Entri Populer

Minggu, 26 Agustus 2012

Jakarta Ngaca Dong Sama Negeri Singa by Rakyat Merdeka

RMOL. Seperti kota-kota besar lainnya di dunia, masalah sampah juga menjadi persoalan rumit bagi Ja­karta.
Saat ini, dengan 6.500 ton sampah per hari yang dihasilkan warga Jakarta, tentu akan menjadi per­soalan serius jika tidak ditangani dengan baik dan benar.
Karena itu, Pemerintah Pro­vinsi (Pemprov) DKI Jakarta di­minta berkaca kepada Singa­pura. Di Negeri Singa, Pemprov DKI bisa belajar tentang tekno­logi insinerator (waste-to-ener­gy). Saat ini Singapura punya em­pat insinerator modern. Hampir se­luruh sampah dan limbah padat­nya melalui proses ini.
Pakar sampah Institut Tek­noogi Bandung (ITB) Prof Enri Damanhuri mengatakan, perha­tian pemerintah Singapura ter­hadap lingkungan sangat tinggi, sehingga teknologi insinerator yang digunakan di sana bukan sekadar insinerator sederhana.

“Aspek lingkungan sudah sa­ngat diperhatikan secara ketat. Penggunaan insinerator pun su­dah sangat efektif,” tegasnya.
Menurut Enri, insinerator mo­dern seperti yang ada di Singapura butuh biaya investasi dan operasi atau pemeliharaan yang tinggi. Sebagai contoh, per ton sampah yang diproses di fa­silitas Singa­pura membutuhkan biaya sekitar Rp 350.000, ban­ding­kan dengan biaya untuk me­nimbun sampah di Bantar Ge­bang sebesar Rp 110.000 per ton. “Itu belum ter­ma­suk ongkos ang­kut ke sana yang saya kira lebih dari Rp. 50.000 per ton,” ungkapnya.

Namun jebolan Univesitas Pa­ris VII ini menyatakan, kebijak­an Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun tiga tempat pengolahan sampah ter­padu atau intermediate treatment facility (ITF) sangat tepat, kare­na dapat mengurangi ketergan­tungan pada daerah lain serta menghemat bia­ya transportasi.
“ITF adalah konsep yang sudah sejak lama direncanakan untuk Jakarta. Studi JICA (Japan Inter-national Cooperation Agency) tahun 1997 te­lah mengindikasi­kan hal ter­sebut,” katanya.

Seperti diketahui, Pemprov DKI akan membangun tiga ITF ber­teknologi modern yang ramah ling­kungan. Ketiga pengolahan sam­pah itu yang rencanannya akan dibangun bertahap mulai Agustus  ini. Antara lain di Sun­­ter, Cakung Cilincing, dan Ma­runda dengan dana dari in­vestor masing-masing senilai Rp 1,3 triliun.
Tujuan pembangunan tiga ITF ini adalah untuk melengkapi ka­pasitas tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang. Sebab, TPA yang ada belum memadai dan teknologi belum mutakhir.

Mengometari hal ini, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna mengatakan, dalam pembangunan ITF ini memang pihaknya menggunakan tekno­logi tinggi seperti yang banyak dipakai negara-negara luar.
“Pengolahan sampah seperti ini baru pertama kali di Indo­nesia, karena investasinya cukup ma­hal. Meski begitu kita meng­harapkan biaya pembangunan ini bukan dana APBD, tapi investor. Sekarang masih dalam proses lelang dan kita pilih investor yang berminat dan cocok dengan teknologi itu,” katanya.

Tiga Pengolahan Sampah Modern Mulai Dibangun
Sebagai bentuk komitmen pe­nanganan sampah di ibukota, Pem­prov DKI Jakarta telah me­nyiapkan pengolahan sampah ber­teknologi modern dengan mem­bangun tiga Intermediate Treat­ment Facility (ITF) ramah ling­kungan di Sunter, Cakung Cilin­cing, dan Marunda. Ren­cananya, ketiga ITF tersebut di­bangun mulai Agustus men­datang secara bertahap.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, saat ini pro­ses pemusnahan sampah di Ja­karta akan memasuki fase baru da­ri menggunakan teknologi yang belum terlalu modern seperti di TPST Bantar Gebang menjadi lebih modern seperti yang akan diterapkan pada ITF. “Di Bantar Gebang sudah dikonversi menjadi teknologi modern karena gas metannya sudah menghasilkan tenaga listrik sebesar 10,5 MW, sehingga bisa dinikmati oleh lingkungan di sana,” ujarnya.
Dikatakan Fauzi, demi meleng­kapi kapasitas TPST Bantar Gebang yang tidak lagi memadai dan teknologinya yang belum terlalu modern, Pemprov DKI Jakarta akhirnya membangun tiga ITF. ITF Sunter dibangun sepe­nuh­­nya oleh Pemprov DKI Jakarta.

Sedangkan ITF Cakung Cilin­cing dibangun oleh swasta dan ITF Marunda dibangun melalui public private partnership. “Tar­getnya, kita menjadikan kapasitas itu naik menjadi 26 MW. Ke­mudian ini bisa disuplai PLN, se­hingga tidak ada lagi kesan sampah itu tidak punya nilai komersil,” katanya.

Diungkapkan Fauzi, teknologi pengolahan sampah yang digu­nakan ini merupakan tekno­logi paling muktahir di dunia dengan me­nggunakan tiga komponen. Seperti incineration atau pem­bakaran, kemudian power plant yang membuat sampah menjadi energi listrik serta teknologi environment control equipment yang ramah lingkungan.  [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar