Banyak sudah para penggiat lingkungan selalu
menyuarakan kritik maupun himbauan terhadap persoalan klise pencemaran
lingkungan akibat sampah yang membludak disetiap tempat. Sampah-sampah
itu ada yang bersifat anorganik (tak dapat diurai) maupun organik
(dapat diurai). Salah satu sampah yang mengandung emisi karbon yang
tinggi adalah plastik. Coba perhatikan sampah-sampah yang berserakan
baik di siku jalan raya, halaman, pajak tradisional, terminal dan
aliran sungai, disana sampah plastik mendominasi akibat tingginya
tingkat konsumsi terhadap barang yang dikemas dalam plastik. Dimulai
dari jajanan kecil anak-anak atau kerupuk, tempat belanja ibu-ibu,
kemasan jajanan dipinggiran jalan, kemasan barang di mol-mol, botol
mineral dan kantong-kantong plastik kemasan makanan instant. Belum lagi
tingkat konsumsi barang tertinggi kedua yang berbahan karet dan
kaleng, tak kalah berbahayanya dari plastik.
Kecenderungan konsumsi masyarakat yang tinggi menjadi latar belakang terintegrasinya sampah yang bertumpuk, berserakan dimana-mana hingga menggunung, berbau menyengat dan mencemari lingkungan atau mengurangi keindahan kota. Ditambah pula dengan sikap ketidaksadaran pelaku terhadap kebersihan lingkungan semakin menyempurnakan persoalan ini.
Seperti salah satu ibukota provinsi tempat saya berdomisili yaitu kota Medan, sejak tahun 2009 kota ini menjadi pelanggan banjir. Setiap kali hujan pastinya daerah-daerah yang berada pada topografi rendah akan mengalami banjir. Hingga saat ini, malah banjir semakin menjadi-jadi meskipun intensitas hujannya masih terbilang rendah. Menurut pengamatan saya hal ini terjadi karena tersumbatnya parit atau selokan pembuangan air oleh sampah-sampah plastik sehingga menghalangi air mengalir dan akhirnya merembes keluar dari pembuangan dan menggenangi seluruh wilayah.
Pola kebiasaan membuang sampah disembarang tempat harus menjadi perhatian yang khusus. Masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh dan menganggap sepele terhadap sampah. Coba bayangkan bila setiap jiwa mengonsumsi sebungkus plastik dan membuangnya disembarang tempat. Maka kebiasaan buruk itu akan menjadi awal petaka terhadap keberlangsungan hidup kita. Tingkat komsumsi yang tinggi terhadap barang yang berkemasan plastik bila dikalikan dengan seluruh jumlah penduduk Indonesia sekitar ratusan juta jiwa itu maka hasilnya akan sangat luar biasa dan lambat laun tamatlah riwayat bumi pertiwi. Bahaya yang dapat kita rasakan secara kasat mata adalah polusi dan perusakan keindahan alam. Kondisi ini tampaknya tidak lagi dapat ditolerir dan sudah menjadi persoalan yang fundamental bagi kehidupan.
Dampak yang diakibatkan oleh penumpukan sampah organik maupun anorganik sangat berbahaya seperti berbagai polusi baik udara, tanah dan laut. Bahaya dari kebiasaan masyarakat yang mengkonsumsi barang kemasan plastik dan membuangnya ke sungai, laut dan tanah sesungguhnya mengancam produksi oksigen yang sehat dan meningkatkan emisi karbon (CO2), punahnya ikan-ikan dilaut karena memakan bahan-bahan plastik yang terbuang dan terendap dilaut serta banjir yang berasal dari sungai yang dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah sehingga aliran sungai menjadi terhambat dan merembes keluar.
Jepang dan Pengolahan Sampah Maishimanya
Harusnya masyarakat sudah menyadari bahwa sampah adalah ancaman terhadap lingkungan. Sehingga persoalan lingkungan yang dialami Indonesia seperti saat ini tidak akan pernah terjadi. Namun apa hendak dikata, kita mungkin masih terlalu cuek dengan keberlangsungan kehidupan kita. Sampah yang dibuang disembarang tempat tentunya sangat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah perhatian khusus termasuk memberikan kesadaran lingkungan terhadap masyarakat terlebih dahulu.
Mungkin persoalan mendaur ulang kembali sampah masih jauh dari pemikiran kita. Tapi hal ini harus kita pikirkan sekarang karena negara Jepang yang jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia telah menerapkan pengolahan sampah kembali sehingga penataan kota dapat terjaga dengan baik, minimnya tempat-tempat pembuangan sampah dan hampir tidak ditemukan lagi sampah yang berserakan disana-sini. Segala jenis sampah ditampung dan diangkut kedalam sebuah pabrik khusus pembakar sampah raksasa yang bernama Maishima Incineration Plant atau Pabrik Pembakar Sampah Maishima di Osaka.
Siapa sangka sampah yang dibakar dalam suhu mencapai 950 derajat celcius tersebut mampu menghasilkan energi listrik yang difungsikan untuk dijual kembali bagi perusahaan pembangkit listrik. Mungkin kita patut mencontoh gerakan Jepang dalam memberdayakan kembali sampah yang menguntungkan baik untuk mengurangi pencemaran lingkungan maupun menghasilkan energi listrik.
Hal lain yang mampu kita terapkan adalah dengan menetapkan peraturan yang menitikberatkan pada produksi plastik yang berlebihan karena semakin banyak produk berbahan plastik akan semakin mengancam keberlangsungan hidup karena kandungan emisi karbon (CO2)nya yang cukup tinggi. Ada baiknya kebijakan pemerintah dapat meminimalisasi tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk berbahan plastik serta memberi penyadaran akan bahaya kandungan emisinya.
Pembudayaan kembali kebiasaan ibu rumah tangga dengan membawa keranjang tempat belanjaannya ke pasar traditional dinilai sangat berpengaruh besar. Paling tidak kita dapat meminimalisasi konsumsi kantong-kantong plastik yang berbahaya itu.
Selain itu, penyediaan tong-tong sampah pun sangat membantu agar masyarakat tau membuang sampah pada tempatnya. Pemerintah dalam hal ini masih belum maksimal menerapkannya diseluruh wilayah. Paling tidak kita hanya mendapati beberapa tempat yang sudah dilengkapi dengan hal itu.
Kesadaran Akan Sampah
Persoalan yang fundamental soal sampah ini sebenarnya sangat sederhana. Kesadaran akan pentingnya Oksigen (O2) bagi kehidupan tentunya secara langsung akan menggerakkan kita untuk tidak buang sampah sembarangan, menjaga kebersihan sungai, aliran pembuangan dan mengurangi tingkat konsumsi barang berbahan plastik.
Sampah mungkin dianggap racun bagi lingkungan, tetapi apabila sampah dapat difungsikan kembali dengan cara pengolahan kembali tentunya akan malah sangat menguntungkan dan bersinergis memberi daya guna yang besar bagi kehidupan seperti apa yang dilakukan oleh pabrik pembakar sampah Maishima.
Semakin tingginya dampak global warming atau pemanasan global, harusnya menyadarkan kita untuk mengubah pola kehidupan yang sangat konsumtif dan lebih menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan. Seperti pepatah berkata “Bersih Pangkal Sehat“. Semoga kita benar-benar insaf dan memulai hidup lebih sederhana dan sehat.***
Ditulis oleh: Lori MOra
Kecenderungan konsumsi masyarakat yang tinggi menjadi latar belakang terintegrasinya sampah yang bertumpuk, berserakan dimana-mana hingga menggunung, berbau menyengat dan mencemari lingkungan atau mengurangi keindahan kota. Ditambah pula dengan sikap ketidaksadaran pelaku terhadap kebersihan lingkungan semakin menyempurnakan persoalan ini.
Seperti salah satu ibukota provinsi tempat saya berdomisili yaitu kota Medan, sejak tahun 2009 kota ini menjadi pelanggan banjir. Setiap kali hujan pastinya daerah-daerah yang berada pada topografi rendah akan mengalami banjir. Hingga saat ini, malah banjir semakin menjadi-jadi meskipun intensitas hujannya masih terbilang rendah. Menurut pengamatan saya hal ini terjadi karena tersumbatnya parit atau selokan pembuangan air oleh sampah-sampah plastik sehingga menghalangi air mengalir dan akhirnya merembes keluar dari pembuangan dan menggenangi seluruh wilayah.
Pola kebiasaan membuang sampah disembarang tempat harus menjadi perhatian yang khusus. Masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh dan menganggap sepele terhadap sampah. Coba bayangkan bila setiap jiwa mengonsumsi sebungkus plastik dan membuangnya disembarang tempat. Maka kebiasaan buruk itu akan menjadi awal petaka terhadap keberlangsungan hidup kita. Tingkat komsumsi yang tinggi terhadap barang yang berkemasan plastik bila dikalikan dengan seluruh jumlah penduduk Indonesia sekitar ratusan juta jiwa itu maka hasilnya akan sangat luar biasa dan lambat laun tamatlah riwayat bumi pertiwi. Bahaya yang dapat kita rasakan secara kasat mata adalah polusi dan perusakan keindahan alam. Kondisi ini tampaknya tidak lagi dapat ditolerir dan sudah menjadi persoalan yang fundamental bagi kehidupan.
Dampak yang diakibatkan oleh penumpukan sampah organik maupun anorganik sangat berbahaya seperti berbagai polusi baik udara, tanah dan laut. Bahaya dari kebiasaan masyarakat yang mengkonsumsi barang kemasan plastik dan membuangnya ke sungai, laut dan tanah sesungguhnya mengancam produksi oksigen yang sehat dan meningkatkan emisi karbon (CO2), punahnya ikan-ikan dilaut karena memakan bahan-bahan plastik yang terbuang dan terendap dilaut serta banjir yang berasal dari sungai yang dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah sehingga aliran sungai menjadi terhambat dan merembes keluar.
Jepang dan Pengolahan Sampah Maishimanya
Harusnya masyarakat sudah menyadari bahwa sampah adalah ancaman terhadap lingkungan. Sehingga persoalan lingkungan yang dialami Indonesia seperti saat ini tidak akan pernah terjadi. Namun apa hendak dikata, kita mungkin masih terlalu cuek dengan keberlangsungan kehidupan kita. Sampah yang dibuang disembarang tempat tentunya sangat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah perhatian khusus termasuk memberikan kesadaran lingkungan terhadap masyarakat terlebih dahulu.
Mungkin persoalan mendaur ulang kembali sampah masih jauh dari pemikiran kita. Tapi hal ini harus kita pikirkan sekarang karena negara Jepang yang jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia telah menerapkan pengolahan sampah kembali sehingga penataan kota dapat terjaga dengan baik, minimnya tempat-tempat pembuangan sampah dan hampir tidak ditemukan lagi sampah yang berserakan disana-sini. Segala jenis sampah ditampung dan diangkut kedalam sebuah pabrik khusus pembakar sampah raksasa yang bernama Maishima Incineration Plant atau Pabrik Pembakar Sampah Maishima di Osaka.
Siapa sangka sampah yang dibakar dalam suhu mencapai 950 derajat celcius tersebut mampu menghasilkan energi listrik yang difungsikan untuk dijual kembali bagi perusahaan pembangkit listrik. Mungkin kita patut mencontoh gerakan Jepang dalam memberdayakan kembali sampah yang menguntungkan baik untuk mengurangi pencemaran lingkungan maupun menghasilkan energi listrik.
Hal lain yang mampu kita terapkan adalah dengan menetapkan peraturan yang menitikberatkan pada produksi plastik yang berlebihan karena semakin banyak produk berbahan plastik akan semakin mengancam keberlangsungan hidup karena kandungan emisi karbon (CO2)nya yang cukup tinggi. Ada baiknya kebijakan pemerintah dapat meminimalisasi tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk berbahan plastik serta memberi penyadaran akan bahaya kandungan emisinya.
Pembudayaan kembali kebiasaan ibu rumah tangga dengan membawa keranjang tempat belanjaannya ke pasar traditional dinilai sangat berpengaruh besar. Paling tidak kita dapat meminimalisasi konsumsi kantong-kantong plastik yang berbahaya itu.
Selain itu, penyediaan tong-tong sampah pun sangat membantu agar masyarakat tau membuang sampah pada tempatnya. Pemerintah dalam hal ini masih belum maksimal menerapkannya diseluruh wilayah. Paling tidak kita hanya mendapati beberapa tempat yang sudah dilengkapi dengan hal itu.
Kesadaran Akan Sampah
Persoalan yang fundamental soal sampah ini sebenarnya sangat sederhana. Kesadaran akan pentingnya Oksigen (O2) bagi kehidupan tentunya secara langsung akan menggerakkan kita untuk tidak buang sampah sembarangan, menjaga kebersihan sungai, aliran pembuangan dan mengurangi tingkat konsumsi barang berbahan plastik.
Sampah mungkin dianggap racun bagi lingkungan, tetapi apabila sampah dapat difungsikan kembali dengan cara pengolahan kembali tentunya akan malah sangat menguntungkan dan bersinergis memberi daya guna yang besar bagi kehidupan seperti apa yang dilakukan oleh pabrik pembakar sampah Maishima.
Semakin tingginya dampak global warming atau pemanasan global, harusnya menyadarkan kita untuk mengubah pola kehidupan yang sangat konsumtif dan lebih menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan. Seperti pepatah berkata “Bersih Pangkal Sehat“. Semoga kita benar-benar insaf dan memulai hidup lebih sederhana dan sehat.***
Ditulis oleh: Lori MOra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar