JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar sampah Enri Damanhuri
menyatakan, kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun
tiga tempat pengolahan sampah terpadu atau Intermediate Treatment Facility (ITF) sangat tepat karena dapat mengurangi ketergantungan pada daerah lain serta menghemat biaya transportasi.
"ITF
adalah konsep yang sudah sejak lama direncanakan untuk Jakarta. Studi
JICA tahun 1997 telah mengindikasikan hal tersebut," kata Damanhuri di
Jakarta, Sabtu (7/7/2012) pagi.
Pakar dari Institut Teknologi
Bandung (ITB) itu mengatakan, Pemprov DKI Jakarta sebaiknya berkaca
kepada Singapura soal teknologi insinerator (waste-to-energy) karena saat ini Singapura mempunyai empat insinerator modern yang hampir seluruh sampah dan limbah padatnya melalui proses ini.
Enri
menambahkan Singapura secara efektif menggunakan teknologi ini.
Perhatian pemerintah Singapura terhadap lingkungan sangat tinggi
sehingga teknologi insinerator yang digunakan di sana adalah bukan
sekedar insinerator sederhana. Aspek lingkungan sudah sangat
diperhatikan secara ketat.
Menurut dia, insinerator modern
seperti yang ada di Singapura membutuhkan biaya investasi dan operasi
atau pemeliharaan yang tinggi.
Sebagai contoh, per-ton sampah
yang diproses di fasilitas Singapura membutuhkan biaya sekitar
Rp350.000, bandingkan dengan biaya untuk menimbun sampah di Bantar
Gebang sebesar Rp110.000/ ton, belum termasuk ongkos angkut ke sana
yang saya kira lebih dari Rp. 50.000 per-ton.
Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta akan membangun tiga Intermediate Treatment Facility
(ITF) berteknologi modern yang ramah lingkungan. Ketiga pengolahan
sampah itu yang rencanannya akan dibangun secara bertahap mulai bukan
Agustus 2012 ini antara lain di Sunter, Cakung Cilincing, dan Marunda
dengan dana dari investor masing-masing senilai Rp1,3 triliun.
Gubernur
DKI Jakarta Fauzi Bowo baru-baru ini mengatakan, tujuan pembangunan
tiga ITF ini adalah untuk melengkapi kapasitas Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Bantar Gebang. Ini dilakukan karena tempat pembuang yang selama
ini digunakan belum memadai dan belum didukung teknologi mutakhir.
Sementara
itu, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna menambahkan, dalam
pembangunan ITF ini memang pihaknya menggunakan teknologi tinggi
seperti yang banyak dipakai negara-negara luar. "Pengolahan sampah
seperti ini baru pertama kali di Indonesia. Ini karena investasinya
cukup mahal. Meski begitu kita mengharapkan biaya untuk membangun ini
bukan dana APBD, tapi investor. Sekarang masih dalam proses lelang dan
kita pilih investor yang berminat dan cocok dengan teknologi itu," kata
Eko Bharuna.
Sistem mekanis pengomposan adalah pengolahan mekanis dalam tabung komposter dan dapat memperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas (100-150 m2). Mesin ini berkapasitas 2-3 ton/hari dapat mengolah sampah organik sebanyak 8-10 m3 perhari, kapasitas sedang dan kecil juga dapat dilayani dengan dibawah 1 ton/hari sampai 100 kg/hari. Kami tawarkan kerjasama [engelolaan atau dengan sistem beli putus bila tertarik, hub kami 081384588749 atau WA: 081218234570
Entri Populer
-
Feldspar dengan bahan kimia: Aluminium Silikat dengan rumus kimia kompleks (Na, K, Ca) AlSi3Og; SiO2 dengan kandungan 90-94% feldspar dan 6...
-
BEKASI (Pos Kota) – Warga Kota Bekasi, Jawa Barat siap-siap daerahnya menjadi lautan sampah selama setahun ke depan. Ini bakal terjadi apabi...
-
Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istila...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar