Entri Populer

Kamis, 28 April 2011

KAMPANYE PENGOMPOSAN

Menggerakkan masyarakat untuk melakukan sesuatu aksi atau tindakan disebut kampanye. Mengajak mengolah sampah organik menjadi kompos tidak mudah. Banyak kendalanya, oleh karena pola pikir sebagian besar masyarakat sampah adalah benda yang tidak berguna, kotor, dan harus dibuang atau dibakar. Akibatnya banyak masalah yang timbul karena sampah yang tidak dikelola dengan benar seperti tumpukan sampah yang menggunung dan berbau, dikerumuni lalat, belatung, kecoa, tikus dsb. 

Pembuangan sampah di badan air mengakibatkan selokan mampet, pendangkalan sungai, banjir, permukaan sungai yang dipenuhi sampah, pantai yang kotor dengan sampah yang bertebaran. Sebagian masyarakat merasa tidak ada masalah dengan sampah karena sudah membayar iuran kebersihan, sampah dari halaman rumahnya sudah diangkut oleh tukang sampah, tidak peduli sampahnya dibawa ke mana. Pemerintah harus menambah armada pengangkut sampah karena penduduk makin bertambah, mencari tempat penampungan sementara (TPS) dan tempat penampungan akhir (TPA) yang makin penuh apalagi jika tidak diolah alias “open dumping”. Maka terjadilah musibah longsor, ledakan, kebakaran, penyebaran penyakit karena lingkungan yang kotor, pencemaran air lindi dsb. Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sudah ada, walaupun PP-nya masih dalam persiapan. UU ini perlu disosialisasikan agar masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya selaku penghasil sampah. Paradigma lama sampah dikumpul – angkut – buang, dengan demikian sampah menumpuk di hilir atau di ujung alur. Dalam UU No. 18/2008, sampah harus dikelola dengan cara pilah – kumpul – angkut. Artinya pengelolaan harus dimulai dari sumbernya, dengan memilah yaitu mengelompokkan sampah menurut jenisnya: organik, non-organik dan B-3 (bahan berbahaya beracun). Sampah organik didaur ulang menjadi kompos di rumah atau secara komunal, sampah non-organik dikumpulkan untuk didaur ulang atau disedekahkan kepada pemulung, sisanya B-3 yang akan diangkut.

Merubah pola pikir dan kebiasaan dalam pengelolaan sampah tidak mudah, dan memerlukan waktu cukup lama. Masyarakat perlu mendapat pemahaman agar mau melakukannya dengan senang hati tanpa merasa mendapat beban tambahan. Perlu diberikan penyuluhan dan pelatihan pengomposan dengan metoda yang praktis, mudah, murah, tidak menimbulkan bau. Kompos yang dihasilkan dapat digunakan untuk memupuk tanaman di halaman sendiri, sehingga tanaman hias, sayuran, tanaman obat menjadi subur. Ada kepuasan batin, dan dapat mengurangi anggaran belanja dapur dan belanja obat. Kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kesadaran dalam mengatur dan membina lingkungannya perlu diperbanyak. Komunitas-komunitas ini dapat memberi contoh dan membagi pengalaman mereka kepada masyarakat lainnya untuk mengerjakan hal yang sama dalam mengelola sampahnya secara mandiri. Gerakan masyarakat ini perlu dukungan dari pemerintah, LSM, universitas, sekolah, dan stakeholders (para pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung). Salah satu cara untuk menggerakkan masyarakat supaya berperan serta dan menuju komunitas yang mandiri adalah dalam bentuk kampanye publik yang luas dan penyediakan informasi yang dapat diakses publik. 

Model kampanye: -       Artikel dalam media cetak -       Melalui televisi: talk show, reportase -       Melalui radio: wawancara -       Pemakaian lencana -       Brosur, slogan, baliho, banner, stiker, jingle -       Foto, lagu, VCD Kampanye ini memerlukan dana yang tidak sedikit dan peranserta berbagai kalangan yang peduli lingkungan. 

Kebun Karinda yang menyediakan sarana penyuluhan dan pelatihan pengomposan lebih dari 5 tahun, melakukan berbagai metode kampanye, di antaranya: 1.  Mencetak brosur tentang Kebun Karinda, berisi informasi mengapa kita harus melakukan pengomposan, manfaat pengomposan, jadwal pelatihan. Brosur ini dibagikan pada setiap kesempatan seperti arisan, pertemuan, rapat, acara keluarga, reuni dll. 

Di ruang tunggu praktek dokter, apotek, bandara, terminal. Bahkan waktu orang antri membayar di kasir mal atau supermarket. Ternyata banyak orang yang tidak mengerti sudah ada UU tentang Pengelolaan Sampah, dan belum pernah mendengar tentang pengomposan sampah rumah tangga. 2.  Memproduksi VCD Cara Pengomposan Sampah Rumah Tangga bekerjasama dengan Karno’s Film. Berisi langkah-langkah cara mengolah sampah organik. VCD ini dapat digunakan untuk sosialisasi pengomposan karena mudah dimengerti dan dipraktekkan. 3.  Membuat banner berisi foto-foto penyuluhan di Kebun Karinda. 4.  Mengisi acara talk show di radio dan televisi atas permintaan berbagai media. 5.  Liputan berbagai televisi 6.  Dalam penyuluhan di Kebun Karinda, diberikan informasi tentang UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, metode pengomposan sampah organik rumah tangga yang mudah, tidak berbau busuk, dan menyenangkan. 7.  Peserta penyuluhan di Kebun Karinda, yang sudah mempraktekkan pengomposan dengan senang hati melakukan kampanye pengomposan kepada masyarakat di lingkungannya. Untuk mengetahui keberhasilan kampanye di Kebun Karinda dan menjaga keberlanjutan praktek pengomposan, jejaring dengan “alumni” selalu dipelihara dan siap menerima konsultasi melalui telepon, SMS maupun email.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar