Entri Populer

Jumat, 19 Agustus 2011

Permasalahan Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) di Kota Surabaya dan sekitarnya, Tahun 2004

Permasalahan Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) di Kota Surabaya dan sekitarnya

A. Kota Surabaya

1. LPA Keputih

Lokasi LPA Keputih dengan luas + 30 Ha mulai direalisasikan tahun 1990. Selain untuk mengelola sampah lokasi ini juga digunakan sebagai tempat pengolah lumpur tinja (IPLT) dengan kapasitas 800 m3/hari.

Pengolahan sampah oleh Dinas Kebersihan pada lahan LPA pada awalnya direncanakan dengan sistem sanitary landfill (sistim tebar urugan) dengan berbagai kelengkapannya yaitu :
- Zona kerja penempatan, pemadatan dan penimbunan sampah.
- Sel sampah, merupakan area pengolahan sampah yang terdiri dari beberapa zona kerja.
- Instalasi pengolahan gas, yaitu sistem perpipaan untuk pengumpulan dan penyaluran gas hasil dekomposisi sampah yang harus disalurkan agar tidak menimbulkan bahaya ledakan atau kebakaran.
- Instalasi pengolahan air lindi, yaitu susunan bak/kolam yang dilengkapi dengan sistem penyalurannya, sehingga air cucian oleh air hujan terhadap sampah diturunkan bahan pencemarnya sebelum dibuang ke saluran kota atau badan air terdekat.

Sistem sanitary landfill yang direncanakan dalam operasinya tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana semula karena berbagai alasan dan yang terealisir adalah sistem open dumping.

Penerapan sistem open dumping memberikan implikasi yang kurang baik terhadap lingkungan, antara lain :
- Gas hasil dekomposisi sampah yang menghasilkan gas bio akan terperangkap dalam waktu yang lama dan sewaktu-waktu dapat meledak atau menimbulkan kebakaran sporadis;
- Tidak adanya penutupan sel sampah akan mengkibatkan seluruh air hujan yang turun akan masuk ke pipa penyalur lindi. Sebenarnya bila penutupan dilakukan sebagian air hujan dan run off akan mengalir ke draivase di pingir LPA dan akan menurangi beban debit yang akan diolah oleh instansi pengolah lindi;
- Sektor penyakit seperti lalat, tikus, lipas dan sejenisnya akan berkembang biak dengan baik oleh karena tidak ada upaya untuk menuntas daur perkembang biakan dengan jalan penutupan sel sampah;
- Bau busuk yang tidak enak seharusnya dapat ditekan dengan jalan penutupan sel sampah, khususnya setelah turun hujan;
- Kurangnya penghijauan disekitar lokasi LPA, mengakibatkan tidak adanya pembatas / buffer zone lokasi dengan pemukim yang semakin mendekati LPA;
- Tidak adanya perangkat hukum yang mengatur atau membatasi permukiman untuk mendirikan rumahnya mendekati lahan LPA, menyebabkan penduduk dengan bebas membangun rumah dan tinggal dekat dengan LPA yang pada akhirnya mendatangkan masalah bagi kelangsungan pengoperasian LPA;
- Hal-hal lain yang diakibatkan oleh pengoperasian LPA dengan sistem OD.

Akumulasi permasalahan diatas , terlepas ada atau tidaknya provokasi dari pihak lain, warga keputih khususnya yang berada dekat dengan lokasi LPA telah melakukan protes keras terhadap pemerintah Kota Surabaya, khususnya Dinas Kebersihan untuk segera menutup LPA.

Hasil negosiasi dicapai dengan perwakilan warga yang menyangkut beberapa hal antara lain:
 Penempatan sampah dil LPA hanya dilakukan pada malam hari;
 Pengoperasian LPA dibatasi sampai akhir tahun 2001;
 Pemerintah kota diharapkan dapat memperbaiki pengolahan sampah di LPA;
 Pemerintah kota diwajibkan melakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadap masyarakat yang terkena dampak kegiatan LPA.

2. LPA Benowo

LPA Benowo yang berlokasi di Desa Benowo dan berbatasan dengan Kabupaten Gresik seluas 26 Ha direncanakan sebagai alternatif pengganti LPA untuk Kota Surabaya bila kelak LPA keputih telah penuh dan tak dapat dioperasikan lagi.
Lahan tadinya merupakan bekas tambak untuk produksi garam rakyat dan budi daya udang dan bandeng. Pembangunan prasarana di LPA dilakukan secara bertahap, mengingat dana yang terbatas. Dengan bantuan dana dari OECF dan tambahan dari APBD II lahan seluas 2 Ha telah dipersiapkan sebagai LPA dengan sistem sanitary landfill dimana saat ini pembangunan tahap I telah mencapai hampir 60%, menyangkut berbagai prasarana antara lain:
 Plengseran disekeliling LPA yang terbuat dari turap dan anyaman bambu
 Saluran disisi timur lahan
 Kolam penampungan lindi
 Jalan operasional di LPA

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, berbagai hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:
a. Dasar sel yang merupakan tanah urugan dari lahan disekitar harus dipastikan apakah nilai keluluasannya memenuhi kelulusan yang dipersyaratkan (710-6 cm/detik);
b. Kolam lindi hanya terdiri dari 1 kolam dengan kedalaman + 4 cm, dengan dinding hanya terbuat dari plengsengan dasarnya turap bambu dan anyaman yang dipadatkan dengan tanah merupakan problem, mengingat air lindi dengan kadar BODS, COD relatif masih tinggi dan dengan memanfaatkan 1 kolam saja diperkirakan belum mampu untuk menurunkan beban pencemar dibawah baku mutu lingkungan (bml) dan juga sistem penyaluran harus mengunakan pompa dan sistem perpipaan + 1.5 km ke kali Lamong sebagai beban air terdekat.
c. Ketinggian dasar sel harus diperhitungkan dengan baik, mengingat muka air tanah relatif tinggi. Akumulasi pasang dan air hujan yang tinggi akan mengakibatkan dasar sel akan tergenang air dan hal ini akan berpengaruh terhadap tambahan debit yang akan diolah pada kolam air lindi;
d. Ketinggian plengsengan dari dasar sel kurang lebih 1.5 m dengan luas lahan 2 ha untuk tahap I maka volume timbunan adalah sebesar 20.000 x 1.5 m3 = 30. 000 m3 (termasuk lahan untuk fasilitas penunjang).
Bila sel tersebut telah beroperasi dan dengan produksi sampah Kota Surabaya saat ini sebesar 8.000 m3/hari dan faktor pemadatan sebesar 0.5 kg/m3 maka umur sel adalah = 30.000 hari = 11 hari dengan
8.000 x 0.5 x 0.7
Catatan prosentase pelayanan sampah saat ini 70% dari timbunan sampah yang ada.
Jadi dalam tempo 11 hari sel penimbunan akan penuh rata dengan sampah.

e. Jalan masuk ke likasi dapat dicapai melalui 2 akses, yaitu ;
Jalan masuk dari arah Gresik dan jalan dari arah Tandes.
Jalan dari arah Gresik tidak dapat digunakan sebagai jalan masuk mengingat lebar, jenis jalan dan adanya hambatan pada perpotongan jalan dengan jalan Tol.
Jalan melalui daerah perumahan Tandes, dapat digunakan sebagai akses namun perlu pelebaran menjadi 6/8m agar truk angkutan sampah dapat berpapasan dengan leluasa.


B. Kabupaten Gresik

1. LPA Kabupaten Gresik

Studi pencarian lokasi LPA untuk Kabupaten Gresik saat ini sedang disusun oleh pihak ke-3 (konsultan). Terdapat 4 lokasi alternatif yang diusulkan yaitu :
- Desa Kambingan Kecamatan Ceremai
- Desa gending, Kecamatan Kebumas
- Desa Suci, Kecamatan Manyar
- Desa Sekapuk, Kecamatan Ujung Pangkah

Menurut Pemda Kabupaten, lokasi Desa Kambingan, Kec, Ceremai lahannya relatif sempit dan berada di lahan bekas tambak, sedangkan Desa Gending sangat dekat dengan pemukiman penduduk. Desa Sekapuk relatif jauh dari pusat kota (40 km), sedangkan Desa Suci berada dekat dengan kota, namun diapit oleh perumahan Gresik Kota Baru (GKB).
Keempat lokasi belum dilakukan sosialisasi terhadap masyarakat, sehingga belum dapat digambarkan persepsi dari masyarakat terutama yang tinggal dekat dengan lokasi LPA.

Pihak Pemda Kabupaten menginginkan lokasi yang akan dikembangkan adalah lokasi Desa Suci, dengan berbagai alasan antara lain :
- Dekat dengan pusat kota dan pusat sampah sehingga akses relatif mudah dilakukan;
- Lahan merupakan lahan HGU Semen Gresik yang akan berakhir tahun 2004 mendatang;
- Lahan merupakan bekas galian kapur oleh PT Semen Gresik dan telah berbentuk sel sehingga memudahkan dalam hal pembangunan LPA khususnya pembuatan sel sampah;
- Investasi relatif murah mengingat lahan tidak perlu dibebaskan dan sudah terbentuk oleh kegiatan sebelumnya.

Sedangkan kendala yang mungkin dihadapi antara lain adalah :
- Akses masuk ke lokasi harus melewati perumahan GKB;
- Pengembangan perumahan GKB berada dekat dengan lokasi, sehingga besar kemungkinan aspek sosial menjadi permasalahan utama bila lahan ini dikembangkan.

Beberapa pertimbangan yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemda Kabupaten Gresik antara lain :
- Menunggu hasil studi pencarian lokasi LPA oleh konsultan penyusun dengan tetap memperhatikan berbagai aspek antara lain: Aspek teknis, ekonomis, lingkungan dan sosial budaya;
- Bila keempat aspek tersebut tidak dipenuhi, sebaiknya alternatif lokasi dapat ditambah dan dianalisa secara mendetil dengan pemenuhan terhadap keempat aspek di atas.


2. LPA Romo (Eksisting)

LPA eksisting yang melayani sampah kota Gresik saat ini berada di Desa Romo, Kecamatan Manyar. Pemakaian LPA ini telah dilakukan sejak tahun 1997 lalu dan saat ini telah penuh dengan tumpukan sampah. Luas LPA 4 ha dengan luas efektif untuk penimbunan adalah sebesar 2,5 ha sedangkan sisanya adalah untuk lahan pendukung.
Laju timbulan sampah relatif besar yaitu 425 m3/hari yang dilayani oleh 6 armroll dan 2 unit dumptruk.
Pengelolaan sampah saat ini dilakukan dengan sistem controledlandfill dan penimbunan tumpukan sampah dilakukan secara terbatas diakibatkan lahan penutup tidak tersedia di LPA. Adanya limbah pabrik pembuatan panel (Jayaboard) yang mengandung campuran gipsum dan kapur sangat menolong pihak DKP untuk penutupan sel sampah.

Melihat lahan yang tersedia saat ini untuk penimbunan sampah sudah tidak tersedia, sebaiknya Pemda segera menyediakan lahan pengganti LPA dan segera menutup lahan bekas LPA dan melakukan penghijauan. Timbulan sampah dapat juga dikurangi dengan cara mengaktifkan pembuatan kompos di lokasi bekas LPA yang dapat memberikan nilai ekonomis berupa pupuk untuk taman kota dan pertanian di sekitar kota Gresik bahkan ke kota terdekat yang membutuhkannya.


C. Kabupaten Mojokerto

1. LPA Mojosari

Luas lahan LPA di Desa Mojosari seluas 1,5 ha. Berada pada daerah sawah kering/tadah hujan, bekas tanaman tebu. Jarak ke pemukiman saat ini 300 m, dan tidak ada pembatas ke pemukiman tersebut. Sistem pengoperasian secara open dumping dan selain lahan penimbunan, sarana dilengkapi dengan tungku pembakar sampah. Buldoser yang ada hanya sewaktu-waktu didatangkan dari kota di LPA, sehingga praktis banyak sampah yang berserakan secara tidak terkontrol.

Beberapa saran dan pertimbangan tim untuk pengelolaan antara lain :
 Pembentukan sel dengan cara penggalian zona kerja sedalam 5 s/d 7 m dan diusahakan tidak mencapai kedalaman sumur dangkal;
 Pembentukan lining dengan lapisan impermeabel yang diperoleh dengan cara mencampur lempung dan tanah bekas galian;
 Pemasangan sistem perpipaan, baik gas dan air lindi;
 Penebaran, pemadatan dan penutupan sampah sesuai dengan SOP untuk controllandfill yang baku;
 Mengusulkan pembentukan Perda melalui Dinas Tata Kota yang melarang pembangunan bangunan rumah tinggal pada radius 500 m dari lokasi LPA;


D. Kota Mojokerto

1. LPA Randegan

LPA Randegan berada di dalam kota Mojokerto yang dijadikan tempat pengolahan 300 m3/hari sampah. Sistem pengolahan sampah saat ini adalah sistem open dumping dan pembakaran secara tidak terkendali. Jarak ke pemukiman penduduk hanya 50 m dari pusat LPA, dan dihuni oleh pemulung yang sehari-harinya menggantungkan hidupnya di LPA. Saat ini kondisi lahan hampir penuh dengan tumpukan sampah. Dengan laju generasi sampah yang cukup besar diperkirakan lahan LPA akan segera penuh dalam waktu 1-2 tahun mendatang.

Akibat pengoperasian sampah di LPA yang kurang baik, pada tanggal 12 April 2001 masyarakat di sekitar lokasi melakukan protes terhadap keberadaan di LPA.

Beberapa hal yang perlu mendapat pertimbangan antara lain :
 Segera menyusun dokumen studi pencarian lokasi LPA kota Mojokerto untuk 5 s/d 10 tahun mendatang, mengingat akan penuhnya lokasi eksisting yang ada dan juga makin sulitnya mencari lahan LPA di masa mendatang;
 Menata LPA yang ada saat ini dengan cara membuat sel dan kelengkapannya, agar dapat menekan debit sampah yang akan diolah sehingga umur LPA dapat diperpanjang;
 Menempatkan alat berat di dalam lokasi LPA dan menempatkan penjaga yang dapat mengawasi seluruh kegiatan LPA;
 Menekan/mengurangi pengelolaan dengan cara membakar dan menebar sampah tanpa adanya perlakukan khusus lainnya;

E. KABUPATEN SIDOARJO

1. LPA Candi Pari

LPA Candi Pari Kecamatan Porong, merupakan salah satu lokasi LPA dari 2 lokasi pengolahan akhir sampah yang melayani ibukota Kabupaten Sidoarjo yang berada di bagian Selatan wilayah kota. Luas lahan LPA Candi Pari adalah sebesar 1 ha. LPA ini merupakan lahan untuk penimbunan sampah yang berasal dari wilayah Selatan dan Timur kota. Sistem pengelolaan sampah saat ini adalah dengan sistem open dumping dan pembakaran pada tungku. Jarak ke pemukiman terdekat 500 m dari lokasi LPA.
Sampah yang diolah di LPA ini sebesar 600 m3/hari setara dengan 20% jumlah timbulan sampah yang ada. Diperkirakan LPA ini masih dapat digunakan 2 tahun lagi.

2. LPA Bareng Krajan

LPA ini melayani sampah yang berasal dari bagian Barat dan Utara wilayah kota Sidoarjo, dengan luas 2 ha. Lahan ini diperkirakan akan penuh dalam kurun waktu 1 tahun lagi.
Sistem pengolahan sampah di LPA masih bersifat open dumping disertai dengan pembakaran sebagian sampah organik dalam tungku.
Jumlah sampah yang diolah di LPA ini adalah sebesar 1.000 m3/hari, yaitu 30% dari total timbulan sampah yang ada saat ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar