Entri Populer

Jumat, 12 Agustus 2011

TRANSPORT DAN TRANSFORMASI GROUND LEVEL OZON: STUDI DI KOTA BANDUNG OLEH : ANDRIA SUKOWATI

Pendahuluan

Peningkatan dampak dari ground level ozon terhadap kesehatan manusia dan ekosistem telah banyak diketahui dari berbagai studi. Di Indonesia, berdasarkan PP 41/1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara, dan Kep 45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara, telah dilaksanakan pengukuran kualitas udara, termasuk untuk parameter ozon, secara kontinyu dengan peralatan yang terintegrasi dalam Air Quality Monitoring System yang dilaksanakan sejak 1999 dan dioperasikan mulai 2000. Sistem ini meliputi kegiatan monitoring kontinyu di 10 kota yaitu Medan, Jambi, Pekanbaru, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Pontianak, Palangkaraya, dan Denpasar. Meliputi 33 buah fixed monitoring stasion, 9 buah mobile monitoring station.
Kota Bandung terletak pada 107° Bujur Timur dan 6°55’ Lintang Selatan, dengan ketinggian 675-1050 dpl. Rata-rata temperature berkisar antara 15° C pada malam hari dan 29° C pada siang hari, dengan tidak ada perbedaan yang berarti pada variasi musim. Stasiun pengukuran terdapat di lima lokasi Dago Pakar (1), Tirtalega (2) , Batununggal (3) , Aria Graha (4), Cisaranten (5). Mobile monitoring stasion dioperasikan secara berkeliling di wilayah Jawa Barat. Daerah meliputi Kabupaten dan Kota Cirebon, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bogor, Kabupaten dan Kota Bekasi, Kota Depok.

Metodologi

Pengukuran ambient kontinyu di Bandung telah dimulai pada akhir 2000. Ozone dimonitor dalam 30 menit dengan menggunakan metoda non dispersive ultraviolet absorptiometry. Output analog dapat dipilih dari nilai sesaat, yaitu nilai kumulatif atau nilai rata-rata. Komunikasi data berupa output digital ke computer station dengan software UWEDAT.
Metoda analiser adalah metode penyerapan ultraviolet berdasarkan pada karakteristik ozon dalam menyerap sinar UV panjang gelombang tertentu yang dipancarkan dari mercury lamp yang terdapat pada analiser.
Cara kerja analiser adalah gas sample setelah melewati filter dibagi menjadi dua aliran oleh solenoid valve. Gas sample cabang aliran petama dimasukkan dalam ozon decomposer dimana ozon dihilangkan , dan dialirkan kembali ke dalam sel sebagai gas referens. Gas sample aliran kedua dialirkan langsung ke dalam sel sebagai gas yang diukur. Sel pengukuran disinari dengan lampu merkuri yang memancarkan sinar UV dengan panjang gelombang 253.7 nm. Sinar yang diserap oleh ozon dilacak dengan detector berupa fotodioda yang akan mengirimkan sinyal listrik. Variasi signal listrik yang dikirm oleh detector menunjukkan variasi konsentrasi ozon yang terukur pada sample, yaitu selisih konsentrasi dalam gas sample dengan gas referens.

Mekanisme Pembentukan Ozon Melalui Reaksi Photokimia

Pada daerah yang memiliki emisi pencemaran udara dari industri dan dari sumber bergerak, atmosfir menerima gas NO dalam jumlah yang besar. Nitrogen oksida yang dilepaskan dari sumber tidak bergerak dan sumber bergerak, akan berubah menjadi NO2 melalui reaksi sebagai berikut :

2NO + O2 2NO2 ( 1 )

Pembentukan ozon di dekat permukaan bumi tidak terbentuk melalui reaksi berikut :
O2 + hv 2O ( 2 )
O + O2 + M O3 + M ( 3 )

Proses photodissociation dari O2 pada reaksi ( 2 ) memerlukan energi radiasi matahari pada panjang gelombang 0.2 μm. Sedangkan radiasi matahari pada lapisan troposphere panjang gelombang tidak kurang dari 0.29 μm, sehingga ozon pada lapisan troposphere terbentuk melalui mekanisme yang lain. Pembentukan ozon disebabkan oleh siklus photolytic dari nitrogen dioksida. Radiasi matahari dengan panjang gelombang di bawah 0,38 μm membuat gas nitrogen dioksida mengalami penguraian sebagai berikut :

NO2 + hv NO + O ( 4 )












Gambar 1. Siklus Photolytic Nitrogen Dioksida di Atmosfir

Gas NO2 pada reaksi ( 4 ) berasal dari reaksi reaksi ( 1 ), tetapi perubahan NO menjadi NO2 merupakan reaksi oksidasi yang lambat. Setelah pembentukan NO2, gas tersebut akan diuraikan seperti pada reaksi ( 4 ) yang menghasilkan gas NO dan atom Oksigen ( O ). Atom oksigen akan berikatan dengan gas O2 menjadi ozon ( O3 ) dengan bantuan energi
yang diserap.
Reaksinya sebagai berikut:
O + O2 + M O3 + M ( 5 )
Ozon yang terbentuk dapat beraksi dengan gas NO melalui reaksi dibawah ini membentuk gas NO2.
O3 + NO NO2 + O2 ( 6 )
Reaksi ( 4 ), ( 5 ) dan ( 6 ) berlangsung sangat cepat dan kombinasi ketiganya cenderung berada pada kondisi steady.

Mekanisme umum yang digambarkan di atas akan benar apabila unsur atau senyawa yang diperkirakan pada siklus photolytic gas nitrogen dioksida tidak beraksi dengan senyawa lain di atmosfir. Sedangkan hasil pengukuran di atmosfir menunjukan mekanisme reaksi yang terjadi lebih kompleks dibandingkan dengan siklus photolytic gas NO2. Konsentrasi ozon yang terukur di atmosfir pada daerah perkotaan dapat mencapai 0,2-0,5 ppm. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan konsentrasi dengan model pada kondisi steady state. Variasi harian dari NO, NO2 dan O3 di atmosfir tidak dapat diketahui dengan detail dan bersifat kompleks, serta tidak dapat dijelaskan dengan model yang sederhana.

Transport

Terbentuknya ozon karena reaksi photokimia, tidak hanya terjadi pada daerah yang memiliki sumber pencemar NO, namun juga terjadi pada daerah yang jauh dari sumber pencemar. Beberapa pengukuran ozon di wilayah yang jauh dari sumber pencemar, menunjukan konsentrasi ozon yang tinggi. Wilayah yang termasuk katagori pedesaan, dipengaruhi oleh mekanisme transport jarak jauh yang terjadi pada zat pencemar. Sebagai contoh, hasil pengukuran ozon di Dago Pakar memperlihatkan konsentrasi ozon pada daerah itu tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran di daerah urban ( Tegallega ). Prediksi transportasi zat pencemar NO dan NO2 akan dapat memperkirakan lokasi di luar kota yang mungkin akan memiliki konsentrasi ozon di atas baku mutu. Beberapa model transportasi dapat diterapkan untuk memperkirakan transportasi oksida nitrogen, misalnya model Gaussian. Penerapan model akan memudahkan usaha untuk mengendalikan pencemaran udara di daerah perkotaan dan daerah suburban.

Ozon di Kota Bandung

Pendataan emisi di Bandung ( Soedomo et al.,1992a) dilaporkan bahwa transportasi merupakan penyumbang utama precursor O3 , mengemisikan kira-kira 2800 ton pa total NOx , 2270 ton pa total HC dan 97300 ton pa total CO. Industri mengeluarkan 830 ton pa NOx. Dengan tingkat pertumbuhan populasi kendaraan bermotor 15 % pa, dapat dikatakan bahwa pada saat ini emisi precursor O3 telah meningkat.
Keadaan topografi yang kompleks di Bandung juga memperburuk kualitas udara. Meskipun besarnya emisi NOx dan HC di Bandung adalah 7 kali lebih rendah daripada yang diperkirakan untuk Jakarta ( Soedomo et al.,1992), dengan ventilasi yang kurang, konsentrasi NOx ambient terukur pada tahun yang sama adalah 3 kali lebih tinggi daripada di Jakarta ( Soedomo, 1999).
Data yang diamati adalah tanggal 29 Juni 2001, dengan dasar pertimbangan kelengkapan data dari semua stasiun ( data avalibility 95 %), dan tingkat radiasi matahari maksimum di Indonesia diperkirakan terjadi pada bulan Juni.
Studi terhadap data ozon di Kota Bandung pada tanggal 29 Juni 2001, menunjukkan adanya 2 macam puncak konsentrasi ozon, yaitu puncak besar yang disebabkan oleh radiasi matahari, dan puncak kecil yang disebabkan oleh waktu puncak lalu lintas (traffic peak hour). Puncak besar terjadi pada jam 11-12 siang. Puncak kecil terjadi pada jam 6-7 pagi dan 16-17 sore.
Pada daerah sub urban yang tidak terpengaruh oleh traffic, data yang diperoleh hanya akan menunjukkan satu puncak besar yang terjadi pada tengah hari. Seperti data yang ditunjukkan pada hasil pengukuran di kawasan industri di Cikampek.
Diketahui bahwa tingkat kepadatan lalu lintas di sekitar stasiun Dago Pakar jauh lebih rendah daripada di sekitar stasiun-stasiun lainnya. Meskipun demikian konsentrasi ozon tertinggi tercatat pada stasiun Pakar. Keadaan ini menunjukkan bahwa daerah Bandung Utara (yang diwakili Stasiun Dago Pakar) menerima pengaruh dari formasi ozon dengan sumber precursornya yang berada di Bandung Tengah dan Selatan. Diperkirakan adanya transport precursor ozon dari Bandung Tengah dan Selatan ke Bandung Utara.


Sumber dan Referensi :
1. Air Pollution . Its Origin and Control 2nd Edition, Kenneth Work & Cecil F. Warner,Harper & Row Publisher, New York, 1981
2. Atmospheric Chemistry: Fundamentals & Experimental Techniques, Barbara J. Finlayson- Pitts & James N Pitts, Jr.John Wiley & Sons, New York, 1986
3. Urban Ozone Monitoring and Assessment : Comparison in Indonesia , Romania, and the UK, Short Paper, Driejana and Delia Dimitriu, 2002
4. Air Quality Monitoring System ( AQMS ) Kota Bandung, Laboratorium Udara Kota Bandung, Daily Report, Monthly Report, 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar