Entri Populer

Jumat, 24 Agustus 2012

Kiprah Sang Kreator Seni Sampah Memperkenalkan Seni oleh KBR68H

KBR68H - Dari sampah menjadi berkah. Ditangan Hardi Ahmad,  sampah  yang tak bernilai, diolah menjadi ragam produk bernilai seni. Karyanya sempat menghiasi sejumlah galeri nasional.
Tiga orang tengah sibuk bekerja di sebuah rumah kawasan Beji, Depok, Jawa Barat. Mereka tengah  memotong-motong  botol bekas air mineral. Sampah berserakan di lantai. Mereka bekerja di studio  milik Hardi Ahmad yang dipenuhi ragam jenis sampah anorganik . Berbekal kreatifitas sejak 2006 silam pemuda ini mengolahnya  menjadi ragam produk mainan anak-anak.

Hardi mengaku  aktivitas yang dilakoninya kini bermula dari iseng dan belajar secara otodidak.  “Aku pribadi ya pastinya, lingkungan rumah. Ada elektronik yang rusak pastinya, dengan sedikit imajinsi karena memang gak ada kerjaan waktu itu kan. Akhirnya aku isi dengan iseng, rencananya iseng tadinya. Cuma ada beberapa referensi aku main di Gedung Kesenian Tangerang. Kita memang main instalasi tidak spesifik ke daur ulang. Cuma coba aku aplikasiin di rumah ternyata jadinya sebuah kapal. Ada sempel diatas,” terangnya.

Meski demikian ia juga mempelajari beberapa referensi seni daur ulang dari seniman mancanegara.  “Siapa yang mengajar, wah aku juga bingung ya ketika saya ditanyakan belajar dari mana. Karena saya meemang berkarya mengekspresikan seni rupa itu sendiri. Awal mulanya sih berkembang dengan sendirinya, hanya saja beberapa tahun belakangan ini saya coba untuk menggali beberapa referensi yang berada di beberapa negara Eropa maupun Asia mengenai seni daur ulang itusendiri,” kata Hardi.

Karena kreatifitasnya itu, Hardi  sempat dituding  gila oleh sebagian  warga. Tapi lajang ini tak ambil pusing.  “Saya pernah dikirain kaya gitu. Oh gila kali, ngumpulinsampah buat apaan sih. Mau bikin kapal-kapalan. Aneh, pasti digituin. Lagian kita tidak menggubris hal-hal seperti itu. terserah aja pada mau ngomong apa. Mau ngomong kita sinting kek, yang penting kita yakin aja, sudah pernah mencoba. Daripada cuma berkomentar,” ucapnya seraya terkekeh.


Berinteraksi di Dunia Maya
Lewat media internet  Hardi memperkenalkan karya seni daur ulangnya.  Ia pajang sejumlah karyanya di halaman blog pribadi.  Di dunia maya, Hardi berinteraksi dengan komunitas-komunitas seni internasional. Diantaranya Prancis, Spanyol, Texas dan California, Amerika Serikat.

Dwi  tengah membuat robot dari botol mineral
Dwi tengah membuat robot dari botol mineral
Bersama rekan-rekannya, karya Hardi menghiasi sejumlah galeri seni. Sebut saja beberapa diantara karya mereka seperti kapal laut dan robot   yang komponennya dibuat dari berbagai jenis sampah mulai dari botol mineral, bolpen, bungkus rokok, sampai mur.“Sekilas memang ribet, tapi mengasyikan kalau kita sudah mencoba untuk memulai. Mencoba, pasti asik dan tidak akan berhenti. Kalau menurut saya pribadi, kalau menurut pengalaman aku sendiri. Sampai aku bikin kapal-kapal ini, terakhir aku hampir tembus ke beberapa galeri nasional termasuk galeri nasional, di Ancol North Are Space, Ruang Rupa juga, beberapa galeri besar lainnya,” katanya senang.

Kreatifitas seni daur ulang yang dijalani Hardi Ahmad, mengundang minat.  Dwi, salah satunya. Saat ditemui mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta  ini tengah sibuk  membuat robot. Bahannya mulai dari botol mineral, bekas kalkulator,  mur, baut sampai tutup pulpen.
Dengan sabar dan penuh konsentrasi, Dwi mencoba merekatkan mur di botol air mineral dengan lem.
KBR: “bikin seperti ini sudah berapa lama mas?”
Uwi: “Baru belajar”
KBR: “Sudah dibikin apa aja”
Uwi: “Ini aja satu, robot-robotan.
Ardi: “Dari malam ngerencanainnya.”

Uwi: “Semalem jam 4, eh jam 2. Sampai gak jadi bikin kan kecapean.”
alutista tank buatan hardi ahmad
alutista tank buatan hardi ahmad
Lain Dwi lain lagi, Robi.  Berkali-kali ia memperhatikan detail karya kapal dan robot milik koleganya. Kata Robi butuh  mood atau suasana hati yang nyaman untuk membuat seni yang satu ini.   “Gak tenang pikiran, kadang kalau lagi diam tahunya ingin bikin. Atau diam, lagi iseng-iseng  gambar, ya gambarnya aja dulu. Tergantung kita deh, tergantung bawaannya masing-masing. Kaya Bang Ardi, entah bawaannya bagaimana, bisa bikin rutin kaya gitu kan. Kalau kita-kita masih belajar ya apa yang kita ingin aja. Kita masih baru ingin, baru kita gambar aja dulu deh. Senengnya baru gambar dulu, atau nyari-nyari gambar dulu," ungkap Robi.

Lantas apakah karya Hardi  diperjualbelikan? Tidak tegasnya.  Lebih untuk mendidik masyarakat terutama anak-anak.   “Kalalu edukasi, kita lebih mengajak anak-anak untuk bermain sebenarnya. Kalau zaman dulu, mungkin kita bermain ada petak umpet, main zaman dululah istilahnya. Bikin mobil-mobilan dari kulit jeruk, atau senapan dari kulilt pisang. Nah sekarang kan akhirnya karen banyakan sampah akhirnya pake sampah. Aku coba aplikasiin, kenalin ke mereka. kalau di Tangerang ada bukaan kelas ya, jadi tiap hari minggu itu memang mereka dateng ke tempat aku, ke studio jadi mereka memang dateng sengaja untuk bikin mainan bukan mau belajar atau apa. Tapi mereka mau bikin mainan. Mereka aku kasih media lem, gunting sampai finishing catnya,” tegasnya.

Ilmu seni daur ulang sampah yang dimiliki Ahmad Hardi  dibagi kepada anak-anak Sanggar Atap Alis.

Mengenalkan Seni
Petang hari di Ciracas, Jakarta Timur  akhir Juli lalu .  Sejumlah anak-anak tengah  sibuk di teras  rumah petak berdinding hijau. Ini adalah Sanggar Atap Alis tempat berkumpul dan melatih anak-anak membuat seni daur ulang sampah. Sanggar ini dibangun Hardi Ahmad bersama rekan-rekannya sejak 2009 silam. Salah satu pendiri sanggar, Bucek menuturkan,”Di sini kami sekitar lima tahunan. Mengajak teman-teman kecil, lingkungan untuk berkarya, dan tidak ada tekanan buat kami, karena konsepnya mengkreatifitaskan mereka. mengedukasikan skill mereka, kami tidak mengharuskan membuat apa atau apa. Tetapi secara ilmiah, teman-teman yang bimbing.”
Seorang Anak Sanggar Atap Alis  dan karya seni daur ulang  (Foto Dokumentasi Hardi Ahmad)
Seorang Anak Sanggar Atap Alis dan karya seni daur ulang (Foto Dokumentasi Hardi Ahmad)
Hardi ikut  menimpali.  “Saya mulai mengenalkan recycle instalation itu di sanggar pada ulang tahun ketiga, Atap Alis itu sendiri tahun 2009. Yang kemudian menjadi program, mingguan program belajar untuk anak-anak mengenai seni daur ulang. Bagaimana caranya membuat mainan dari sampah, kemudian temen-teman kecil di sanggar  menglutinya. Kemudian menjadi program mingguan,” terangnya.





Anak-anak itu kata Bucek tak dilatih untuk  menjadi seniman  yang terampil mengolah ragam produk daur ulang. “Hukum-Hukum feodal yang selalu kamu salah gitu lho. Nah kami coba untuk mengajak anak-anak kecil disini, berkomunikasi secara langsung, tidak ada batasan tetapi ada etika-etika budaya yang kami terapkan bagaimana dia berbicara yang sopan. Dan bagaimana dia berbicara untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran. Selama ini, kami bawa ke arah sana. Jadi kami tidak mengarahkan mereka harus jadi seniman, harus jadi ini tidak. Modal yang utama adalah kerangka berfikir itu saja buat kami. Ketika anak-anak itu berfikir kreatif dia tidak akan turun ke jalan. Itu yang kami usahakan selama ini,” jelasnya.

Setiap perhelatan pameran, anak-anak Sanggar Atap Alis selalu dilibatkan. Karya mereka misalnya pernah tampil di ajang Biennale 2012 atau Taman Ismail Marzuki, TIM Jakarta. Karya Mutiara bocah kelas lima SD misalnya, sempat diikut sertakan dalam The King of Wall di Grand Theater Jakarta 2011 silam.  “Gimana ya, ya kan itu dibuatnya dari sampah. Gimana sih kalau dibuat recycle gitu, jadi sampahnya kan biar semakin berkurang,” kata Mutiara.

tank, robot, kapal buatan hardi
tank, robot, kapal buatan hardi

Selain Mutiara, anak lainnya Upik serius menekuni seni instalasi daur ulang sampah.
KBR: “Kok bisa tertarik sama recycle instalation?”
Upik: “Awalnya seneng aja lihat om-omnya pada bikin.”
KBR: “ Dari kapan tuh”
Upik: “ Udah lama sih mbak, kira-kira dari tahun 2009-an lah.”

Kiprah Hardi Ahmad mengolah sampah menjadi ragam karya seni dan menularkan kepada generasi muda patut diacungi jempol.   “Arti penting mengolah sampah buat saya, mungkin kesadaran secara pribadi manusia yang hidup ya. Apalagi semacam kita orang-orang di kota. Hampir 30% aktifitasnya bersentuhan dengan sampah. Kalau saya sendiri punya fikiran bagaimana kita mengkombinasikan sampah untuk kemudian bisa digunakan kembali. Seperti contohnya yang saya lakukan ya. Akhirnya saya bisa mengenalkan kemada yeman-teman kecil, anak-anak khususnya ya. Bisa mengenalkan bahwasanya kita bisa mengolah sampah kita bisa membuat maninan itu sendiri, yang setiap hari ada di sekitar kita,” bebernya.
Jika mau berpikir kreatif,  sampah  bisa menjadi berkah.

(Nvy, Fik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar