Entri Populer

Senin, 06 Agustus 2012

Sentul dan Puncak Mengancam Jakarta, oleh H Setiawan

Berita utama harian Kompas 30 Juli 2012 “Puncak Mengancam Jakarta.  Pemkab Bogor Akan Ubah Hutan Lindung Jadi Hutan Produksi dan Pemukiman”.  Masih terkait soal rencana pengubahan hutan lindung di Bogor, harian Kompas 31 Juli 2012 menulis berita utama “Pemkab Bogor Konsultasi. Menhut: Pengalihan Hutan Lindung Bahayakan Masa Depan”.

Pengubahan status hutan yang sampai dua hari menjadi berita utama Kompas untungnya masih rencana, sehingga masih ada peluang untuk membatalkannya atau meluruskannya.   Pemkab Bogor harus berhati-hati mengubah status hutan lindung menjadi hutan produksi dan pemukiman, supaya tetap ada jaminan kawasan tersebut tetap kawasan tertutup hutan dengan fungsi hidro-orologisnya dan bila kawasan berstatus hutan lindung tersebut saat ini sudah gundul sebagian, lebih baik dihutankan kembali ketimbang dijadikan pemukiman -mungkinkah sudah ada pengembang yang mengincar kawasan tersebut untuk dijadikan real estate atau hotel, villa, bungalow?-
1343792437871429259
Track Sepeda di Gunung Hambalang Yang Tak Berhutan (Sumber: b2w-indonesia.or.id)

Menurut Dr Transtoto Handhadari, aktivis lingkungan dan pensiunan pejabat Kementerian Kehutanan, pada acara bincang-bincang di TVRI Rabu pagi ini, mengatakan areal tertutup kawasan puncak itu hanya sekitar 14000 hektar saja luasnya, dibanding kawasan Sentul, bekas perkebunan Karet yang luasnya sekitar 50000 hektar.  Maksud penyebutan angka ini sebenarnya kalau mau perkebunan di sekitar Hambalang-Sentul-Gunung Geulis seharusnya dijadikan hutan lindung daripada dijadi kawasan real estate yang sambung menyambung mulai dari Gunung Hambalang, Sentul, Gunung Geulis dan Pasir Angin.  Berubahnya kawasan seluas 50000 hektar dari perkebunan karet menjadi real estate tentu sangat mempengaruhi fungsi hidro-orologis kawasan Bogor dan Jakarta.

Konsultasi Pemkab Bogor dengan Kementerian Kehutanan harus lebih intensif dilakukan, demikian dikatakan Dr Hadi Daryanto, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, pada acara yang sama di TVRI.  Sekalipun sudah zaman otonomi daerah dan Pemkab Bogor punya kewenangan besar untuk mengatur wilayahnya, bila dipandang membahayakan kepentingan yang lebih luas dari wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta, mestinya nasihat dari pihak yang lebih ahli secara teknis jangan diabaikan.   Di Kabupaten Bogor juga ada Fakultas Kehutanan dan Fakultas Pertanian IPB, tempat berkumpulnya ahli-ahli konservasi hutan, tanah dan air, mengapa tidak dimanfaatkan keberadaan mereka.  Tentu tak elok bila RTRW Kabupaten Bogor akhirnya mengubah kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi dan pemukiman tanpa kajian sangat mendalam.
1343812781758086721
Air, Hasil Hutan Non Kayu - Air Terjun Cibodas (Sumber: Conservation.org)

Salah satu efek negatif dari otonomi daerah, setahu saya banyak kepala dinas kehutanan di kabupaten atau provinsi tidak dijabat oleh orang yang berpendidikan teknis kehutanan.  Masih mending jika yang menjabat seorang sarjana pertanian, bukan hal tak mungkin sarjana lain yang tak tahu menahu teknis kehutanan menjabat jabatan teknis kehutanan.  Akibatnya gampang saja mengubah status hutan menjadi hutan produksi, gampang saja keluar izin penebangan oleh Bupati.
Susahnya waktu zaman hutan dikelola sepenuhnya oleh pusat, kerusakan kawasan hutan akibat pembalakanpun sangat mengerikan. Sebuah contoh kecil saja, sepanjang jalan Balikpapan - Samarinda hutan nyaris tak ada lagi, kabarnya bila berjalan beberapa kilometer ke kiri atau kanan jalanpun hutan memang sudah habis dieksploitasi zaman HPH berjaya dulu.

Penguasaan teknis kehutanan dan ahlak mulia barangkali jalan keluar untuk memilih pejabat kehutanan supaya hutan tetap terjaga lestari, mengatur tata air dan iklim mikro di sekitarnya.  Hutan diproduksi boleh, tapi aturannya harus sangat jelas, lebih-lebih pelaksanaannya di lapangan harus tegas sebagus aturan yang dibuat.  Banjir bandang seperti di Padang dan Beijing baru-baru bukan hal mustahil terjadi di kawasan Bogor dan Jakarta bila keberadaan hutan sebagai pengatur tata air diabaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar