
Karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta berkaca kepada Singapura. Di Negeri Singa, Pemprov DKI bisa belajar tentang teknologi insinerator (waste-to-energy). Saat ini Singapura punya empat insinerator modern. Hampir seluruh sampah dan limbah padatnya melalui proses ini.
Pakar sampah Institut Teknoogi Bandung (ITB) Prof Enri Damanhuri mengatakan, perhatian pemerintah Singapura terhadap lingkungan sangat tinggi, sehingga teknologi insinerator yang digunakan di sana bukan sekadar insinerator sederhana.
“Aspek lingkungan sudah sangat diperhatikan secara ketat. Penggunaan insinerator pun sudah sangat efektif,” tegasnya.
Menurut Enri, insinerator modern seperti yang ada di Singapura butuh biaya investasi dan operasi atau pemeliharaan yang tinggi. Sebagai contoh, per ton sampah yang diproses di fasilitas Singapura membutuhkan biaya sekitar Rp 350.000, bandingkan dengan biaya untuk menimbun sampah di Bantar Gebang sebesar Rp 110.000 per ton. “Itu belum termasuk ongkos angkut ke sana yang saya kira lebih dari Rp. 50.000 per ton,” ungkapnya.
Namun jebolan Univesitas Paris VII ini menyatakan, kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun tiga tempat pengolahan sampah terpadu atau intermediate treatment facility (ITF) sangat tepat, karena dapat mengurangi ketergantungan pada daerah lain serta menghemat biaya transportasi.
“ITF adalah konsep yang sudah sejak lama direncanakan untuk Jakarta. Studi JICA (Japan Inter-national Cooperation Agency) tahun 1997 telah mengindikasikan hal tersebut,” katanya.
Seperti diketahui, Pemprov DKI akan membangun tiga ITF berteknologi modern yang ramah lingkungan. Ketiga pengolahan sampah itu yang rencanannya akan dibangun bertahap mulai Agustus ini. Antara lain di Sunter, Cakung Cilincing, dan Marunda dengan dana dari investor masing-masing senilai Rp 1,3 triliun.
Tujuan pembangunan tiga ITF ini adalah untuk melengkapi kapasitas tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang. Sebab, TPA yang ada belum memadai dan teknologi belum mutakhir.
Mengometari hal ini, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna mengatakan, dalam pembangunan ITF ini memang pihaknya menggunakan teknologi tinggi seperti yang banyak dipakai negara-negara luar.
“Pengolahan sampah seperti ini baru pertama kali di Indonesia, karena investasinya cukup mahal. Meski begitu kita mengharapkan biaya pembangunan ini bukan dana APBD, tapi investor. Sekarang masih dalam proses lelang dan kita pilih investor yang berminat dan cocok dengan teknologi itu,” katanya.
Tiga Pengolahan Sampah Modern Mulai Dibangun
Sebagai bentuk komitmen penanganan sampah di ibukota, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan pengolahan sampah berteknologi modern dengan membangun tiga Intermediate Treatment Facility (ITF) ramah lingkungan di Sunter, Cakung Cilincing, dan Marunda. Rencananya, ketiga ITF tersebut dibangun mulai Agustus mendatang secara bertahap.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, saat ini proses pemusnahan sampah di Jakarta akan memasuki fase baru dari menggunakan teknologi yang belum terlalu modern seperti di TPST Bantar Gebang menjadi lebih modern seperti yang akan diterapkan pada ITF. “Di Bantar Gebang sudah dikonversi menjadi teknologi modern karena gas metannya sudah menghasilkan tenaga listrik sebesar 10,5 MW, sehingga bisa dinikmati oleh lingkungan di sana,” ujarnya.
Dikatakan Fauzi, demi melengkapi kapasitas TPST Bantar Gebang yang tidak lagi memadai dan teknologinya yang belum terlalu modern, Pemprov DKI Jakarta akhirnya membangun tiga ITF. ITF Sunter dibangun sepenuhnya oleh Pemprov DKI Jakarta.
Sedangkan ITF Cakung Cilincing dibangun oleh swasta dan ITF Marunda dibangun melalui public private partnership. “Targetnya, kita menjadikan kapasitas itu naik menjadi 26 MW. Kemudian ini bisa disuplai PLN, sehingga tidak ada lagi kesan sampah itu tidak punya nilai komersil,” katanya.
Diungkapkan Fauzi, teknologi pengolahan sampah yang digunakan ini merupakan teknologi paling muktahir di dunia dengan menggunakan tiga komponen. Seperti incineration atau pembakaran, kemudian power plant yang membuat sampah menjadi energi listrik serta teknologi environment control equipment yang ramah lingkungan. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar