Entri Populer

Kamis, 28 April 2011

DKI Masterplan Sampah

Untuk mengatasi masalah sampah yang setiap saat bertambah volumenya, Pemprov DKI Jakarta, saat ini telah memiliki masterplan pengelolaan sampah tahun 2010 – 2030.

Dalam masterplan tersebut, pengelolaan sampah di DKI dibagi dalam tiga lingkup layanan. Adapun teknologi yang digunakan adalah WTE Plant (waste to energy) dengan sistem incenerasi teknologi tinggi, yakni mengacu pada kota-kota besar di dunia.
Namun hal ini perlu investasi yang sangat besar, sehingga DKI menggunakan konsep public private partnership yang melibatkan pihak investor swasta.

Ketiga lingkup layanan ini meliputi, penyediaan TPST (tempat pembuangan sampah terpadu) Regional , yang melayani wilayah timur Jakarta, yakni di TPST Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Semula di TPST tersebut setiap harinya menampung 5.000 ton sampah namun kini berkurang menjadi 3.000 ton per hari. Sedangkan untuk barat Jakarta terdapat di TPST Ciangir Kota Tanggerang, yang setiap harinya mampu menampung 1.500 ton sampah.

Teknologi yang digunakan adalah sanitary landfill dikombinasikan dengan gasifikasi gas metan untuk dapat dihasilkan listrik sekitar 20 MW. Selain itu, khusus TPST dalam kota, saat ini terdapat di tiga titik. Yakni di ITF Cakung Cilincing, setiap harinya mampu menampung 1.500 ton sampah namun saat ini volume sampah yang masuk ke tempat tersebut baru 300 ton sampah per hari. Kemudian di ITF sunter, mampu menampung 1.500 ton sampah per hari dan di ITF Marunda mampu menampung 1.500 ton sampah per hari.

Kepala Dinas Kebersihan DKI, Eko Bharuna dalam rilisnya menyebutkan, sasaran masterplan ini adalah tertanganinya pengelolaan sampah di DKI hingga  2030 yang diprediksikan terjadi timbulan sampah sebanyak 9.000 ton per hari. Pola penyebaran TPS/ITF perlu dilakukan agar tidak tergantung pada satu titik dan mengurangi kemacetan akibat tertumpuknya angkutan sampah pada jalur-jalur tertentu.

Dikatakan Eko, tugas Dinas atau Sudin Kebersihan adalah, melaksanakan pengangkutan sampah dari TPS Resmi ke TPST Bantar Gebang. Untuk mengangkut dari rumah ke rumah dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat. Pengelolaan dan pemungutan retribusi untuk biaya oprasional petugas swadaya (gerobak sampah) dilakukan oleh RT/RW setempat.
"Sebab sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah, Dinas Kebersihan tidak memungut retribusi untuk tingkat perumahan atau tempat tinggal,” ujar Eko Bharuna, Selasa (6/7/2010).

Dalam lima tahun terakhir ini Pemprov DKI, dalam hal ini BPLHD dan Dinas Kebersihan DKI, koordinasi dengan Dinas PU dan Dinas Pertamanan, telah menerapkan sistem pengolahan sampah berbasis masyarakat dengan konsep 3R (reuse, reduse, recyle) serta program komposting.
Program tersebut diterapkan melalui berbagai kegiatan dan pembinaan pada warga masyarakat serta dibantu CSR dari beberapa produsen atau industri. Tercatat hingga tahun 2009 lalu telah dibina 94 titik yang meliputi sekitar 1.000-an RT/RW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar