Entri Populer

Kamis, 16 Agustus 2012

PENGELOLAAN LIMBAH PLASTIK DI INDONESIA: TANTANGAN, PELUANG DAN STRATEGI Oleh: Mohamad Yusman

I. PENDAHULUAN
Sebagai bahan yang karena sifat karakteristiknya mudah dibentuk, tahan lama (durable), dan dapat mengikuti trend permintaan pasar, plastik telah mampu menggeser kedudukan bahan-bahan tradisionil dimana permintaan dari tahun ke tahunnya selalu menunjukan peningkatan. Kebutuhan plastik di Indonesia per kapitanya yang mencapai sekitar 7 kg per kapita relatif masih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya yakni sekitar 20 kg/kapita, namun dengan jumlah penduduk yang sangat besar maka total kebutuhan plastik Indonesia mencapai 24% dari total ASEAN dan berada pada peringkat kedua setelah Thailand (33%) (gambar-1). Secara keseluruhan hingga tahun 2002 diperkirakan total kebutuhan polimer di Indonesia akan mencapai 1,9 juta ton.
Meningkatnya pasar dan produksi barang plastik tersebut telah memberikan sumbangan positif terhadap devisa negara. Namun disisi lain, plastik-plastik yang sudah tidak terpakai oleh masyarakat akan dibuang dan berubah menjadi sampah. Dari total konsumsi plastik yang sudah mendekati 2 juta ton pada saat ini diperkirakan 80% berpotensi menjadi limbah. Jika keberadaan sampah plastik tersebut dibiarkan terus menerus tanpa ada upaya dalam penanganannya maka sudah dapat dipastikan penumpukan limbah plastik akan menjadi masalah yang besar. Hal ini disebabkan sifat karakterisitik sampah plastik itu sendiri yang sulit diurai oleh mikroorganisme. Penumpukan sampah plastik yang akhirnya bermuara di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lambat laun akan memperpendek umur TPA itu sendiri.

Telah banyak upaya dilakukan dalam rangka penanganan limbah plastik ini, seperti substitusi sebagian bahan bakunya dengan menggunakan bahan yang mudah diperbaharui (renewable). Upaya ini sudah diterapkan di beberapa negara seperti Itali, India, Jepang dan lainnya yang dikenal sebagai plastik mampu urai (Environmentally Degradable Plastic/EDP). Di Indonesia berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi juga sudah mulai melakukan penelitian di bidang EDP ini seperti di ITB, P3FT LIPI, BBKKP maupun di BPPT sendiri. Sementara untuk limbah plastik yang non-degradable sementara ini dilakukan upaya pendaur ulangan sebagai salah satu cara untuk mengurangi tingkat laju timbulannya, hal ini ditandai dengan banyaknya industri daur ulang limbah plastik.

Keberadaan industri daur ulang limbah plastik di Indonesia telah memberikan nilai tambah bagi sebagain besar jenis sampah plastik dan mampu menciptakan suatu iklim usaha yang cukup menjanjikan serta mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar pula.
Laju kegiatan usaha daur ulang plastik yang telah banyak menyerap tenaga kerja disektor informal ini ditentukan oleh permintaan dan pemasokan terhadap pasar. Masuknya sampah plastik impor dari berbagai negara tetangga akan merusak stabilitas harga sehingga harga ditingkat pemulung akan jatuh ke level yang sangat rendah. Hal tersebut pernah dialami Indonesia hingga awal tahun 90-an hingga pada akhirnya pemerintah melalui Menteri Perdagangan mengeluarkan peraturan No. 349/Kp/XI/1992 tentang larangan impor sampah plastik masuk ke Indonesia.

II. SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PLASTIK
Plastik merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan untuk hampir seluruh peralatan rumah tangga maupun keperluan lainnya seperti atomotif dan sebagainya. Produk barang plastik selain sangat dibutuhkan oleh masyarakat juga mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan antara lain limbah dari proses produksi dan plastik-plastik bekas yang dibuang masyarakat. Bahan-bahan plastik bekas tersebut cukup sulit untuk dikendalikan sebagai contoh pembakaran plastik seperti PVC dapat menimbulkan asap yang mengandung HCl sedangkan plastik bekas yang tidak terpakai akan menimbulkan masalah dalam penimbunan sampah akhir karena plastik tidak dapat membusuk sehingga mengurangi efisiensi penimbunan sampah. Sampah plastik merupakan mayoritas komponen sampah yang mudah ditemui di sungai dan di bantaran sungai.

Plastik bekas adalah semua plastik yang berasal dari semua jenis barang yang terbuat dari plastik yang sudah tidak digunakan lagi. Sebagian besar dari plastik bekas ini banyak terdapat di dalam sampah yang dibuang oleh masyarakat juga di bantaran sungai. Plastik bekas berdasarkan jenisnya dapat dikelompok-kelompokkan, yaitu plastik bekas yang dapat digunakan kembali hanya dengan mencucinya dengan sabun dan air saja, tetapi ada jenis plastik bekas yang harus dihancurkan atau dibuat bahan baku yang berbentuk pelet/butiran, selain itu ada pula plastik bekas yang sudah tidak dapat digunakan lagi, plastik jenis ini biasanya plastik yang berasal dari plastik dari pemanfaatan kembali atau plastik yang sudah berulang kali penggunaannya.

Jenis plastik bekas yang dapat dimanfaatkan kembali dengan cara dicuci dengan air dan sabun antara lain botol dan alat pengemas lainnya yang berwarna putih transparant, seperti botol cuka, kemasan sabun cream, botol aqua dan lain sebagainya. Barang-barang plastik bekas yang dapat digunakan sebagai bahan baku dengan pengolahan lebih dahulu sebetulnya cukup banyak, hampir semua jenis peralatan rumah tangga yang terbuat dari plastik dapat diolah kembali dengan cara dikelompokkan berdasarkan jenis plastiknya dan warnanya, karena warna biasanya dapat menunjukkan apakah plastik tersebut masih dapat digunakan kembali.
Secara garis besar sistem pengelolaan limbah plastik saat ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Jika ditinjau proses produksi plastik dari hulu hilir, maka keseluruhan sistem plastik terdiri dari beberapa subsistem yang saling berkaitan yaitu :subsistem bahan baku primer yang merupakan proses penyiapan bahan baku plastik yang diambil dari minyak bumi (sumber daya alam) sampai diperoleh bahan baku primer berupa bijih plastik asal (virgin),subsistem proses produksi yang merupakan proses pembuatan produk plastik,Subsistem pengelolaan sampah plastik merupakan satu kesatuan dengan sistem pengelolaan sampah kota karena sampah plastik merupakan salah satu komponen sampah kota. Subsistem ini terdiri dari proses timbulnya sampah plastik, sistem pengumpulan dan pengangkutan serta sistem pembuangan akhirnya.Subsistem daur ulang plastik terdiri dari proses pengumpulan sampah plastik yang dapat didaur ulang oleh pemulung, proses pengolahan yang saat ini hanya dilakukan pemilahan jenis plastik, penggilingan sekaligus pencucian, dan pengeringan serpih plastik yang kemudian dikemas dan dikirim ke pabrik plastik sebagai bahan baku sekunder.Secara rinci, sistem daur ulang sampah plastik di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.
Sampah plastik yang terbuang di lingkungan akan secara tidak langsung merusak ekosistem melalui (1) sumbatan pada sistem saluran air yang menyebabkan sedimentasi dan banjir, (2) merusak lahan subur seperti hutan mangrove karena keberadaan sampah plastik menutupi permukaan dan mengurangi sistem pengudaraan, dan (3) karena sifatnya yang tidak dapat membusuk, akan mengurangi kapasitas lahan pembuangan akhir sampah. Untuk mengurangi sampah plastik dapat dilakukan upaya penggunaan kembali (Reuse), pengolahan untuk bahan baku sekunder produk plastik lain (Recycle), dan penggunaan untuk produk sama sekali lain misalnya bahan kimia/monomer dan energi (Revovery), yang dikenal dengan 3 R.
Selain itu, pengurangan sampah plastik dapat dilakukan dengan :
  • Subtitusi bahan baku – mengganti unsur/bahan produk dengan bahan yang mudah di daur ulang, tidak membutuhkan energi banyak, dll.
  • Pengurangan limbah – mengurangi jumlah produk atau pembungkusnya, sehingga mengurangi jumlah limbah per unit produksi.
  • Perpanjangan daur hidup – memperpanjang umur produk dan komponen-komponennya dapat mengurangi terbentuknya limbah.
  • Kemudahan untuk dapat dipisahkan dan bongkar pasang – kemudahan pemisahan dan pemanfaatan bahan menggunakan teknik tertentu sehingga setiap bagian mudah terpisahkan dan di daur ulang.
  • Daur ulang – menjamin kandungan produk dan buangan produk untuk dapat didaur ulang.
  • Mudah dalam pembuangan – menjamin bahwa bahan-bahan yang tidak dapat di daur ulang dapat dibuang dengan aman dan efisien.
  • Mudah digunakan kembali – memaksimalkan seluruh komponen produk dapat di manfaatkan, diperbaharui dan digunakan kembali.
  • Remanufaktur – memungkinkan pemanfaatan hasil-hasil pasca industri atau pasca penggunaan dapat digunakan sebagai bahan baku sekunder untuk proses lainnya.
III. ASPEK-ASPEK
Aspek-aspek yg diperkirakan mempengaruhi sistem pengelolaan sampah plastik antara lain :

1. Aspek teknologi.
Untuk saat ini, teknologi yang banyak digunakan dalam pengolahan sampah plastik hanyalah teknologi pencucian, penghancuran sampah plastik dan teknolgi pembuatan bijih plastik. Teknologi tersebut digunakan hanya untuk proses daur ulang jenis sampah plastik tertentu. Plastik yang terbuang sebagai sampah seperti plastik lembaran bekas kemasan makanan anak-anak belum dapat tertangani dan memenuhi lahan pembuangan akhir dan badan air. Sampah jenis ini dapat diolah untuk produk baru melalui teknologi pelelehan (ekstrusi). Aspek teknologi merupakan hal yang cukup penting dalam sistem pengelolaan sampah plastik. Sampai saat ini teknologi pemusnahan sampah plastik yang efisien dan aman masih sangat sedikit. Teknologi pemusnahan yang paling umum dilakukan adalah membakar sampah plastik berikut sampah lainnya sehingga terurai menjadi unsur-unsur CO, CO2, H2O, dan polutan lain yang terbawa asap hasil pembakaran dan teknologi ini dianggap sangat mempunyai risiko pada pencemaran lingkungan terutama udara.

Upaya lain dalam penanganan sampah plastik adalah dengan cara penimbunan tanah atau yang dikenal dengan sanitary landfill. Cara ini banyak dilakukan yakni dengan memasukan limbah plastik yang masih kurang diminati untuk didaur ulang bersamaan dengan sampah padat lainnya kedalam tanah kemudian ditimbun dengan tanah. Penimbunan dengan cara ini tentunya memerlukan berbagai persyaratan agar tidak menimbulkan permasalahan baru.

Cara daur ulang plastik (recycling) sudah banyak dilakukan di Indonesia dimana pada umumnya sampah plastik yang berasal dari berbagai sumber diproses dengan cara penggilingan dan pelelehan kemudian dibentuk menjadi berbagai macam produk. Berikut beberapa jenis sampah plastik yang banyak didaur ulang beserta produk yang dihasilkannya.
Pirolisis merupakan upaya lain dalam mendaur ulang sampah plastik, namun belum banyak dilakukan di Indonesia. Cara ini merupakan cara dekomposisi fisik maupun kimiawi dengan menggunakan panas tanpa adanya oksigen. Melalui cara ini plastik akan terdekomposisi menjadi molekul yang lebih kecil atau monomernya. Berikut beberapa cara pirolisis yang sudah dikembangkan di negara lain:

Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi keberadaan dan memanfaatkan sampah plastik adalah pembakaran dengan menggunakan tungku (incinerator) serta memanfaatkan panas hasil pembakaran tersebut menjadi sumber enerji. Pada umumnya plastik memiliki nilai panas (heating value) lebih tinggi dari sampah lain, sekitar 2 hingga 4 kalinya. Dengan demikian maka pemanfaatan enerji dari hasil pembakaran sampah plastik merupakan alternatif yang patut dipertimbangkan. Namun perlu digarisbawahi bahwa cara pembakaran ini apabila tidak dirancang dengan benar maka akan menimbulkan permasalahan baru. Sebagai contoh pembakaran PVC akan menghasilkan asam HCl dan pembakaran urethanes menghasilkan HCN. Disamping itu, pembakaran yang kurang sempurna akan menghasilkan jelaga. Dibandingkan dengan pembakaran sampah biasa, pembakaran sampah plastik memerlukan 3 hingga 10 kali udara pembakar. Behan pencemar lain yang akan timbul sebagai akibat dari pembakaran sampah plastik adalah air atau bahan kimia lain yang berfungsi menangkap senyawa asam. Air yang digunakan untuk menangkap HCl dari hasil pembakaran akan menjadi asam dan harus diberi perlakuan terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan sungai.

Alternatif lain dalam rangka mengurangi keberadaan sampah plastik adalah dengan cara mengurangi penggunaan barang-barang berbahan baku plastik atau menggantinya dengan barang yang non-plastik. Salah satu contohnya adalah mensubstitusi bahan plastik dengan bahan yang mudah diurai dan dihancurkan oleh lingkungan seperti bahan-bahan environmentally degradable polymers (EDPs). Penggunaan EDPs ini sekarang sudah mulai diterapkan di beberapa negara seperti Italy, Korea, dan India.

2. Aspek kelembagaan
Aspek kelembagaan meliputi instansi dan organisasi yang khusus menangani sampah plastik khususnya dan barang plastik pada umumnya. Kelembagaan mempunyai fungsi yang penting dalam mengeluarkan sistem pengelolaan sampah plastik secara menyeluruh dan komprehensif termasuk didalamnya penerbitan peraturan yang berkaitan dengan sistem pengelolaan sampah plastik pada khususnya dan plastik pada umumnya. Sampai saat ini, instansi yang terkait dengan sistem pengelolaan sampah plsatik adalah Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang mengatur secara langsung sistem pengelolaan plastik dari bahan baku sampai ke produk. Kementerian Lingkungan Hidup mempunyai tugas dan fungsi dalam pengelolaan lingkungan hidup termasuk berbagai dampak yang ditimbulkan akibat proses pembuatan plastik dan produk barang plastik yang sudah tidak terpakai dan dibuang ke lingkungan. Pemerintah Daerah cq. Dinas Kebersihan merupakan instansi terdepan dalam pengelolaan sampah plastik dalam sistem pengelolaan sampah kota.

3.  Aspek kebijakan/peraturan perundang-undangan
Aspek pengaturan merupakan kumpulan peraturan yang mengatur sistem pengelolaan sampah plastik. Aspek pengaturan dapat dimulai dari penggunaan sumber daya alam untuk bahan baku plastik sampai pengelolaan sampah plastik. Dalam hal sampah plastik, baru peraturan S.K Menteri Perdagangan No. 349/Kp/XI/1992 tentang larangan impor sampah plastik ke Indonesia yang berkaitan langsung dengan sampah plastik. Dalam prinsip dasar pencemaran lingkungan akibat buangan bahan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, maka ada prinsip yang menyatakan bahwa pembuang limbah yang merusak lingkungan harus menanggung beban biaya yang ditimbulkan (polluter’s pay principle). Pengaturan ini dapat saja diterapkan di Indonesia sehingga perusahaan pembuat produk plastik dapat beramai-ramai iuran untuk membantu pengelolaan sampah plastik sehingga tidak mencemari lingkungan. Searah dengan sudah berjalannya sistem daur ulang plastik di masyarakat secara luas, maka peraturan yang mengatur mengenai sistem ini sebaiknya segera dipikirkan. Misalnya (1) pemberian label jenis plastik pada semua produk plastik yang dapat di daur ulang sehingga memudahkan pengumpulan oleh para pemulung, (2) pengaturan proses pengambilan sampah plastik di sumber-sumber sampah oleh pemulung, dan (3) pengaturan mengenai usaha daur ulang sampah plastik yang sebaiknya mendapat dukungan dari Pemerintah sebagai mitra dalam upaya pelestarian lingkungan, (4) posisi tawar antara pemulung dan pengusaha daur ulang, (5) mengintegrasikan kegiatan pengolahan limbah plastik kedalam sistem pengelolaan sampah keseluruhan.

4.  Aspek ekonomi
Daur ulang sampah plastik terutama dari jenis plastik keras seperti LDPE, HDPE, PP, dan lain-lain sudah tidak dapat disangkal lagi mempunyai prospek ekonomi yang baik. Prospek tersebut dapat dilihat dari banyaknya pemulung yang terlibat dalam proses daur ulang plastik, besarnya pasar yang membutuhkan plastik daur ulang sebagai bahan baku sekunder, dan sulitnya memperoleh sampah plastik untuk industri daur ulang pada tahun terakhir ini. Sebagai contoh Jakarta merupakan ibu kota negara dan kota metropolitan yang terbesar di Indonesia tidak luput dari masalah penanganan sampah. Dengan penduduk kota sebanyak 9 juta jiwa, Jakarta harus mengelola sebanyak 21.000 m3 sampah per hari atau setara dengan 5.000 ton per hari. Jika komposisi sampah plastik mencapai 7 % dan diserap oleh pemungut barang bekas 50% saja maka jumlah plastik yang diproses kembali sekitar 175 ton per hari. Maka jika pasaran harga per kilogram plastik Rp. 500,-, uang yang berputar dalam bisnis daur ulang plastik ini dapat mencapai sekitar 80 juta rupiah per hari atau 2,4 milyard rupiah per bulan setara dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 4.000 tenaga kerja dengan upah rata-rata Rp. 600 ribu per bulan.

Disisi lain, untuk memusnahkan plastik yang tidak mempunyai pasar daur ulang seperti produk kemasan dan kantung-kantung plastik yang banyak digunakan di supermarket, mall, dan lain sebagainya, diperlukan biaya yang cukup mahal mulai dari penelitian awal sampai implementasi peralatan. Teknologi ekstrusi (pelelehan) yang dapat memproses segala jenis plastik dan menghasilkan produk untuk genting, bangku taman, dan sebagainya yang diperkenalkan oleh salah satu perusahaan asing, kemungkinan dapat menjadi salah satu teknologi pemusnahan plastik kemasan, akan tetapi memerlukan biaya cukup besar. Dalam kasus seperti ini, maka Pemerintah dan pengusaha sebaiknya bekerja sama untuk menciptakan suatu mekanisme tataniaga plastik dan limbah plastik mulai dari produsen hingga konsumen. Mekanisme tersebut akan memberikan peluang kesempatan kerja terutama bagi mereka yang berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian.

5.  Aspek peran serta masyarakat
Peran serta masyarakat sangat penting peranannya dalam sistem pengelolaan sampah plastik. Di beberapa negara maju, masyarakat sudah terbiasa tidak menggunakan kantung plastik untuk membawa barang yang dibeli dari super market atau mall. Mereka telah menyadari dampak buruk yang diakibatkan oleh pembuangan maupun pembakaran sampah plastik. Dengan demikian, buangan sampah plastik dari jenis kantung dan kemasan dapat banyak terkurangi. Dalam penggunaan sehari-hari, masyarakat dapat membantu lingkungan dari pencemaran barang plastik bekas seperti (1) menggunakan produk plastik yang sudah tidak dipakai untuk kegunaan lainnya misalnya bekas-bekas ember untuk pot tanaman dan sebagainya. (2) membiasakan membawa keranjang untuk berbelanja, dan (3) tidak membeli barang dengan kemasan plastik yang tidak dapat didaur ulang (4) memilah sampah plastik mulai dari sumbernya.

Dalam kinerja sistem pengelolaan sampah plastik, maka aspek-aspek diatas perlu dimasukkan dalam pengkajian dari setiap subsistem. Pemilihan teknologi juga berkaitan sangat erat dengan aspek lainnya. Sebagai contoh, dalam memilih teknologi untuk pengolah kembali sampah plastik yang setidaknya dapat menghambat plastik menjadi sampah, maka aspek ekonomi merupakan hal yang perlu dipertimbangkan lebih dahulu. Apapun teknologi yang dipilih jika produknya tidak mempunyai pasar yang baik, maka teknologi ini tidak sustainable artinya tidak dapat berkembang dengan baik di mayarakat.

IV. AGENDA BERSAMA
Kaitannya dengan lembaga internasional, BPPT bekerjasama dengan The International Center for Science and High Technology (ICS-UNIDO) berencana mendirikan mini plant untuk daur ulang limbah plastik maupun EDP untuk jenis produk plastik yang selama ini kurang diminati untuk didaur ulang. Diharapkan kerjasama ini dapat melibatkan berbagai fihak/instansi dan perguruan tinggi yang selama ini telah dan sedang melakukan kajian dan penelitian terhadap daur ulang plastik maupun EDP.
Peran masing-masing institusi/instansi harus disesuaikan dengan tugas dan fungsi pokok dari institusi/instansi tersebut. BPPT dan instansi lain yang berkecimpung dalam pengkajian teknologi akan memfokuskan diri pada aspek teknologi. Demikian juga dengan instansi/institusi lain akan memfokuskan sesuai dengan tugas dan fungsi pokok mereka.

VI. PENUTUP
Peningkatan penggunaan plastik disatu sisi telah mendatangkan manfaat yang cukup besar serta memberikan sumbangan positif terhadap devisa negara, namun disisi lain karena sifat yang sulit diurai oleh lingkungan maka produk plastik yang sudah menjadi sampah akan menimbulkan masalah baru. Namun demikian, keberadaan sampah plastik di Indonesia pada umumnya justru telah menciptakan iklim usaha yang menguntungkan serta dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar melalui upaya daur ulang plastik.
Karena upaya daur ulang plastik ini memiliki potensi yang cukup besar dan menguntungkan bagi lingkungan karena telah dapat mengurangi keberadaannya maka perlu dilakukan sistim pengelolaan sampah plastik yang benar serta melibatkan berbagai aspek yang saling terkait satu sama lainnya. Aspek-aspek dimaksud adalah Aspek teknologi, kelembagaan, pengaturan, ekonomi, dan aspek peran serta masyarakat.

Alternatif lain dalam rangka mengurangi keberadaan sampah plastik adalah dengan cara mengurangi penggunaan barang-barang berbahan baku plastik atau menggantinya dengan barang yang non-plastik. Substitusi bahan plastik dengan bahan yang mudah diurai dan dihancurkan oleh lingkungan seperti bahan-bahan environmentally degradable polymers (EDPs) sekarang sudah mulai diterapkan di beberapa negara seperti Italy, Korea, dan India. Di Indonesia upaya tersebut masih dalam taraf percobaan skala laboratorium. Untuk melangkah kearah pilot plant dan skala industri maka diperlukan kerjasama, baik dengan mitra Indonesia sendiri maupun dengan fihak luar seperti ICS-UNIDO, Univ. of Pisa Italy, dan sebuah perusahaan swasta China.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar