merekonsiliasikan konsentrasi atmospheris dari asam sulfuric yang merupakan hasil dari eksperimen laboratorium terhadap tingkat formasi partikelnya. Menurut Mikko Sipilä dari University of Helsinki di Finlandia, hal ini menurun pada ketidak cukupannya pendetektor partikel pada eksperimen sebelumnya – salah satu yang terbaik hanya mampu mendeteksi partikel sebesar 3nm dan diatasnya. Namun sekarang ini Sipilä dan sebuah tim dari peneliti internasional telah mengembangkan beberapa metode untuk mendeteksi partikel yang hampir lebih besar dari nanometer tunggal.
Sebagaimana penjelasan Sipilä, pada konsentrasi dibawah 108 molekul per kubik sentimeter, yang berada di atmosphere, partikel asam sulfuric yang dibentuk oleh kondensasi dari gas H2SO4 tumbuh sangat lamban sekali. ‘Ini berarti bahwa didalam waktu mendiami yang digunakan pada studi sebelumnya – secara tipikal beberapa puluh detik – beberapa partikel tidak dapat tumbuh diatas batas deteksi partikelnya yang berlawanan dengan apa yang mereka sedang dunakan,’ katanya.
Dengan menggunakan metode deteksi yang telah dikembangkan, para peneliti menunjukkan bahwa tidak adanya ketidak sesuaian dari beberapa aturan besaran gayanya antara tingkat yang diamati dan perkembangan teoritisnya. Sementara tingkat perkembangan yang mereka lakukan tidaklah sesuai dengan prediksi sebelumnya dari teori tersebut, mereka mengatakan bahwa persetujuannya adalah ‘baik’.
Pada teori nukleasi, adanya ambang penerimaan yang kritis dimana beberapa partikel seperti asam sulfuric menjadi stabil saat mereka mengkondensasi. Para peneliti mengungkapkan bahwa nukleus yang kritis di kasus ini berisi satu hingga dua molekul asam sulfuric. Namun Renyi Zhang, seorang ahli pada ilmu pengetahuan atmospheris pada Texas A&M University di Amerika Serikat, mengatakan bahwa ‘hal ini sangatlah sulit untuk menjelaskan bagaimana satu hingga dua molekul asam sulfuric, bersama –sama dengan molekul air, dapat membuat suatu nukleus yang kritis, dari sudut pandang thermodinamika.’ Dia menambahkan bahwa hasilnya masih perlu direproduksi lagi oleh kelompok lainnya.
Jika hasilnya direproduksi kembali, bagaimanapun juga, mereka mungkin mempunyai implikasi yang penting bagi ilmu pengetahuan cuaca. Sipilä menjelaskan bahwa efek tidak langsung dari aerosol merupakan beberapa hal yang sedikit dapat dipahami dengan baik dalam model cuaca. ‘Akhir-akhir ini Saya pikir pada beberapa model tersebut yang digunakan untuk laporan [Intergovernmental Panel on Climate Change], nukleasinya baik diacuhkan sepenuhnya ataupun hal ini barangkali didasarkan pada pengamatan ambien,’ says Sipilä. ‘Jika saja langkah molekular yang detail tidak diketahui maka hal ini akan menciptakan banyaknya ketidak pastian pada model tersebut. Oleh karena itu mengapa hal ini sangatlah penting untuk memahami langkah yang detail yang nantinya akan meningkatkan akurasi prediksi cuaca global.’
Hayley Birch
Referensi
M Sipilä et al, Science, 2010, DOI: 10.1126/science.1180315
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar