Entri Populer

Kamis, 28 April 2011

Warga Cipinang Elok Kelola Sampah Mandiri

SP/Hotman Siregar
Kepala Sub Dinas Kebersihan Jakarta Timur, Unu Nurdin, memperhatikan para pekerja di pabrik pengomposan sampah organik di RW 10, Cipinang Elok, Jakarta Timur. Pabrik ini mampu menghasilkan kompos dari sampah sekitar tiga ton per bulan.

Suasana asri dan sejuk akan terasa saat berkunjung ke RW 10 Perumahan Cipinang Elok, Jatinegara, Jakarta Timur. Tanaman tumbuh subur di hampir seluruh permukiman warga. Selain tanaman yang menambah keasrian, pemberdayaan masyarakat dalam membuat kompos patut diapresiasi. Masyarakat di sana mampu mengolah sampah menjadi produk bernilai ekonomis.

Tidak mengherankan, kondisi perumahan yang asri dan bersih menghantarkan kawasan permukiman Cipinang Elok menjadi Juara I Kategori Kebersihan dan Keindahan se-Kelurahan dan Kecamatan tiga tahun berturut-turut. RW 10 juga meraih juara I Lomba Daur Ulang Sampah se-Jakarta Timur.

Volume sampah perumahan Cipinang Elok tiap hari mencapai 15 meter kubik. Dengan perbandingan, komposisi sampah organik 60 persen dan sampah anorganik 40 persen. Sampah kemudian dipilah dan dikumpulkan untuk diproses menjadi kompos di pabrik kompos.
Sampah organik yang berasal rumah tangga, seperti sisa-sisa makanan dan daun-daunan diolah menjadi kompos padat. Dibutuhkan waktu sekitar dua bulan agar sampah organik dapat berubah menjadi kompos.
Parno (25), pekerja di pabrik kompos yang berada di tengah-tengah permukiman RW 10, mengungkapkan, kapasitas produksi kompos baru mencapai tiga ton per bulan. Produksi kompos itu sebenarnya masih bisa ditingkatkan bila mesin penggiling sampah ditambah.
Saat ini, hanya ada satu mesin penggiling. Kompos hasil produksinya dijual Rp 1.500 per kg dan telah berlangsung sejak tahun 2005.

Buka Lapangan Kerja
Parno bersama dua rekannya sehari-hari bekerja di pabrik kompos yang dikelola oleh Ketua RW 10. Bapak satu anak ini mendapatkan gaji bersih Rp 450.000 per bulan. Kompos dibeli oleh masyarakat lingkungan sekitar dan dari daerah lain. Kompos dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, media tanam di rumah sendiri, dan dijual di toko.

Syamsudin (56), salah satu pengawas lapangan, menjelaskan, keuntungan penjualan kompos digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional dan gaji sekitar 25 karyawan. Kegiatan pengomposan ini telah membuka lapangan kerja bagi warga sekitar dengan mempekerjakan dua orang dan satu teknisi di pabrik kompos. Sementara 20 pekerja sebagai tukang sapu, empat orang pengurus taman dan tiga pembersih selokan.

“Pabrik kompos ini juga sering dijadikan wilayah percontohan dan studi banding berbagai pihak, termasuk kalangan perguruan tinggi. Pembuatan kompos di RW 10 masih tergolong kecil karena kapasitas mesin tidak sesuai dengan jumlah sampah organik yang ada, mesin harusnya ditambah supaya hasilnya banyak,” tutur Syamsudin.

Kepala Sub Dinas Kebersihan Jakarta Timur, Unu Nurdin, dalam perbincangan dengan SP di pabrik sampah RW 10 mengatakan, upaya daur ulang dan pengomposan sampah di berbagai lokasi terus digalakkan. Hal itu untuk mengurangi volume sampah ke tempat pembuangan akhir.

“Kalau semua RW mampu mengurangi pembuangan sampah ke TPA sekitar 30 persen, sudah sangat membantu. Pengomposan ini juga membantu menyelamatkan lingkungan,” katanya. [SP/Hotman Siregar]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar