Kementerian Pekerjaan Umum berencana
menerapkan sistem baru pengelolaan sampah di 20 Kota besar di Indonesia.
Beberapa di antaranya adalah Malang , Sidoarjo, dan Jambi. Sampah
nantinya akan dipilah untuk didaur ulang, baik yang menjadi kompos
maupun biogas. Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak menjelaskan,
sistem ini akan dilakukan di kota dengan Tempat Pembuangan Akhir
berskala dua ribu sampah perhari. Menurut Hermanto, untuk pengelolaan
sampah menjadi biogas, sejumlah perusahaan swasta telah menyatakan
ketertarikannya untuk bekerjasama.
“Ini memang untuk tempat tertentu,
sebenarnya bagian dari 3 R, Reuse Reduce Recycle, itu kita ingin
dilakukan dari tingkat rumah tangga, dari rumah tangga bisa merekdusi
memilah-milah tadi kadang sudah ada skala rumah tangga yang melakukan
tadi, kemudain dikumpulkan di tempat pembuangan sementara.”
Hermanto memberi contoh salah satu
pengelolaan sampah yang saat ini akan menggunakan sistem baru ini adalah
di TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Hasil pengelolaan itu
nantinya akan dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik, kompos, biogas dan
menurutnya, limbah yang dibuang ke sungai pun akan jauh lebih kecil.
Selanjutnya, Kementerian juga tengah mengupayakan sistem ini di TPA
Ciliwung dan Cipinang.
Terkait rencana pemerintah, TPA Bantar
Gebang tengah bersiap menerapkan sistem pengelolaan sampah ini. Mereka
tengah melaksanakan proses pembangunan yang telah mencapai 80 persen.
Pengelolaan sampah di Bantar Gebang dilakukan oleh PT Godang Tua Jaya.
Direktur PT Godang Tua Jaya Lumbantoruan mengungkapkan, sistem ini diperkirakan berjalan di akhir 2012.
“Untuk pemisahan belum,
Buk. Karena kita sedang membangun tempat pemisahan, sudah 80%,
mudah-mudahan kalau nggak di akhir tahun ya di awal tahun 2013 akan go.
Pasti semua orang apalagi Pemda-pemda di seluruh Indonesia akan tertarik
dengan sistem pemisahan ini karena sampah organik dengan sampah plastik
maupun non-organik sudah dipisahkan dan semua bisa dijadikan bahan baku
industri.”
Melalui sistem ini, nantinya sampah
yang terbuang atau sama sekali tidak berguna volumenya akan lebih kecil.
Lumban juga mengatakan, pihaknya juga tengah mengembangkan sebuah alat
yang akan memanfaatkan gas dari cacahan sampah organik menjadi bahan
baku listrik.
Rencana pemerintah terkait
pengelolaan sampah ini sudah dilakukan masyarakat sebelumnya. Pemisahan
sampah oleh warga Bukit Duri dan Kampung Pulo telah dilakukan jauh
sebelum rencana pemerintah ini. Warga dengan didampingi relawan Ciliwung
Merdeka telah melakukan pemisahan sampah di tingkat keluarga. Menurut
Relawan Ciliwung Merdeka Ade, inilah yang harus dilakukan pemerintah,
yaitu sosialisasi pemisahan sampah di tingkat rumah tangga. Karena
menurutnya, jika pemisahan dilakukan setelah tercampur di tempat
pembuangan sementara, itu akan menyulitkan proses pengolahannya.
“Sebetulnya yang bagus itu
sosialisasi dari rumah tangga, bahwa sampah itu sudah mulai
dipilah-pilah yang organik dan anorganik. Seperti warga yang kami
dampingi itu pemilahan itu sudah dari keluarga, sehingga itu akan
memudahkan. Karena kalau sudah tercampur, juga sudah susah dibuat
komposnya itu.”
Hal senada juga disampaikan Pengamat
Lingkungan Universitas Diponegoro Sudharto P Hadi . Menurutnya masalah
pengelolaan sampah tidak hanya bisa diselesaikan di bagian hilir saja,
yakni pemisahan di TPA. Sudharto menjelaskan, pengelolaan harus
dilakukan sejak dari hulu, dari tingkat rumah tangga.
“Saya kira yang paling krusial itu
justru aspek sosialnya, budaya. Budaya mengolah sampah, sekarang ini
kan hampir di semua kota itu kan ada kelompok-kelompok pengelola sampah,
tapi kan itu belum menyeluruh. Pada umumnya di kampung-kampung yang
tingkat kerukunannya masih tinggi. Ketika di tingkat menengah atas itu
sudah susah.”
Sudharto menekankan, yang paling penting
dalam upaya pengelolaan sampah bukan pada teknologi daur ulang yang
dimiliki. Namun lebih kepada bagaimana membangun kebudayaan masyarakat
untuk menjadikan kegiatan mengelola sampah adalah bagian dari kebutuhan
hidup. Selain itu, menurutnya, untuk membangun kesadaran mengelola
sampah, ada baiknya Indonesia meniru Singapura. Untuk warga menengah
atas, negara mengenakan retribusi sampah sesuai dengan sampah yang
dihasilkan. Dengan begitu, akan timbul kesadaran dari masyarakat untuk
mengelola atau bahkan mengurangi kegiatan memproduksi sampah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar