Sampah merupakan masalah sangat krusial. Lokasi pembuangan semakin
sulit dicari sementara sampah terus diproduksi. Pengangguran pun
demikian. Setiap tahun muncul tenaga kerja baru, sebagian besar akan
menambah jumlah pengangguran. Kedua masalah ini meski tidak berkaitan
langsung, ternyata bisa sekaligus ditangani oleh satu konsep: Zero
Waste.
Zero Waste bisa berarti tidak memproduksi sampah. Alam adalah Zero
Waste yang sempurna. Keseimbangan ekosistem. Limbah dari satu
proses/makhluk menjadi makanan atau bahan baku bagi makhluk/proses lain.
Tidak ada yang dibuang.
Konsep Zero Waste pada intinya mencegah membuang sampah rumah tangga
keluar rumah melainkan harus diproses sendiri. Untuk itu diperlukan
adanya “kelembagaan sampah” sebagai kunci sukses terlaksananya Zero
Waste. Kelembagaan ini akan menunjuk penanggung jawab sampah keluarga
biasanya dibebankan pada para pembantu rumah tangga (PRT).
Sebaiknya, yang menjadi penanggung jawab sampah adalah orang yang
memiliki `kuasa besar` baik di rumah maupun di RT/RW setempat. Dan yang
juga penting adalah kontinuitas pengelolaan sampah. Karena lengah
sebentar saja, sampah akan kembali menumpuk dan akan sukar dikendalikan.
Maka dari itu, perlu manajemen kontrol yang baik dan kejelasan tugas,
hak, wewenang, dan penanggung jawab setiap warga.
Hal termudah yang dapat dilakukan setiap orang adalah memilah sampah
rumah tangga setiap harinya. Produksi sampah normal rata-rata 1-2 kg per
hari, dan hanya membutuhkan waktu paling lama 30 menit untuk menyeleksi
jenis sampah-sampah tersebut. Sampah harus dipisahkan antara sampah
organik (sisa makanan atau sayuran), anorganik plastik, dan anorganik
kertas.
Banyaknya sampah anorganik tiap hari rata-rata seperempat dari total
sampah rumah tangga. Jika telah menyeleksi sampah anorganik plastik,
sampah harus dicuci bersih dan dijemur hingga kering sebelum diolah
untuk meminimalisir timbulnya penyakit. Sampah-sampah itu kemudian dapat
disimpan dalam tong untuk diproses menjadi pelet plastik atau seni
kriya lainnya seperti tas, sandal, dan payung yang terbuat dari bungkus
deterjen.
Sedangkan sampah anorganik kertas dapat dijadikan bubur kertas dalam
tong untuk kemudian diproses menjadi kertas daur ulang. Beberapa waktu
terakhir, kriya dari jenis sampah anorganik banyak diminati masyarakat
lokal bahkan hingga ke luar negeri. Dan disinilah daya kreativitas
diperlukan untuk mengubah sampah menjadi barang berguna ataupun menjadi
komoditas produksi.
Jika masyarakat tidak terseret dampak revolusi industri, Zero Waste
mungkin bisa mudah diraih. Dengan kondisi sekarang ini, Zero Waste tentu
tidak mungkin dicapai. “Zero” agaknya hanya istilah bagi suatu sasaran
ideal yang ingin dicapai. Suatu kiat berkampanye, dengan target yang
mustahil dicapai namun membangun semangat. Seperti zero emissions, zero mercury atau zero accident.
Namun efektif, bisa mengubah industri dan masyarakat. Buktinya, standar industri mobil dan bahan bakar sudah berubah.
Kawasan bebas rokok tidak berarti kita terbebas dari rokok. Namun
membuat masyarakat terbiasa, terlatih untuk tidak merokok atau
mengurangi. Berhenti merokok menjadi mungkin. Pun mendekati Zero Waste
bukan tidak mungkin. Beberapa kota di Selandia Baru contohnya, kini
sudah mencapai rekor dunia 20%. Ini luar biasa. 80% limbah kota
dibelokkan ke pemanfaatan. Dari pengangguran 7,5% pada Maret 1999 kini
tinggal 3,6% (Sepember 2006).
Programnya dimulai secara lokal pada 1999. Ketika 2002 dicanangkan
program nasional ”Zero Waste 2020,” 27 dari 74 council sudah lebih dulu
menerapkannya. Dan September lalu sudah 72% Selandia Baru menerapkan
Zero Waste.
Zero Waste bisa dicapai dengan memaksimalkan daurulang; meminimisasi
pembuangan; mengurangi konsumsi; dan memastikan agar barang produksi
bisa diperbaiki, dipakaiulang, didaurulang, atau dijadikan kompos.
Karenanya, sejumlah besar lapangan kerja akan tercipta begitu konsepnya
dicanangkan. Tidak akan ada pemulung lagi, mereka menjadi pengusaha,
karyawan, atau konsultan. Penganggur pun tidak akan segan, karena bukan
sampah yang digeluti, melainkan mencegatnya sebelum menjadi sampah.
Paul Hawken, Robin Murray dan tokoh sustainability lain sepakat bahwa Zero Waste adalah cara baru dalam menciptakan kesejahteraan ekonomi.
Di Indonesia sendiri, sudah ada lembaga yang memiliki menggalakkan
Zero Waste, yaitu YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi).
Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Feldspar dengan bahan kimia: Aluminium Silikat dengan rumus kimia kompleks (Na, K, Ca) AlSi3Og; SiO2 dengan kandungan 90-94% feldspar dan 6...
-
BEKASI (Pos Kota) – Warga Kota Bekasi, Jawa Barat siap-siap daerahnya menjadi lautan sampah selama setahun ke depan. Ini bakal terjadi apabi...
-
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istila...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar