Pada bulan puasa,
produksi sampah meningkat drastis! Di Kota Lubuklinggau, Sumatera
Selatan Selama selama bulan puasa ini produksi sampah yang mulanya 200
ton naik menjadi 260 ton setiap harinya (Antara, Selasa 24/7). Entah
bagaimana dengan kota lain.
Tidak heran, karena
memang di bulan puasa banyak orang mendadak menjadi pedagang dan jumlah
pembeli pun semakin meningkat. Coba saja keluar rumah sore hari
menjelang berbuka, di berbagai ruas jalan pasti ramai dengan para
penjual menjajakan hidangan berbuka yang ramai oleh pembeli.
Agak
begidik melihat foto tumpukan sampah yang saya googling ini. Apa
jadinya bumi ini esok, lusa, atau setahun ke depan dengan tumpukan
sampah yang begitu banyak, yang seringkali jadi masalah karena kita
belum bisa mengolahnya secara maksimal untuk dijadikan sesuatu yang
lebih berarti.
Persoalan sampah saya
kira seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah.
Ya, karena semua orang menghsilkan sampah. Kecuali jika anda merasa
tidak pernanh nyampah sama sekali selama hidup di dunia ini silahkan
untuk tidak peduli!
Apa yang harus kita lakukan?
3R, Reduce, Reuse, Recycle seringkali didengung-dengungkan sebagai salah satu cara pengelolaan sampah.
Reduce yang berarti mengurangi
seharusnya menjadi hal yang paling gampang kita lakukan sebagai
masyarakat awam. Bagaimana caranya? Dengan tidak memperbanyak konsumsi
barang yang akhirnya akan menjadi sampah misalnya kantong plastik.
Saya terbiasa membawa
kantongan sendiri saat berbelanja baik ke pasar maupun minimarket. Atau
memilih membungkus belanjaan dengan menggunakan kardus saat berbelanja
dalam jumlah besar di supermarket. Saya juga lebih suka membawa rantang
sendiri dari rumah ketika harus membeli makanan matang di luar.
Akan tetapi tidak
semudah itu ternyata menumbuhkan kesadaran ini kepada banyak orang.
Seringkali saya melihat orang berbelanja hanya barang kecil yang
sebenarnya bisa masuk kantong tapi malah dibungkus plastic.
Ada yang berlasan
“Nanti kan sampah ini bisa di daur ulang, jadi tenang saja.” Mungkin
bisa, tapi kelihatannya produksi sampah terlalu melesat cepat sehingga
membuat pendaur ulang terengah-engah, akhirnya masih banyak sampah yang
meumpuk begitu saja di TPS atau berserakan di jalan-jalan karena
kurangnya kesadaran masyarakat membuang sampah di tempat yang
semestinya.
Itulah mengapa reduce
ditempatkan pada urutan pertama, sementara recycle atau daur ulang
ditempatkan pada urutan terakhir. Karena sebisa mungkin kita diminta
untuk mengurangi sampah, kalo ini sudah maksimal kita lakukan, barulah
kita ke poin nomor dua yaitu reuse atau menggunakan kembali.
Pada saat berbelanja
buah-buahan atau sayuran mungkin kita bisa menolak pembungkusnya, tapi
bagaimana jika kita terpaksa membeli sesuatu dengan kemasan? Air mineral
atau susu kaleng misalnya. Sebelum mendaratkannya ke tempat sampah ada
baiknya kita berpikir ulang, bisakah sampah kemasan ini digunakan
kembali. Mungkin digunakan untuk tempat tanaman atauu dikreasi menjadi
kerajinan tangan yang cantik. Ada baiknya juga kita memilah produk
berkemasan yang mau kita beli. Kemasan kertas disamping mudah daur
ulangnya, merupakan bahan yang mudah terurai di alam. Sehingga lebih
ramah lingkungan. Hindari penggunaan styrofoam karena selain berbahay
bagi kesehatan jika digunakan untuk mengemas makanan, bahan ini juga
berdampak buruk pada lingkungan. Styrofoam tidak bisa diuraikan oleh
alam dan akan menumpuk begitu dan mencemari lingkungan. Bahkan
pembuatannya saja menimnulkan bau tak sedap yang mengganggu pernapasan
dan melepaskan 57 zat berbahaya ke udara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar