Entri Populer

Jumat, 19 Agustus 2011

SISTEM IPLT DI INDONESIA

A. IPLT dengan Sistem Aerasi

1. Bak Equalisasi

Bak Equalisasi melakukan perlakukan terhadap air limbah dengan cara pengkondisian lumpur tinja, berupa pengaturan pH, pengenceran oleh air yang berasal dari outlet yang mengandung bakteri pengurai. Konstruksi pada bagian bawah dibuat miring ke arah outlet sebagai tempat berkumpulnya lumpur tinja di bagian bawah.

2. Oksidation Ditch

Pada bak ini terjadi proses biologis aerobik oleh bantuan bakteri aerobik yang hidup dalam larutan/lumpur tinja. Untuk menjaga agar bakteri dapat melakukan metabolisme, diperlukan oksigen dari udara yang diambil melalui perputaran rotor pada permukaan larutan. Selain itu diperlukan nutrien tambahan disamping bahan pengotor/impuritis yang ada dalam larutan. Untuk menciptakan kontak larutan dengan udara cukup efektif rotor diatas permukaan larutan dipasang melintang pada aliran larutan, rotor digerakkan dengan bantuan listrik PLN.

3. Bak Pengendap/Sedimentasi

Pengolahan dengan bantuan bakteri pengurai terhadap air limbah diharapkan berlangsung pada 2 bak terdahulu, sehingga pada bak sedimentasi diharapkan telah terjadi koloid dan endapan bahan pengotor dan air limbahnya. Bagi lumpur yang nilai masa jenisnya lebih besar dari air akan mengendap pada dasar kolam yang dibuat berbentuk limas; namun sebagian hasil pengolahan berada pada fase koloid, sehingga dibutuhkan perlakuan untuk memisahkan bahan pengotor dari cairannya. Salah satu cara yang dibutuhkan adalah dengan bantuan kolam sedimentasi yang dilengkapi dengan lengan penyapu dan baffel uantuk menghindari aliran turbulen. Limbah masuk dari bagian tengah tangki (dengan bantuan pompa) dan secara koaksial akan berputar mengikuti kisi-kisi pada bagian dinding dalam tangki/kolam, dan membawa lumpur ke bawah secara gravitasi. Koloid akan dipecah secara fisis, sehingga terpisah dari larutan induknya dan kumpulan koloid yang telah memiliki masa jenis yang besar dari larutannya akan berkumpul dan mengendap pada dasar tangki/kolam.

4. Bak Penampung Lumpur/Sludge

Bak penampung lumpur akan menampung lumpur dari bak sedimentasi yang tertampung pada dasar kolam. Lumpur ini masih mengandung sebagian besar cairan dan akan dipisahkan untuk memudahkan pengeringan lumpur. Pemisahan dilakukan dengan bantuan media penyaring, yaitu kerikil, pasir yang ada pada dasar tangki/kolam. Cairan akan dialirkan secara berkala/kontinyu ke kolam oxidation ditch, sedangkan padatan dengan kandungan airnya telah rendah akan dipindahkan ke kolam pengering.



5. Bak Pengering Lumpur

Bak pengering lumpur menampung lumpur yang telah dikurangi kadar airnya pada kolam/bak pengumpul lumpur untuk selanjutnya dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Lumpur kering denan kandungan air relatif rendah (cake) , selanjutnya diangkat secara berkala dan ditempatkan dikarung atau kemasan lain sebelum dibawa oleh pihak ketiga, sebagai bahan campuran kompos.


B. IPLT SISTEM NON AEROBIK

Berbeda dengan IPLT sistem aerobik, sistem non aerobik relatif lebih banyak memanfaatkan bakteri non aerobik dalam pengolahannya. Dibandingkan dengan sistem aerobik, sistem ini membutuhkan lahan yang lebih luas namun nilai O/P relatif rendah karena tidak menggunakan listrik untuk pompa atau motor penggerak rotor.

1. Bar Screen

Bar screen umumnya merupakan satu kesatuan dengan tangki Inhoff. Fungsi dari tangki/kolam ini adalah untuk memisahkan bahan-bahan yang turut dalam aliran namun tidak dibutuhkan dalam pengolahan lumpur tinja. Bahan-bahan yang dimaksud antara lain adalah, sisa potongan kayu, kertas, kain, plastik, daun-daun, dll.

2. Inhoff Tank

Tangki Imhoff merupakan tangki pertama yang berada dalam sistem yang melakukan perlakukan terhadap lumpur tinja yang masuk, dalam tangki ini terdapat campuran bakteri anaerobik dan aerobik yang melakukan pemecahan terhadap impuritis.

Tangki ini terdiri dari 2 bagian , yaitu bagian dasar tangki yang berbentuk kerucut mengarah ke bawah, dan bagian kerucut terpancung dengan arah ke bawah pula. Antara kerucut atas dan bawah terdapat batas/interface yang tidak boleh berisi cairan/lumpur.

Waktu tinggal dalam peralatan ini kurang lebih 2 hari, dimana telah terjadi pemecahan terhadap sebagian impuritis oleh bakteri aerobik dan anaerobik, dan performance pengolahan adalah sekitar 50-60% terhadap parameter kunci antara lain, BOD5, COD, TSS dan pH.


3. Kolam Nonaerobik

Kolam nonaerobik yang mengandung bakteri non aerobik melakukan pengolahan terhadap lumpur tinja dengan pemecahan koloid lumpur pengotor yang turut dalam aliran. Performance pengolahan antara lain adalah sekitar 70-80% dari input limbah yang masuk. Kolam ini terbuat dari pasangan batu kali dengan bagian dinding kolam diplester dengan semen untuk menghindari rembesan dan pada bagian bawah kolam dibuat mengecil untuk memudahkan dalam pengurasan. Sewaktu-waktu dan berkala pengurasan dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan metabolisme bakteri dalam larutan.


4. Kolam Fakultatif

Lain halnya dengan kolam anaerobik, kolam fakultatif memanfaatkan kedua bakteri sekaligus (anaerobik dan aerobik) untuk membantu pemecahan lumpur tinja. Hal ini didasarkan pada masih terdapatnya bakteri aerobik dalam senyawa/larutan yang akan diolah lebih lanjut. Kontak dengan udara luar diperlukan untuk menjaga bakteri dapat terus melakukan metabolisme dan untuk itu, buih yang terbentuk pada permukaan kolam sesegera mungkin diangkat agar tidak mengurangi supply oksigen masuk dalam cairan.
Performance pengolahan lumpur tinja berkisar antara 70 s/d 80% dari input air limbah yang masuk.

Dasar kolam dibuat lebih mengecil di bagian bawah, dimaksudkan agar memudahkan dalam pengerukan lumpur yang terjadi pada dasar kolam yang dapat diangkat sewaktu-waktu.




5. Kolam Maturasi

Kolam maturasi merupakan kolam terakhir dari sistem ini yang digunakan untuk memecah lumpur tinja, dengan memanfaatkan bakteri aerobik dan non aerobik. Dalam kolam ini juga terjadi penurunan kadar BOD5, COD, TSS dan pH dengan persentase pengolahan antara 60-70%, diharapkan kadar limbah yang keluar telah memenuhi persyaratan mutu kadar BOD5, COD, TSS dan pH sesuai dengan Kepmen KLH No. 51 tahun 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar