Sebagai bahan yang karena sifat
karakteristiknya mudah dibentuk, tahan lama (durable), dan dapat
mengikuti trend permintaan pasar, plastik telah mampu menggeser
kedudukan bahan-bahan tradisionil dimana permintaan dari tahun ke
tahunnya selalu menunjukan peningkatan. Kebutuhan plastik di Indonesia
per kapitanya yang mencapai sekitar 7 kg per kapita relatif masih rendah
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya yakni sekitar 20 kg/kapita,
namun dengan jumlah penduduk yang sangat besar maka total kebutuhan
plastik Indonesia mencapai 24% dari total ASEAN dan berada pada
peringkat kedua setelah Thailand (33%) (gambar-1). Secara keseluruhan
hingga tahun 2002 diperkirakan total kebutuhan polimer di Indonesia akan
mencapai 1,9 juta ton.
Meningkatnya pasar dan produksi barang
plastik tersebut telah memberikan sumbangan positif terhadap devisa
negara. Namun disisi lain, plastik-plastik yang sudah tidak terpakai
oleh masyarakat akan dibuang dan berubah menjadi sampah. Dari total
konsumsi plastik yang sudah mendekati 2 juta ton pada saat ini
diperkirakan 80% berpotensi menjadi limbah. Jika keberadaan sampah
plastik tersebut dibiarkan terus menerus tanpa ada upaya dalam
penanganannya maka sudah dapat dipastikan penumpukan limbah plastik akan
menjadi masalah yang besar. Hal ini disebabkan sifat karakterisitik
sampah plastik itu sendiri yang sulit diurai oleh mikroorganisme.
Penumpukan sampah plastik yang akhirnya bermuara di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) lambat laun akan memperpendek umur TPA itu sendiri.
Telah banyak upaya dilakukan dalam rangka
penanganan limbah plastik ini, seperti substitusi sebagian bahan
bakunya dengan menggunakan bahan yang mudah diperbaharui (renewable).
Upaya ini sudah diterapkan di beberapa negara seperti Itali, India,
Jepang dan lainnya yang dikenal sebagai plastik mampu urai
(Environmentally Degradable Plastic/EDP). Di Indonesia berbagai lembaga
penelitian dan perguruan tinggi juga sudah mulai melakukan penelitian di
bidang EDP ini seperti di ITB, P3FT LIPI, BBKKP maupun di BPPT sendiri.
Sementara untuk limbah plastik yang non-degradable sementara ini
dilakukan upaya pendaur ulangan sebagai salah satu cara untuk mengurangi
tingkat laju timbulannya, hal ini ditandai dengan banyaknya industri
daur ulang limbah plastik.
Keberadaan industri daur ulang limbah
plastik di Indonesia telah memberikan nilai tambah bagi sebagain besar
jenis sampah plastik dan mampu menciptakan suatu iklim usaha yang cukup
menjanjikan serta mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar pula.
Laju kegiatan usaha daur ulang plastik
yang telah banyak menyerap tenaga kerja disektor informal ini ditentukan
oleh permintaan dan pemasokan terhadap pasar. Masuknya sampah plastik
impor dari berbagai negara tetangga akan merusak stabilitas harga
sehingga harga ditingkat pemulung akan jatuh ke level yang sangat
rendah. Hal tersebut pernah dialami Indonesia hingga awal tahun 90-an
hingga pada akhirnya pemerintah melalui Menteri Perdagangan mengeluarkan
peraturan No. 349/Kp/XI/1992 tentang larangan impor sampah plastik
masuk ke Indonesia.
Plastik merupakan salah satu bahan yang
banyak digunakan untuk hampir seluruh peralatan rumah tangga maupun
keperluan lainnya seperti atomotif dan sebagainya. Produk barang plastik
selain sangat dibutuhkan oleh masyarakat juga mempunyai dampak buruk
terhadap lingkungan antara lain limbah dari proses produksi dan
plastik-plastik bekas yang dibuang masyarakat. Bahan-bahan plastik bekas
tersebut cukup sulit untuk dikendalikan sebagai contoh pembakaran
plastik seperti PVC dapat menimbulkan asap yang mengandung HCl sedangkan
plastik bekas yang tidak terpakai akan menimbulkan masalah dalam
penimbunan sampah akhir karena plastik tidak dapat membusuk sehingga
mengurangi efisiensi penimbunan sampah. Sampah plastik merupakan
mayoritas komponen sampah yang mudah ditemui di sungai dan di bantaran
sungai.
Plastik bekas adalah semua plastik yang
berasal dari semua jenis barang yang terbuat dari plastik yang sudah
tidak digunakan lagi. Sebagian besar dari plastik bekas ini banyak
terdapat di dalam sampah yang dibuang oleh masyarakat juga di bantaran
sungai. Plastik bekas berdasarkan jenisnya dapat dikelompok-kelompokkan,
yaitu plastik bekas yang dapat digunakan kembali hanya dengan
mencucinya dengan sabun dan air saja, tetapi ada jenis plastik bekas
yang harus dihancurkan atau dibuat bahan baku yang berbentuk
pelet/butiran, selain itu ada pula plastik bekas yang sudah tidak dapat
digunakan lagi, plastik jenis ini biasanya plastik yang berasal dari
plastik dari pemanfaatan kembali atau plastik yang sudah berulang kali
penggunaannya.
Jenis plastik bekas yang dapat
dimanfaatkan kembali dengan cara dicuci dengan air dan sabun antara lain
botol dan alat pengemas lainnya yang berwarna putih transparant,
seperti botol cuka, kemasan sabun cream, botol aqua dan lain sebagainya.
Barang-barang plastik bekas yang dapat digunakan sebagai bahan baku
dengan pengolahan lebih dahulu sebetulnya cukup banyak, hampir semua
jenis peralatan rumah tangga yang terbuat dari plastik dapat diolah
kembali dengan cara dikelompokkan berdasarkan jenis plastiknya dan
warnanya, karena warna biasanya dapat menunjukkan apakah plastik
tersebut masih dapat digunakan kembali.
Secara garis besar sistem pengelolaan limbah plastik saat ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Sampah plastik yang terbuang di
lingkungan akan secara tidak langsung merusak ekosistem melalui (1)
sumbatan pada sistem saluran air yang menyebabkan sedimentasi dan
banjir, (2) merusak lahan subur seperti hutan mangrove karena keberadaan
sampah plastik menutupi permukaan dan mengurangi sistem pengudaraan,
dan (3) karena sifatnya yang tidak dapat membusuk, akan mengurangi
kapasitas lahan pembuangan akhir sampah. Untuk mengurangi sampah plastik
dapat dilakukan upaya penggunaan kembali (Reuse), pengolahan untuk
bahan baku sekunder produk plastik lain (Recycle), dan penggunaan untuk
produk sama sekali lain misalnya bahan kimia/monomer dan energi
(Revovery), yang dikenal dengan 3 R.
Selain itu, pengurangan sampah plastik dapat dilakukan dengan :- Subtitusi bahan baku – mengganti unsur/bahan produk dengan bahan yang mudah di daur ulang, tidak membutuhkan energi banyak, dll.
- Pengurangan limbah – mengurangi jumlah produk atau pembungkusnya, sehingga mengurangi jumlah limbah per unit produksi.
- Perpanjangan daur hidup – memperpanjang umur produk dan komponen-komponennya dapat mengurangi terbentuknya limbah.
- Kemudahan untuk dapat dipisahkan dan bongkar pasang – kemudahan pemisahan dan pemanfaatan bahan menggunakan teknik tertentu sehingga setiap bagian mudah terpisahkan dan di daur ulang.
- Daur ulang – menjamin kandungan produk dan buangan produk untuk dapat didaur ulang.
- Mudah dalam pembuangan – menjamin bahwa bahan-bahan yang tidak dapat di daur ulang dapat dibuang dengan aman dan efisien.
- Mudah digunakan kembali – memaksimalkan seluruh komponen produk dapat di manfaatkan, diperbaharui dan digunakan kembali.
- Remanufaktur – memungkinkan pemanfaatan hasil-hasil pasca industri atau pasca penggunaan dapat digunakan sebagai bahan baku sekunder untuk proses lainnya.
Aspek-aspek yg diperkirakan mempengaruhi sistem pengelolaan sampah plastik antara lain :
Untuk saat ini, teknologi yang banyak
digunakan dalam pengolahan sampah plastik hanyalah teknologi pencucian,
penghancuran sampah plastik dan teknolgi pembuatan bijih plastik.
Teknologi tersebut digunakan hanya untuk proses daur ulang jenis sampah
plastik tertentu. Plastik yang terbuang sebagai sampah seperti plastik
lembaran bekas kemasan makanan anak-anak belum dapat tertangani dan
memenuhi lahan pembuangan akhir dan badan air. Sampah jenis ini dapat
diolah untuk produk baru melalui teknologi pelelehan (ekstrusi). Aspek
teknologi merupakan hal yang cukup penting dalam sistem pengelolaan
sampah plastik. Sampai saat ini teknologi pemusnahan sampah plastik yang
efisien dan aman masih sangat sedikit. Teknologi pemusnahan yang paling
umum dilakukan adalah membakar sampah plastik berikut sampah lainnya
sehingga terurai menjadi unsur-unsur CO, CO2, H2O, dan polutan lain yang
terbawa asap hasil pembakaran dan teknologi ini dianggap sangat
mempunyai risiko pada pencemaran lingkungan terutama udara.
Upaya lain dalam penanganan sampah
plastik adalah dengan cara penimbunan tanah atau yang dikenal dengan
sanitary landfill. Cara ini banyak dilakukan yakni dengan memasukan
limbah plastik yang masih kurang diminati untuk didaur ulang bersamaan
dengan sampah padat lainnya kedalam tanah kemudian ditimbun dengan
tanah. Penimbunan dengan cara ini tentunya memerlukan berbagai
persyaratan agar tidak menimbulkan permasalahan baru.
Cara daur ulang plastik (recycling) sudah
banyak dilakukan di Indonesia dimana pada umumnya sampah plastik yang
berasal dari berbagai sumber diproses dengan cara penggilingan dan
pelelehan kemudian dibentuk menjadi berbagai macam produk. Berikut
beberapa jenis sampah plastik yang banyak didaur ulang beserta produk
yang dihasilkannya.
Pirolisis merupakan upaya lain dalam
mendaur ulang sampah plastik, namun belum banyak dilakukan di Indonesia.
Cara ini merupakan cara dekomposisi fisik maupun kimiawi dengan
menggunakan panas tanpa adanya oksigen. Melalui cara ini plastik akan
terdekomposisi menjadi molekul yang lebih kecil atau monomernya. Berikut
beberapa cara pirolisis yang sudah dikembangkan di negara lain:
Cara lain yang dapat dilakukan untuk
mengurangi keberadaan dan memanfaatkan sampah plastik adalah pembakaran
dengan menggunakan tungku (incinerator) serta memanfaatkan panas hasil
pembakaran tersebut menjadi sumber enerji. Pada umumnya plastik memiliki
nilai panas (heating value) lebih tinggi dari sampah lain, sekitar 2
hingga 4 kalinya. Dengan demikian maka pemanfaatan enerji dari hasil
pembakaran sampah plastik merupakan alternatif yang patut
dipertimbangkan. Namun perlu digarisbawahi bahwa cara pembakaran ini
apabila tidak dirancang dengan benar maka akan menimbulkan permasalahan
baru. Sebagai contoh pembakaran PVC akan menghasilkan asam HCl dan
pembakaran urethanes menghasilkan HCN. Disamping itu, pembakaran yang
kurang sempurna akan menghasilkan jelaga. Dibandingkan dengan pembakaran
sampah biasa, pembakaran sampah plastik memerlukan 3 hingga 10 kali
udara pembakar. Behan pencemar lain yang akan timbul sebagai akibat dari
pembakaran sampah plastik adalah air atau bahan kimia lain yang
berfungsi menangkap senyawa asam. Air yang digunakan untuk menangkap HCl
dari hasil pembakaran akan menjadi asam dan harus diberi perlakuan
terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan sungai.
Alternatif lain dalam rangka mengurangi
keberadaan sampah plastik adalah dengan cara mengurangi penggunaan
barang-barang berbahan baku plastik atau menggantinya dengan barang yang
non-plastik. Salah satu contohnya adalah mensubstitusi bahan plastik
dengan bahan yang mudah diurai dan dihancurkan oleh lingkungan seperti
bahan-bahan environmentally degradable polymers (EDPs). Penggunaan EDPs
ini sekarang sudah mulai diterapkan di beberapa negara seperti Italy,
Korea, dan India.
Aspek kelembagaan meliputi instansi dan
organisasi yang khusus menangani sampah plastik khususnya dan barang
plastik pada umumnya. Kelembagaan mempunyai fungsi yang penting dalam
mengeluarkan sistem pengelolaan sampah plastik secara menyeluruh dan
komprehensif termasuk didalamnya penerbitan peraturan yang berkaitan
dengan sistem pengelolaan sampah plastik pada khususnya dan plastik pada
umumnya. Sampai saat ini, instansi yang terkait dengan sistem
pengelolaan sampah plsatik adalah Departemen Perindustrian dan
Perdagangan yang mengatur secara langsung sistem pengelolaan plastik
dari bahan baku sampai ke produk. Kementerian Lingkungan Hidup mempunyai
tugas dan fungsi dalam pengelolaan lingkungan hidup termasuk berbagai
dampak yang ditimbulkan akibat proses pembuatan plastik dan produk
barang plastik yang sudah tidak terpakai dan dibuang ke lingkungan.
Pemerintah Daerah cq. Dinas Kebersihan merupakan instansi terdepan dalam
pengelolaan sampah plastik dalam sistem pengelolaan sampah kota.
Aspek pengaturan merupakan kumpulan
peraturan yang mengatur sistem pengelolaan sampah plastik. Aspek
pengaturan dapat dimulai dari penggunaan sumber daya alam untuk bahan
baku plastik sampai pengelolaan sampah plastik. Dalam hal sampah
plastik, baru peraturan S.K Menteri Perdagangan No. 349/Kp/XI/1992
tentang larangan impor sampah plastik ke Indonesia yang berkaitan
langsung dengan sampah plastik. Dalam prinsip dasar pencemaran
lingkungan akibat buangan bahan yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan, maka ada prinsip yang menyatakan bahwa pembuang limbah yang
merusak lingkungan harus menanggung beban biaya yang ditimbulkan
(polluter’s pay principle). Pengaturan ini dapat saja diterapkan di
Indonesia sehingga perusahaan pembuat produk plastik dapat beramai-ramai
iuran untuk membantu pengelolaan sampah plastik sehingga tidak
mencemari lingkungan. Searah dengan sudah berjalannya sistem daur ulang
plastik di masyarakat secara luas, maka peraturan yang mengatur mengenai
sistem ini sebaiknya segera dipikirkan. Misalnya (1) pemberian label
jenis plastik pada semua produk plastik yang dapat di daur ulang
sehingga memudahkan pengumpulan oleh para pemulung, (2) pengaturan
proses pengambilan sampah plastik di sumber-sumber sampah oleh pemulung,
dan (3) pengaturan mengenai usaha daur ulang sampah plastik yang
sebaiknya mendapat dukungan dari Pemerintah sebagai mitra dalam upaya
pelestarian lingkungan, (4) posisi tawar antara pemulung dan pengusaha
daur ulang, (5) mengintegrasikan kegiatan pengolahan limbah plastik
kedalam sistem pengelolaan sampah keseluruhan.
Daur ulang sampah plastik terutama dari
jenis plastik keras seperti LDPE, HDPE, PP, dan lain-lain sudah tidak
dapat disangkal lagi mempunyai prospek ekonomi yang baik. Prospek
tersebut dapat dilihat dari banyaknya pemulung yang terlibat dalam
proses daur ulang plastik, besarnya pasar yang membutuhkan plastik daur
ulang sebagai bahan baku sekunder, dan sulitnya memperoleh sampah
plastik untuk industri daur ulang pada tahun terakhir ini. Sebagai
contoh Jakarta merupakan ibu kota negara dan kota metropolitan yang
terbesar di Indonesia tidak luput dari masalah penanganan sampah. Dengan
penduduk kota sebanyak 9 juta jiwa, Jakarta harus mengelola sebanyak
21.000 m3 sampah per hari atau setara dengan 5.000 ton per hari. Jika
komposisi sampah plastik mencapai 7 % dan diserap oleh pemungut barang
bekas 50% saja maka jumlah plastik yang diproses kembali sekitar 175 ton
per hari. Maka jika pasaran harga per kilogram plastik Rp. 500,-, uang
yang berputar dalam bisnis daur ulang plastik ini dapat mencapai sekitar
80 juta rupiah per hari atau 2,4 milyard rupiah per bulan setara dengan
penyerapan tenaga kerja sebesar 4.000 tenaga kerja dengan upah
rata-rata Rp. 600 ribu per bulan.
Disisi lain, untuk memusnahkan plastik
yang tidak mempunyai pasar daur ulang seperti produk kemasan dan
kantung-kantung plastik yang banyak digunakan di supermarket, mall, dan
lain sebagainya, diperlukan biaya yang cukup mahal mulai dari penelitian
awal sampai implementasi peralatan. Teknologi ekstrusi (pelelehan) yang
dapat memproses segala jenis plastik dan menghasilkan produk untuk
genting, bangku taman, dan sebagainya yang diperkenalkan oleh salah satu
perusahaan asing, kemungkinan dapat menjadi salah satu teknologi
pemusnahan plastik kemasan, akan tetapi memerlukan biaya cukup besar.
Dalam kasus seperti ini, maka Pemerintah dan pengusaha sebaiknya bekerja
sama untuk menciptakan suatu mekanisme tataniaga plastik dan limbah
plastik mulai dari produsen hingga konsumen. Mekanisme tersebut akan
memberikan peluang kesempatan kerja terutama bagi mereka yang
berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian.
Peran serta masyarakat sangat penting
peranannya dalam sistem pengelolaan sampah plastik. Di beberapa negara
maju, masyarakat sudah terbiasa tidak menggunakan kantung plastik untuk
membawa barang yang dibeli dari super market atau mall. Mereka telah
menyadari dampak buruk yang diakibatkan oleh pembuangan maupun
pembakaran sampah plastik. Dengan demikian, buangan sampah plastik dari
jenis kantung dan kemasan dapat banyak terkurangi. Dalam penggunaan
sehari-hari, masyarakat dapat membantu lingkungan dari pencemaran barang
plastik bekas seperti (1) menggunakan produk plastik yang sudah tidak
dipakai untuk kegunaan lainnya misalnya bekas-bekas ember untuk pot
tanaman dan sebagainya. (2) membiasakan membawa keranjang untuk
berbelanja, dan (3) tidak membeli barang dengan kemasan plastik yang
tidak dapat didaur ulang (4) memilah sampah plastik mulai dari
sumbernya.
Dalam kinerja sistem pengelolaan sampah
plastik, maka aspek-aspek diatas perlu dimasukkan dalam pengkajian dari
setiap subsistem. Pemilihan teknologi juga berkaitan sangat erat dengan
aspek lainnya. Sebagai contoh, dalam memilih teknologi untuk pengolah
kembali sampah plastik yang setidaknya dapat menghambat plastik menjadi
sampah, maka aspek ekonomi merupakan hal yang perlu dipertimbangkan
lebih dahulu. Apapun teknologi yang dipilih jika produknya tidak
mempunyai pasar yang baik, maka teknologi ini tidak sustainable artinya
tidak dapat berkembang dengan baik di mayarakat.
Kaitannya dengan lembaga internasional,
BPPT bekerjasama dengan The International Center for Science and High
Technology (ICS-UNIDO) berencana mendirikan mini plant untuk daur ulang
limbah plastik maupun EDP untuk jenis produk plastik yang selama ini
kurang diminati untuk didaur ulang. Diharapkan kerjasama ini dapat
melibatkan berbagai fihak/instansi dan perguruan tinggi yang selama ini
telah dan sedang melakukan kajian dan penelitian terhadap daur ulang
plastik maupun EDP.
Peran masing-masing institusi/instansi
harus disesuaikan dengan tugas dan fungsi pokok dari institusi/instansi
tersebut. BPPT dan instansi lain yang berkecimpung dalam pengkajian
teknologi akan memfokuskan diri pada aspek teknologi. Demikian juga
dengan instansi/institusi lain akan memfokuskan sesuai dengan tugas dan
fungsi pokok mereka.
Peningkatan penggunaan plastik disatu
sisi telah mendatangkan manfaat yang cukup besar serta memberikan
sumbangan positif terhadap devisa negara, namun disisi lain karena sifat
yang sulit diurai oleh lingkungan maka produk plastik yang sudah
menjadi sampah akan menimbulkan masalah baru. Namun demikian, keberadaan
sampah plastik di Indonesia pada umumnya justru telah menciptakan iklim
usaha yang menguntungkan serta dapat menyerap tenaga kerja yang cukup
besar melalui upaya daur ulang plastik.
Karena upaya daur ulang plastik ini
memiliki potensi yang cukup besar dan menguntungkan bagi lingkungan
karena telah dapat mengurangi keberadaannya maka perlu dilakukan sistim
pengelolaan sampah plastik yang benar serta melibatkan berbagai aspek
yang saling terkait satu sama lainnya. Aspek-aspek dimaksud adalah Aspek
teknologi, kelembagaan, pengaturan, ekonomi, dan aspek peran serta
masyarakat.
Alternatif lain dalam rangka mengurangi
keberadaan sampah plastik adalah dengan cara mengurangi penggunaan
barang-barang berbahan baku plastik atau menggantinya dengan barang yang
non-plastik. Substitusi bahan plastik dengan bahan yang mudah diurai
dan dihancurkan oleh lingkungan seperti bahan-bahan environmentally
degradable polymers (EDPs) sekarang sudah mulai diterapkan di beberapa
negara seperti Italy, Korea, dan India. Di Indonesia upaya tersebut
masih dalam taraf percobaan skala laboratorium. Untuk melangkah kearah
pilot plant dan skala industri maka diperlukan kerjasama, baik dengan
mitra Indonesia sendiri maupun dengan fihak luar seperti ICS-UNIDO,
Univ. of Pisa Italy, dan sebuah perusahaan swasta China.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar