Entri Populer

Kamis, 16 Agustus 2012

Solusi Mengolah Sampah Perkotaan dengan Teknologi MBT oleh Vien Dimyati

Penggunaan teknologi dalam mengolah sampah di DKI Jakarta, tampaknya sudah semakin mendesak. Mengingat sampah di DKI Jakarta semakin hari semakin meningkat. Dalam mengurangi limbah sampah di Jakarta, pemerintah memfokuskan pengolahan sampah di dalam kota yakni dengan mengoperasikan Intermediate Treatment Facility (ITF).

Ketua Pusat Kajian Persampahan Indonesia (PKPI), Sodiq Suhardiyanto mengatakan tempat pengolahan sampah atau ITF ini pertama kali ditempatkan di Cakung Cilincing. ITF Cakung ini bekerja dengan menerapkan teknologi Mechanical Biological Treatment (MBT).
“Di mana sampah anorganik di daur ulang dan sampah organiknya difermentasi untuk menghasilkan bahan bakar pembangkit listrik atau sumber bahan bakar gas (BBG),” kata Sodiq kepada Jurnal Nasional, saat dihubungi, di Jakarta, Minggu (21/8).

Dengan mulai beroperasinya ITF cakung ini, lanjut pria yang bekerja sebagai CDM Project Special Advisor, PT Gikoko Kogyo Indonesia, ini menjelaskan tentunya ITF Cakung akan bisa mengurangi ketergantungan Pemerintah Provinsi DKI terhadap TPST Bantar Gebang, bahkan kedepannya pemerintah juga telah menyiapkan proses pembangunan TPST dalam kota atau ITF, yakni ITF Sunter dan Marunda.
“Ini merupakan ide murni saya. Sudah dua tahun saya memperjuangkan ide ini. Saya yakin langkah ini akan baik untuk lingkungan Kota Jakarta yang penuh sesak dengan tumpukan sampah,” katanya.
Menurutnya, di negara Jerman, sejak 1994-1995, TPA sudah tidak boleh digunakan, karena dalam perkembangannya membakar sampah memang sudah tidak diizinkan lagi. Maka itu, teknologi MBT ini sangat cocok untuk daerah tropis seperti Kota Jakarta.

Ia menambahkan, tujuan utama dari kegiatan Jasa Pengalahan Sampah ITF Cakung Cilincing adalah mengurangi beban TPST Regional, serta mengurangi kemacetan akibat banyaknya ritasi kendaraan pengangkut sampah.
Selain itu, kata dia, mitra swasta/pihak ketiga penyedia jasa pengolahan sampah disyaratkan memiliki dan berkemampuan mengelola fasilitas ITF yang dapat mereduksi sampah minimal sampai 85-90 persen, sehingga hanya 10-15 persen residu pengolahan yang dibuang ke TPST Regional atau diolah di tempat sehingga tidak ada residu pengolahan (zero waste).
“MBT adalah suatu teknologi modern yang ramah lingkungan yang dapat mereduksi sampah melalui pemilahan, pencacahan, daur ulang, refuse derived fuel (RDF), kompos dan energi listrik atau bahan bakar gas (BBG),” katanya.

MBT Plant di ITF Cakung Cilincing terdiri dari Pengomposan dan Dry Anaerobic Digester yang saling terintegrasi dalam dua fase. Fase pertama adalah proses perkolasi dalam Anaerobic Digester (AD), sedangkan fase kedua adalah proses pengomposan aerobik pada modul yang sama sehingga dapat menekan bau karena proses aerasi pengomposan diproses dalam modul yang kedap udara.
“Fase pengomposan ini dilakukan dari 1 Agustus 2011 sampai 31 Desember 2011, sedangkan dari 1 Januari 2012 sampai 30 Juni 2012 sistem dikembangkan dengan Dry Anaerobic Digestion and Composting dengan teknologi dari Aikan (Perusahaan PMA Denmark),” katanya.

Ia memaparkan, kapasitas penampungan sampah di ITF Cakung Cilincing hingga akhir Desember 2011 sekitar 400 ton per hari. Pada Januari-Juli 2012, kapasitasnya akan meningkat sampai 600 ton per hari dan setelah Juli 2012, kapasitasnya akan dioptimalkan menjadi 1.300 ton per hari. “Baru setelah dua tahun kemudian, kapasitasnya akan ditingkatkan menjadi 1.500 ton. Hal ini harus dilakukan secara bertahap,” katanya.

Ia melanjutkan, ITF Cakung Cilincing yang berdiri di lahan seluas 7,5 hektare ini berkapasitas penuh mengolah sampah sebanyak 1.300 ton per hari dan mampu menghasilkan energi listrik mencapai 4,95 MW atau dapat menghasilkan BGG sebanyak 445.699 MMBTU, ketika beroperasi penuh pada tahun 2012.
“Diharapkan dengan pembangunan ITF ini konsep ‘Jakarta Menuju Waste to Energy’ bisa terwujud,” katanya.Mengolah sampah menjadi bernilai ekonomis saat ini sudah tidak sulit dilakukan. Pasalnya saat ini Pemerintah sedang mengembangkan sistem Mechanical Biological Treatment (MBT). Sebuah teknologi mutakhir yang ramah lingkungan. Khususnya dalam pengelolaan sampah di perkotaan. Sampah yang menumpuk di Kota Jakarta tidak lagi dibakar melainkan dapat diolah sedemikian rupa.

Ketua Pusat Kajian Persampahan Indonesia (PKPI), Sodiq Suhardiyanto, di Jakarta, Senin, (22/8) mengatakan bahwa konsep mengelola sampah saat ini di perkotaan harus berdasar pada pemikiran bahwa sampah harus dikelola secara modern dan ramah lingkungan. “Tidak lagi dalam bentuk penumpukan (open dumping) atau dibakar sembarangan yang dampaknya mengganggu lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar,” kata Sodiq.
Menurut dia, pengelolaan yang baik membuat sampah tetap memiliki nilai ekonomis, baik untuk didaur ulang maupun diubah menjadi bentuk lain menjadi bahan yang bisa digunakan. Dengan konsep MBT maka sampah bisa didaur ulang dalam produk MRF (Material Recycling Facility) seperti daur ulang plastik, RDF (Refused Derived Fuel), dan bahan lainnya (kaca, kayu, logam).

Selain itu, lanjutnya, dengan konsep ini sampah juga bisa diuubah menjadi listrik ataupun BBG dan bisa juga menghasilkan carbon credit yang bermanfaat dalam menekan pengurangan CO2. “Dengan begini maka akan bisa mengurangi pemanasan global. Dengan begitu sampah tak lagi dipandang sinis bagi masyarakat luas, tetapi dipandang menjadi lebih positif,” jelasnya.
Dengan demikian pengelolaan sampah menjadi sesuatu yang bisa dikerjakan bersama baik oleh pemerintah, masyarakat, juga untuk para investor.

Sementara itu, kata dia, jika sampah masih dikelola dengan paradigma lama yaitu TPA (landfill) maka sampah hanya akan ditumpuk dan setelah penuh (kapasitas maksimal) maka harus dibutuhkan lahan baru, sehingga dalam jangka panjang justru akan berdampak negatif terhadap aspek lingkungan maupun sosial.
“Hal ini tentunya berbeda dengan MBT yang tidak memerlukan tambahan lahan karena di sana dibangun pabrik pengolahan sampah, tidak sekadar tempat penumpukan sampah saja. Salah satu kekurangan dari TPA selain membutuhkan lahan yang lebih luas, juga berpotensi menimbulkan pencemaran (bau). Selain itu dari sisi kemanfaatan ekonomi juga kurang, sebab sampah hanya bisa dikonversi menjadi listrik saja,” katanya.

Ia juga menjelaskan secara umum perbandingan luas lahan dan produk yang dihasilkan MBT lebih menguntungkan dibandingkan dengan TPA. Dengan kapasitas 1.500 ton per hari, dengan menggunakan MBT, luas lahan yang dibutuhkan hanya 12 Ha sementara itu dengan TPA, kapasitas 1.500 Ton harus menggunakan 50 ha lahan. “Dengan sistem MBT, kebutuhan lahan tidak akan bertambah karena sebagai pabrik pengolahan. Tapi kalau TPA dibutuhkan lahan baru jika kapasitas TPA sudah penuh,” katanya.
Penggunaan teknologi dalam mengolah sampah di DKI Jakarta, ke depannya nanti semua akan menggunakan konsep MBT dengan menggunakan konsep Intermediate Treatment Facility (ITF). MBT adalah suatu teknologi modern yang ramah lingkungan yang dapat mereduksi sampah melalui Pemilahan, Pencacahan, Daur Ulang, Refuse Derived Fuel (RDF), Kompos dan Energi Listrik atau Bahan Bakar Gas (BBG) (baca bagian 1).

MBT Plant di ITF Cakung Cilincing terdiri dari Pengomposan dan Dry Anaerobic Digester yang saling terintegrasi dalam dua fase. Fase pertama adalah proses perkolasi dalam Anaerobic Digester (AD). Sedangkan fase kedua adalah proses pengomposan aerobik pada module yang sama sehingga dapat menekan bau karena proses aerasi pengomposan diproses dalam module yang kedap udara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar