Berkaca dari Green-City and Green-Building di Jakarta
>>> Green-city
Konsep
Jakarta menjadi green-city sepertinya sulit terpenuhi secara
kuantitatif-spasial. Pasalnya, capaian ruang terbuka hijau (RTH) masih
dikisaran 10%-an masih jauh dari konsep dasar lingkungan yang
mengharuskan daerah menambah ruang terbuka hijau (RTH) secara bertahap
hingga sedikitnya 30 persen dari total luas wilayah dari ketentuan
tentang penataan ruang. Belum lagi kalau konsep green-city dikaitkan
dengan apraisal mengenai ambang batas pencemaran udara – aspek
kualitatif spasial - sebagaimana ketentuan lingkungan hidup.
Saat
ini dalam Perda Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2011 - 2030
telah diatur RTH 30 persen di kota Jakarta yang terdiri dari 14 persen
RTH publik dan 16 persen RTH privat. Menurut saya Pemda DKI akan sulit
untuk mencapai kuantifikasi seperti diamanatkan UU karena menambah satu
persen RTH ekuivalen dengan pertambahan RTH sebesar 650 hektar luas
lahan apalagi kendala ketersediaan anggaran dan harga tanah yang semakin
mahal turut memberikan andil sulitnya mencapai sasaran skala tahunan,
perioda menengah maupun dalam cakupan jangka pangjang (secara politik,
kita tunggulah apa strategi gubernur baru terhadap kondisi aktual ini).
>>> Green Building
Konsep
green-building kini dilirik karena sulitnya pencapaian sasaran RTH
publik. Walau tidak secara detil diuraikan di Perda RTRW 2011-2030 namun
Pemda DKI sepertinya semakin serius untuk mengefektifkan RTH privat
melalui Perda green-building yang mulai efektif diberlakukan setahun
setelah Perda diterbitkan pada April 2012 lalu. Pada Pergub ini,
bangunan hijau ini berbeda dengan pemeringkatan bangunan hijau yang
sudah dirintis sebelumnya oleh Green Building Council Indonesia (GBCI)
yang bersifat sukarela (voluntary). Konsultan maupun pengembang yang
tidak mengikuti peraturan ini akan dikenai sanksi. Adapun sanksinya,
bagi bangunan baru tidak akan mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Sementara untuk bangunan lama (yang akan direnovasi) tidak akan mendapat
Sertifikat Layak Fungsi (SLF) Bangunan dan konsultan atau developer
yang hendak mendirikan bangunan terhitung untuk satu tahun ke depan
harus memenuhi kriteria bangunan hijau.
Kriteria
untuk bangunan baru dan bangunan lama memiliki perbedaan. Bangunan baru
memiliki lima kriteri tersendiri, yakni pengelolaan bangunan masa
konstruksi, pengelolaan lahan dan limbah, efisiensi energi, efisiensi
air, serta kualitas udara dan kenyamanan termal. Untuk bangunan lama
kriteria meliputi pengelolaan bangunan masa operasional, konservasi dan
efisensi energi, konservasi dan efisiensi air, serta kualitas udara dan
kenyamanan termal.
Secara
praktis bangunan baru dilihat dari disain yang menjadi standar teknis
bangunan, sementara bangunan lama dilihat dari konsumsi energinya. Baik
bangunan lama maupun yang baru semaksimal mungkin memiliki atau
berpatokan pada Standar Nasional Indonesia (SNI).
>>> Perda Green-building
Menurut
saya Perda Pemda DKI tentang green-building ini sendiri merupakan
sebuah pencapaian yang progresif karena tidak terdapat advis atau
pedoman teknis yang tekait langsung oleh peraturan menteri teknis
(PU–red). Peraturan Menteri PU lebih mengatur ke hal-hal kuantitatif
teknis seperti Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Pedoman
teknis IMB dan Pedoman SLF Bangunan Gedung.
Dalam
khasanah ketentuan peraturan perundang-undangan yang baru Perda tidak
harus mengacu pada Permen kecuali dinyatakan lain oleh UU atau PP. Dalam
hal ini UU tentang Bangunan Gedung juga tidak menyatakan dengan rinci
aturan ini sehingga kreativitas positif bisa dilakukan melalui Perda
mengingat usaha-usaha pencapaian sasaran RTH menurut ketentuan Penataan
Ruang sangatlah penting dan mendesak.
>>> Insentif Pajak buat Green-Building
Konsep
green-building dihubungkan dengan insentif pajak belum dimasukkan.
Konsep ini sebenarnya menggabungan kebijakan perencanaan dan
penganggaran yang sinergis yang dalam implementasinya menggabungkan
rencana pembangunan dengan rencana investasi dalam RTBL (Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan) dan Perizinan Bangunan (IMB). Dalam regulasi
yang dilakukan oleh Pemda DKI, ketentuan SLF (kelaikan pemanfaatan) juga
dimasukkan sebagai faktor pengendali rencana pembangunan gedung agar
sesuai dengan ketentuan green-building ini.
Sejatinya,
dari sisi kebijakan regulasi tidak banyak yang bisa direduksi dari
restribusi IMB atau penghematan diperoleh oleh masyarakat pemilik
bangunan gedung dalam penerbitan izin IMB yang sudah melakukan ketentuan
building-green.
Kalau
pemerintah serius untuk memaksimalkan program green-city, seperti yang
telah dimulai oleh Pemda DKI ataupun (mungkin akan diikuti) kota
metro-megapolitan lainnya dapat dibuatkan regulasi khusus (ketentuan
bersama beberapa kementrian teknis dengan BKPM misalnya) untuk
menerbitkan insetif pajak melalui penggunaan bahan-bahan green-building
yang sudah disertifikasi oleh SNI daripada ‘pola-pola lama’ seperti
mengadalkan tindakan penertiban dan sejenisnya.
Namun
bagi para giant-bussinessman, langkah yang dilakukan oleh Grup Kompas
Gramedia perlu diteladani karena dengan inisiasi sendiri membangun
gedung (berlantai 28, di Kuningan di atas lahan seluas 7.000 meter
persegi) dengan konsep green-building dimana hanya 30 % bangunan dari
total kawasannya. Sementara 70% -nya adalah kawasan hijau dan resapan
air hujan. Bangunan gedungnya juga dibuat dari material yang go-green
dengan aplikasi teknologi yang ramah lingkungan.
Bagaimana dengan kota MeDaN….??
*) catatan:
-
Tata ruang (spasial) adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
-
Ruang Terbuka Hijau, RTH sangat penting fungsinya untuk meningkatkan
kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air tanah dan meningkatkan
kualitas lansekap kota.
Regulasi :
- Penataan Ruang : UU No 26/ 2007
-
Lingkungan Hidup : UU 23/1997 jo UU 32/2009. Pada UU32/2009 salah satu
perubahan yang substantif adalah dengan ditambahkannya Kajian lingkungan
hidup strategis (KLHS) yang merupakan rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
- Bangunan Gedung : UU No. 28/ 2002 dan PP No. 36/ 2005
- Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan : Permen PU No: 06/PRT/M/2007)
- Pedoma Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung : Permen PU No: 24/PRT/2007)
- Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung : Permen PU No. 25/PRT/M/2007.
(Sertifikat
IMB diterbitkan setelah tahapan perencanaan selesai (lulus) atau pada
saat akan dilakukan pelaksanaan bangunan gedung. Sementara SLF akan
diterbitkan sebelum bangunan itu dimanfaatkan).
- Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan : UU No. 12/2011 (pengganti) UU No. 10/2004.
Sebagaimana dinyatakan pada Pasal 7 ;
(1)
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang /Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar