Entri Populer

Kamis, 28 April 2011

DKI Olah Sampah Jadi Sumber Energi Rabu, 29-Desember-2010 | 12:21:35 WIB

Jejakbulikts, Jakarta-Menutup akhir tahun, kritik, refleksi, introspeksi dan lain sebagainya jamak dilakukan setiap insan bijaksana. Dengan begitu, di tahun yang akan datang, diharapkan keberhasilan-keberhasilan yang diraih tentu akan lebih optimal dan segala hambatan maupun kegagalan tidak kembali terulang.

Begitupun yang dilakukan Dinas Kebersihan DKI Jakarta dalam upayanya melayani masyarakat ibu kota. Banyak keberhasilan yang telah diraih sepanjang tahun ini. Tapi, tentunya masih terdapat celah untuk memberi pelayanan lebih baik lagi. Untuk itu, kini pemerintah tidak hanya menganggap sampah sebagai masalah, namun memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai manfaat ekonomis. Walaupun manfaat ekonomisnya belum dapat menutupi biaya pengelolaan sampah secara penuh. Sampah warga Jakarta dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik, kompos/pupuk, dan baku industri daur ulang. Berikut ini merupakan tulisan akhir tahun tentang kilas balik program yang telah dilakukan Dinas Kebersihan DKI Jakarta sepanjang tahun 2010 yang diterima beritajakarta.com, Selasa (28/12).

Muara Akhir Sampah
Setiap harinya lebih dari 6.000 ton sampah terkumpul di Jakarta. Semuanya bermuara untuk diolah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang atau ke Pusat Daur Ulang dan Komposting (PDUK) Cakung. Baik secara langsung atau melalui pemadatan terlebih dahulu di Stasiun Peralihan Antara (SPA) Sunter. Pemadatan dilakukan untuk mengurangi ritasi truk sampah sehingga proses pengangkutan sampah tidak menambah kemacetan di jalan. Rata-rata sampah dari tujuh truk dapat dipadatkan kedalam satu container di SPA ini.
Sejak dua tahun belakangan, TPST Bantargebang dikelola oleh pihak ketiga , PT Godang Tua Jaya (GTJ) joint operation PT Navigat Organik Energi Indonesia (NOEI). Kontrak pengelolaan ini berlangsung selama 15 tahun. Di Bantargebang telah diterapkan teknologi Gassification Landfill Anaerobic Digestion (GALFAD untuk menghasilkan listrik dari gas metan sampah. Produksi energi listrik dari Pembangkit Sampah tenaga Sampah (PLTSa) Bantargebang sampai akhir tahun ini telah mencapai 4 MW dari target 26 MW pada tahun 2023.

Namun, Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengakui, diperlukan waktu untuk menstabilkan pasokan gas metan. Sehingga target produksi listrik dapat terpenuhi. Begitupun dibutuhkan waktu untuk mengimpor mesin pembangkit yang sampai saat ini belum dapat dibuat di dalam negeri. Di Bantargebang juga telah dibangun pabrik kompos dari sampah organik. Tahun ini kemampuan produksinya telah mencapai 60 ton per hari. Produksi kompos tahun 2013 ditargetkan sebesar 300 ton per hari dari sampah yang berasal dari pasar- pasar tradisional di Jakarta. Diketahui, pasar-pasar tradisional di ibu kota per hari menghasilkan 1.000 ton sampah per hari. Tidak didapati kendala berarti dalam mengejar target produksi kompos ini. Hanya saja, proses pembangunan hangar dan pengadaan mesin-mesin komposting yang modern masih dibutuhkan waktu.

Pengelolaan TPST Bantargebang juga memberdayakan pemulung. Terutama dalam pemilahan sampah layak daur ulang. Pada tahun 2013 di Bantargebang direncanakan pembangunan industri biji plastik daur ulang. Selain TPST Bantargebang yang terletak di Kota Bekasi, Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga bekerja sama dengan PT Wira Gulfindo Sarana (WGS) yang mengolah sampah di dalam kota. Yaitu, di PDUK Cakung. Instalasi yang beroperasi sejak 2007 ini menerapkan teknologi Ball Press, Komposting, dan SPA (Stasiun Peralihan Antara/Press Sampah).

Ke depan, teknologi PDUK akan ditingkatkan menjadi Intermediate Treatment Facility (ITF) atau TPST dalam kota dengan teknologi tinggi (zero waste), tepat guna, dan ramah lingkungan. Sebanyak 1.300 ton sampah tiap hari akan diolah menjadi listrik berdaya 15 MW dan 50 ton per hari kompos berkualitaas tinggi. Pelelangan ITF Cakung akan dilaksanakan pada awal tahun 2011, dan direncanakan ITF Cakung akan beroperasi secara penuh awal tahun 2012. Seperti halnya PDUK Cakung, SPA Sunter juga direncanakan untuk dikembangkan menjadi ITF berkonsep zero waste dan ramah lingkungan.

Pengembangananya melalui pola kerja sama dengan pihak ketiga, sehingga tidak terlampau membebani keuangan daerah. “Pembangunan ITF tentu dilaksanakan setelah dilakukan kajian teknologi, finansial, dan AMDAL,” ujar Eko Bharuna, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta juga berkeinginan memiliki TPST di sisi Barat yaitu di Ciangir Kabupaten Tanggerang. Hal ini untuk melengkapi masterplan pengelolaan sampah ibu kota. TPST Ciangir akan melengkapi TPST Bantargebang di sisi timur dan ITF-ITF di dalam kota. Namun, proses pembangunannya menghadapi sejumlah kendala. MoU antara kedua pemerintah daerah, DKI Jakarta dan Kabupaten Tanggerang, berakhir 28 Agustus 2010. Saat ini, sedang dilakukan proses negosiasi alternatif teknologi dan pembiayaan.

Penanganan Sampah
Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga bertanggung jawab melakukan penanganan sampah. Selain dilakukan secara swakelola oleh Dinas Kebersihan dan Suku-suku Dinas Kebersihan di lima Kotamadya, Dinas juga melibatkan pihak swasta atau lebih dikenal sebagai swastanisasi kebersihan. Jumlah total pelayanan angkutan swakelola mencapai 1791,55 ton per hari (35,5 % dari total pengelolaan sampah Jakarta). Pelaksanaan swakelola ini, ke depan akan terus dikurangi. Alasannya pun cukup rasional, dari 840 kendaraan angkutan sampah milik Pemprov DKI Jakarta, sekitar 40 persen sudah tidak laik jalan dan akan dihapus dari inventaris aset daerah. Selain itu, menyangkut pula dengan keterbatasan personel yang dimiliki. “50 persen PNS Dinas kebersihan pensiun pada akhir tahun 2014,” kata Eko Bharuna.
Dinas Kebersihan, kata eko, tidak menganggarkan pengadaan angkutan sampah baru secara masif, hal ini juga menjadi alasan pemerintah melakukan kerja sama trasportasi sampah dengan pihak lain melalui sistem outsourcing. “Atas pertimbangan efisiensi anggaran maka biaya investasi, operasional, dan pemeliharaan kendaraan angkut sampah secara swakelola kami kurangi porsinya. Dinas akan meningkatkan outsourcing pengangkutan sampah. Ke depan, peran Dinas Kebersihan hanya sebagai regulator,” tegasnya.

Berdasarkan data Dinas Kebersihan, diketahui pelibatan pihak swasta dalam penyediaan Jasa Pelayanan Kebersihan di 27 kelurahan yang tersebar di lima wilayah kota dengan total volume sampah 1512,32 ton per hari (29,97 persen dari total pengelolaan sampah Jakarta). Sementara, pihak ketiga yang bekerja sama dengan Dinas Kebersihan untuk menyediakan Jasa Pelayanan Angkutan sampah sebayak 1742,68 ton per hari (34,53 persen dari total pengelolaan sampah Jakarta).

Pengurangan Sampah di Sumber (3R)
Selain melakukan pengangkutan dan pengolahan sampah, Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) untuk mengurangi timbulan sampah warga ibu kota, sejak dari sumber sampah. Saat ini, terdapat 94 titik 3R (reduce, reuse, dan recycle) yang tersebar di lima wilayah kota. Melalui aktifitas ini dapat direduksi sampah sebanyak 752 meter kubik per hari (setara dengan 167,11 ton per hari atau sekitar 3 persen dari timbulan sampah). Namun, diakui Eko, berdasarkan hasil kajian oleh konsultan disimpulkan, pelaksanaan 3R di ibu kota belum optimal. Hal ini lantaran peran serta masyarakat dan produsen sampah masih kurang. “Untuk meningkatkan pengurangan sampah di sumber melalui aktivitas 3R, maka ke depan kami akan membangun sentra 3R di lima wilayah kota administratif,” tambah Eko.

Dalam waktu dekat, masih kata Eko, akan dibuat percontohan sentra 3R di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Sentra akan dibangun di atas lahan milik Pemprov DKI Jakarta seluas 2,6 hektar. Selain itu, di salah satu sentra 3R akan dibangun juga pengolahan sampah dengan kapasitas sekitar 250 ton per hari menggunakan teknologi Integrated Dry Anaerobic Digestion and Composting yang dikerjasamakan dengan investor. “Perlu percontohan untuk pengurangan sampah di lokasi yang dikelola oleh pengembang, terutama di lahan fasos-fasumnya. Tahun 2011 akan dibuat percontohan pada kawasan PIK (Pantai Indah Kapuk) bekerja sama dengan Investor dan Yayasan Budha Tsu Chi,” terang Eko.

Konsep Bank Sampah juga akan diterapkan di Jakarta. Bank sampah akan memotivasi masyarakat untuk memilah sampah sejak dari sumber. “Pemerintah akan memberi insentif kepada setiap orang yang melakukan pemilahan sampah yang dapat didaur ulang,” katanya.
Masyarakat, Produsen, dan Developer Wajib Mengelola Sampah

Dinas Kebersihan juga gencar melakukan sosialisasi perihal tanggung Jawab pengelolaan sampah tidak hanya pada pundak pemerintah. Namun juga menjadi tanggung jawab masyarakat, produsen, dan pengelola kawasan “Sosialisasi sepanjang 2010 telah dilakukan melalui media cetak, radio, dan televisi dengan pola talk show, seminar, dan dialog interaktif,” tuturnya.

Pelatihan-pelatihan dan penyuluhan pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) atau kader kebersihan juga giat dilakukan pemerintah. Ini untuk menambah jumlah anggota masyarakat sebagai fasilitator kebersihan untuk program 3R dan bank sampah yang masih terbatas. Pemerintah juga akan memberi insentif kepada pihak swasta/investor agar iklim investasi untuk pengembangan pasar produk komoditi daur ulang sampah sampah dapat dikembangkan dengan baik. Tahun 2011 dalam satu kecamatan direncanakan memiliki satu orang fasilitator, selanjutnya akan dikembangkan sampai ke tingkat kelurahan, RT, dan RW.
Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga giat menggelar lomba dan pameran kebersihan, lomba lingkungan bersih dan sehat bekerja sama dengan PKK, mengadakan pameran bidang kebersihan, pembinaan kebersihan kepada sekolah (UKS), dan menggalakkan kelurahan binaan. Peningkatan peran serta korporasi dalam pengelolaan sampah juga telah digalakkan Dinas Kebersihan melalui sosialisasi program EPR (Extended Producen Responsibility).

Namun, diakui Eko, belum tersedianya regulasi (PP maupun Perda) turunan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kebersihan menghambat penyusunan Regulasi EPR di DKI Jakarta.
Padahal, UU 18 Tahun 2008 mengamanatkan setiap produsen mencantumkan label yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan produknya dan berkewajiban mengelola kemasan dan atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. “Belum adanya aturan turunan UU 18 Tahun 2008 menghambat penegakan hukumnya,” kata dia. Sepanjang tahun ini, Pemprov DKI Jakarta juga gencar melakukan kampanye peningkatan penggunaan kantong dan kemasan plastik ramah lingkungan. “Volume penggunaan plastik yang tidak ramah lingkungan (tidak mudah hancur) masih sangat tinggi. Kampanye publik tentang penggunaan plastik ramah lingkungan masih sangat kurang,” kata Eko mengakui.

Untuk mendukung penggunaan plastik ramah lingkungan, bertepatan dengan HUT Kota Jakarta, Pemprov DKI Jakarta dan Indonesia Solid Waste Asosiation (Inswa) telah memberikan penghargaan kepada perusahaan retail maupun produsen yang telah menggunakan plastik ramah lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar