DIDOWARDAH- Memasuki era Millennium
rumah industri dan pabrik-pabrik berlimbah kian menggeliat menjejali
Indonesia, dari sekedar industri rumahan hingga pabrik besar yang
memayungi ribuan karyawan bahkan jutaan. Sebagaimana yan kita ketahui,
aktivitas pabrik dan industri selalu berhubungan dengan masalah limbah
buangan. Dan selama ini, masaah mengelola limbah belum mendapatkan
perhatian yang serius dari pemerintah maupun perorangan. Sehingga dalam
pembuangannya seringkali harus mengorbankan lingkungan sekitar.
Diantaranya adalah dengan mengotori badan sungai. Dus, tidak
mengherankan jika hampir semua sungai di Indonesia menjadi keruh, dengan
warna air coklat kehitaman, lalu ceceran sampah disana-sini dan aroma
khas yang tidak bersahabat. Tercemar.
Padahal,
selama ini kita sangat mafhum jika sebagaian masyarakat masih
memanfaatkan sungai sebagai sarana aktivitas mereka. Mulai dari mencuci,
MCK, hingga sebagai sumber air minum. Miris sekali bukan? Seharusnya
kita secara individu harus mulai aware dengan
masalah pencemaran air. Selain merusak pemandangan, pencemaran air
kerapkali membawa masalah. Diantaranya menyebabkan timbulnya wabah
karena pemanfaatan air sungai, juga berdampak buruk pada ekosistem lain seperti biota yang ada di laut karena semua sungai pasti bermuara ke laut. Seperti
yang dikatakan Prof Ir Lieke Riadi PhD dalam sebuah artikel yang sempat
kubaca, dikatakan bahwa “Contoh Indikasi bahwa sungai telah tercemar
ditandai dengan banyaknya ikan yang mati di sungai tersebut.” Untuk
mencegah masalah ini agar tidak berkepanjangan, memang seyogianya
memang harus ada peran dan partisipasi dari semua pihak seperti warga,
pihak industri, dan pemerintah.
Yang
lebih memprihatinkan, pencemaran sungai kini tidak lagi menjadi masalah
eklusif milik warga kota. Melainkan sudah mulai bergeser ke desa-desa
dan pelosok pedalaman. Sebagaimana berita yang dirilis KOMPAS
pada April lalu (05/04/2012) mewartakan bahwa Papua yang pada 2009
menduduki peringkat pertama untuk indeks kualitas lingkungan hidup turun
peringkat dua, salah satunya disebabkan karena meningkatnya pencemaran
air sungai. Sungai yang tercemar di Papua yaitu Sungai Mamberamo dan
Danau Sentani. Masih dari sumber yang sama, selama ini pemerintah
berkonsentrasi memperbaiki indeks kualitas air sungai-sungai yang berada
di Pulau Jawa. Namun kenyataanya di wilayah timur ada kecenderungan
pencemaran meningkat. Meningkatnya pencemaran air sungai tersebut,
merupakan indikasi semakin banyaknya kegiatan yang
membebani media air sungai, dan makin padatnya jumlah penduduk, sehingga
mendesak untuk membuka pemukiman baru hingga ke daerah aliran sungai.
Realita
ini hendaknya menjadi perhatian serius kita semua karena pencemaran air
sungai bisa berdampak fatal dan cukup signifikan. Di Indonesia
misalnya, setiap tahun lebih dari 3.500.000 anak-anak dibawah umur 3
tahun di serang oleh berbagai jenis penyakit perut dengan jumlah
kematian sekitar 105.000 orang. Jumlah tersebut akan meningkat lebih
banyak pada daerah/tempat yang keadaan sanitasi lingkungannya berada
pada tingkat rendah. Salah satu solusi dalam masalah ini, disebutkan bahwa Untuk
menghindari kerusakan terhadap ekosistem perairan sebagai akibat dari
pencemaran, haruslah dilakukan pemantauan atau monitoring, baik
monitoring secara fisika, kimia maupun biologi (Amnan, 1994).
Sementara
itu, dewasa ini monitoring pencemaran air secara secara Biologi dengan
hewan air sudah diterapkan di Surabaya. Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Surabaya biasa memantau kesehatan air aliran sungai dengan memanfaatkan
ikan sebagai alat uji hayati. Ikan yang dipilih adalah jenis ikan mas
(Cyprinus carpio L) yang disinyalir sangat peka terhadap penurunan
kualitas air. Ikan Mas dikenal sebagai ikan pemakan segala (omnivora)
yang antaralain memakan serangga kecil, siput cacing, sampah dapur,
potongan ikan, dan lain-lain (Asmawi,1986).
Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) dapat digunakan sebagai hewan uji hayati karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan (Brinley cit. Sudarmadi, 1993). Ikan ini layak digunakan sebagai indikator biologis karena memenuhi syarat yang ditetapkan American Public Health Association
(APHA), sebagai jenis ikan yang sensitf terhadap material racun dan
perubahan lingkungan, penyebarannya luas dan mudah didapat dalam jumlah
yang banyak, mempunyai arti ekonomis, rekreasi dan kepentingan ekologi
baik secara daerah maupun nasional, mudah dipelihara dalam laboratorium,
mempunyai kondisi yang baik, bebas dari penyakit dan parasit dan sesuai
untuk kepentingan uji hayati.
Karena
itu, pemantauan polusi air bisa dilakukan dengan digalakannya kampanye
ikan mas yang tentunya dapat berfungsi ganda, baik itu sebagai lahan income
sampingan yang bernilai ekonomis, juga sebagai pemonitor keamanan kita
untuk memanfaatkan air sungai. Prakteknya bisa dengan memasang karamba
berisi ikan, terutama di aliran sungai yang dekat dengan pabrik dan
rumah industri yang rawan membuang limbahnya ke sungai. Jika ada
keganjalan terkait dengan perilaku ikan, misalnya gerakan mabuk atau
mati, pemilik ikan bisa lapor ke BLH untuk penyelidikan lebih lanjut. Dan
sebagai pemonitor, tidak seperti para elite koruptor yang mencla-mencle
dan selalu berkelit, seekor ikan jelas tidak akan berbohong.
Pemantauan
saja tidak cukup, karena pada hakekatnya masalah utamanya adalah pada
kualitas air itu sendiri yang seharusnya kita jaga kebersihan dan
keamanannya untuk dimanfaatkan. Karena itu, penyuluhan tentang
pentingnya mencegah polusi air sungai terus digiatkan dan digalakan oleh
pemerintah. Alangkah baiknya kalau memang setiap personal warga
Indonesia menyadari dan peduli terhadap masalah ini. Untuk itu
pengetahuan mengenai pelestarian lingkungan juga menjadi mutlak untuk
dimiliki. Berikut ini cara mengatasi pelestarian aliran sungai yang bisa
kita lakukan bersama-sama maupun secara individual.
- · Melestarikan Hutan Di Hulu Sungai: upaya ini sangat penting karena menghindari erosi tanah disekitar hulu sungai. Sebagai warga yang bijak dan aware lingkungan, sebaiknya kita tidak menebang apalagi menggunduli pepohonan disekitar sungai untuk menyulapnya menjadi areal pemukiman. Sebab dengan adanya erosi otomatis akan berdampak pada dasar sungai yang menjadi dangkal dikarenakan tanah dan pasir yang longsor.
- · Tidak Membuang Sampah Di Sungai: Sampah selalu menjadi sumber masalah jika dikelola dengan serampangan. Begitu juga ketika kita membuangnya secara sembarangan ke sungai-sungai. Sehingga tidak hanya mengotori aliran sungai dan membuatnya terkontaminasi, tapi juga merusak pemandangan dan memantik bau yang tidak sedap. Selain itu bisa menyebabkan aliran air di sungai terhambat. Juga menyebabkan sungai cepat dangkal dan akhirnya memicu terjadinya banjir di musim penghujan.
- · Tidak Membuang Air Di Sungai: Membuang air disini dalam tanda petik, yang maksudnya air kecil maupun besar. Buang air baik kecil maupun besar secara sembarangan adalah perbuatan salah. Sekedar buang air kecil yang terpaksa dilakukan di aliran sungai yang deras mungkin bisa ditolerir dan dimaafkan. Tapi lain ceritanya jika menjadi rutinitas dan kebiasaan untuk melakukan ritual ini di sungai, bahkan di areal sungai yang tenang tanpa arus. Kesannya pasti sangat menjijikan. Tidak hanya sampai disitu, buang air di sungai menjadi lahan efektif untuk berkembangnya penyakit dari yang ringan sampai yang akut. Sebab itu, sudah saatnya kita berkampanye menyadarkan mereka yang masih belum juga peduli dengan masalah ini.
- · Tidak Membuang Limbah Rumah Tangga Dan Industri Di Sungai: Selama ini sungai menjadi tempat paling favorit untuk membuang limbah pabrik dan industri. Kebiasaan ini bahkan sudah mengakar sejak dulu, aku masih ingat ketika semasa SD dulu. Saat belajar dikelas seringkali tersiksa dengan bau menyengat dari limbah pabrik tahu yang dibuang sembarangan di sungai. Kebetulan sungai tersebut terletak tepat selemparan batu di belakang gedung sekolah. Sudah pasti, air sungai yang dulu tak bermasalah berubah warna menjadi keruh kehitaman dan menjijikan.
- · Tidak Menggunakan Pupuk Atau Pestisida Secara Berlebihan: Para petani hendaknya tidak menggunakan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Yang terjadi di lapangan, sebagian besar petani mengalirkan air sawah mereka ke sungai tanpa melalui proses pengolahan. Maka dari itu, jika memang mereka enggan mengolah terlebih dahulu, penggunaan pupuk dan pestisida harus seminimal mungkin agar tidak menimbulkan pencemaran yang serius.
Seandainya
enam poin diatas secara kontinyu digalakan dan dipraktekan, kedepannya
masalah polusi sungai pasti perlahan bisa teratasi. Realitanya
memang pencemaran sungai ini tidak mudah untuk diatasi. Hal tersebut
disebabkan oleh banyaknya pihak yang menyalahgunakan fungsi sungai
tersebut sehingga membawa dampak yang buruk. Karena itu yang dibutuhkan hanyalah kesadaran dan kerjasama yang baik dari semua pihak.
Lebih baik lagi, jika siapapun warga
masyarakat, pengusaha hotel, pabrik dan rumah sakit yang membuang
sampah maupun limbah di Sungai itu harus diproses secara hukum. Kita
bisa mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dimana seharusnya bisa ditegakkan dengan
seadil-adilnya dan tidak ada pilih kasih. Dan sebenaranya ini tidak
hanya terjadi di Indonesia saja,masalah pencemaran dan pengrusakan
lingkungan telah menjelma menjadi sebuah isu global yang diyakini secara
Internasional. Karena itu, sepatutnya kita mendukung penuh gerakan
peduli lingkungan. Salah satunya adalah menggalakan program sungai bebas
polusi. Jika
saja masalah pencemaran sungai bisa diminimalisir dengan baik atau
bahkan berjalan dengan sukses. Tentu kita tidak perlu iri lagi untuk
melirik sungai-sungai indah di Eropa ataupun Amerika yang masih jernih
dan terjaga ekosistemnya. Semoga ini tidak sekedar wacana. Well, let’s start from now on!! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar