BERITAJAKARTA.COM — 20-06-2010 19:18
Sampah masih menjadi persoalan serius di DKI Jakarta yang butuh perhatian khusus. Saat ini saja, volume sampah di DKI sudah mencapai 6.500 ton sampah per hari dan diprediksi mengalami kenaikan setiap tahun sekitar 5 persen. Bahkan pada 2030, volume sampah diprediksi mencapai 9 ribu ton per hari. Berpijak dari kondisi riil ini, Pemprov DKI melakukan pembenahan pengelolaan sampah, salah satunya merancang masterplan penanganan sampah hingga 20 tahun ke depan sehingga sampah tidak mencemari lingkungan, melainkan jusrtu dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos dan energi listrik.
Masterplan penanganan dan pengelolaan sampah nantinya dibagi dalam dua wilayah layanan yakni, timur dan barat dengan membangun lima Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di dua kawasan tersebut. “Masterplan penanganan dan pengelolaan sampah sudah dibuat hingga 20 tahun ke depan. Kalau sekarang baru 6 ribu ton per hari, diperkirakan tahun 2020 sampah mencapai 7.200 ton pe hari dan tahun 2030 akan mencapai 9 ribu ton per hari. Ini dengan perkirakan setiap tahun volume sampah akan naik 5 persen,” kata Eko Bharuna, Kepala Dinas Kebersihan DKI di Jakarta, Minggu, (20/6).
Masterplan ini masih dalam tahap kajian dan segera dituangkan dalam bentuk dokumen resmi Pemprov DKI. Isi masterplan itu menyatakan wilayah layanan Timur, sampah akan dibuang dan dikelola di TPST Bantargebang, Bekasi dan TPST Ciangir, Tangerang. Rencananya, dua TPST ini akan mampu menampung volume sampah hingga 6 ribu ton per hari. Rinciannya, TPST Bantargebang akan menampung 4.500 ton per hari dan TPST Ciangir akan menampung 1.500 ton per hari sampah Jakarta. Sedangkan 1.500 ton per hari lainnya dari sampah Kota Tangerang dan sekitarnya.
Sedangkan untuk wilayah layanan Barat, Pemprov DKI akan membangun tiga intermediate treatment facilities (ITF) yang berbentuk TPST dalam kota. TPST ini akan menangani sampah-sampah di dalam kota dengan kapasitas seluruhnya 3 ribu ton per hari. Tiga TPST tersebut yaitu TPST Cakung Cilincing, TPST Sunter, dan TPST Marunda di Jakarta Utara dengan masing-masing mampu menampung 1.000 ton per hari per TPST.
“Dengan adanya lima TPST tersebut, dalam 20 tahun ke depan atau hingga 2030, Kota Jakarta mampu mengakomodir volume sampah mencapai 9 ribu ton per hari. Semua sampah kita olah menjadi listrik, pupuk, atau kompos. Masterplan kita harapkan bisa selesai tahun ini,” ujarnya.
Eko memaparkan dari lima TPST tersebut, baru satu TPST yang telah berfungsi penuh, yaitu TPST Bantargebang yang sudah beroperasi sejak tahun 1989, dan baru diperbarui kontrak pengelolaannya dengan PT Godang Tua Jaya pada Desember 2008 lalu. Saat ini, TPST Bantargebang telah menampung 6 ribu ton per hari, dan setelah TPST Ciangir selesai dibangun pada tahun 2012, maka kapasitas penampunan sampah di TPST Bantargebang akan dikurangi menjadi 4.500 ton per hari.
Sampah di TPST tersebut juga telah diolah menghasil listrik sebesar 2 megawatt (MW). Direncanakan daya listrik hasil olahan gas metan sampah itu akan ditingkatkan terus menerus hingga mencapai 4 MW pada tahun 2010, meningkat 11 MW pada tahun 2011 dan terakhir menghasilkan 26 MW pada 2016. Listrik ini akan dijual ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) Bekasi untuk kebutuhan warga Bekasi. Tidak hanya itu, sampah juga diolah menjadi pupuk kompos dan sebagian dijadikan bijih plastik.
Luas lahan TPST Bantargebang sekitar 150 hektar, yang terdiri dari 110 hektar milik Pemprov DKI Jakarta dan 40 hektar milik pengelola. Rencananya, di lahan milik pengelola ini yang akan didirikan sarana rekreasi. Selain dijadikan tempat wisata, kawasan ini nantinya akan dijadikan Pusat Studi Pengelolaan Sampah (PSPS). Wisatawan akan diajak berekreasi sambil belajar bagaimana mengelola sampah.
Sementara TPST Ciangir sudah ditandatangani memorandum of understanding (MoU) antara Pemprov DKI dengan Pemerintah Kota Tangerang pada Agustus 2009. MoU ini akan berakhir pada Agustus 2010, namun hingga saat ini belum ada kemajuan dari MoU tersebut terkait dengan pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS). “Masih ada kendala, karena banyak kepentingan dalam pemilihan teknologi pengolahan sampah. Kalau masalah sosial dan masyarakat sudah selesai,” jelas Eko.
Namun Dinas Kebersihan menargetkan pelaksanaan lelang tetap bisa dilaksanakan tahun ini. Kegiatan fisiknya sendiri ditargetkan bisa dimulai tahun depan, sehingga dalam dua tahun sejak pembangunan, TPST seluas 98 hektar itu sudah bisa beroperasi. Untuk percepatan pembangunan itu, Pemprov DKI sudah menggandeng konsultan independen yakni Clinton Climate Iniciative (CCI) untuk menelaah dampak lingkungannya. CCI menawarkan teknologi ramah lingkungan yang tidak mahal yaitu adanya bunker kedap air untuk menampung sampah, kemudian gas metan dan limbah cair sampah langsung disedot untuk diolah. “Investasinya sekitar Rp 700 miliar. Tapi kalau hingga Agustus 2010, PKS TPST Ciangir belum terealisasi, Pemprov DKI akan lebih memprioritaskan pembangunan 3 TPST dalam kota,” paparnya.
Salah satu dari TPST dalam kota yang akan dibangun adalah di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda, Jakarta Utara. Di kawasan tersebut telah tersedia lahan seluas 12 hektar dari total luas lahan 76 hektar. Dari lahan seluas 12 hektar tersebut, TPST Marunda akan dibangun terintegrasi dengan pengelolaan air limbah cair dari kapal-kapal yang akan berlabuh dan pengelolaan air bersih. Pembangunan TPST ini akan sinergi dengan rencana pembangunan Pelabuhan Internasional Ali Sadikin di KEK Marunda sebagai pelabuhan penunjang Pelabuhan Tanjungpriok.
Dua TPST dalam kota lainnya yang akan dibangun yaitu TPST Cakung Cilincing dan TPST Sunter, Jakarta Utara. TPST Cakung Cilincing direncanakan dapat menampung volume sampah sebanyak 1.000 ton per hari. TPST ini merupakan milik swasta murni yang akan bekerja sama dengan perusahaan pengolahan sampah terbesar di Singapura, Keppel Land yang mendirikan perumahan di Sentra Timur Jakarta. “TPST Cakung Cilincing sudah beroperasi, namun hanya mampu menampung 300 ton per hari. Sampah dibakar dan dijadikan kompos,” beber Eko.
Sedangkan TPST Sunter merupakan milik Pemprov DKI Jakarta yang juga direncanakan dapat menampung sampah sebanyak 1.000 ton per hari. Saat ini, TPST Sunter sudah digunakan untuk memadatkan sampah, kemudian dibawa dengan kendaraan kapsul untuk dibuang ke TPST Bantargebang. Ke depan, sampah di TPST ini akan diolah juga menjadi kompos.
Masterplan penanganan dan pengelolaan sampah nantinya dibagi dalam dua wilayah layanan yakni, timur dan barat dengan membangun lima Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di dua kawasan tersebut. “Masterplan penanganan dan pengelolaan sampah sudah dibuat hingga 20 tahun ke depan. Kalau sekarang baru 6 ribu ton per hari, diperkirakan tahun 2020 sampah mencapai 7.200 ton pe hari dan tahun 2030 akan mencapai 9 ribu ton per hari. Ini dengan perkirakan setiap tahun volume sampah akan naik 5 persen,” kata Eko Bharuna, Kepala Dinas Kebersihan DKI di Jakarta, Minggu, (20/6).
Masterplan ini masih dalam tahap kajian dan segera dituangkan dalam bentuk dokumen resmi Pemprov DKI. Isi masterplan itu menyatakan wilayah layanan Timur, sampah akan dibuang dan dikelola di TPST Bantargebang, Bekasi dan TPST Ciangir, Tangerang. Rencananya, dua TPST ini akan mampu menampung volume sampah hingga 6 ribu ton per hari. Rinciannya, TPST Bantargebang akan menampung 4.500 ton per hari dan TPST Ciangir akan menampung 1.500 ton per hari sampah Jakarta. Sedangkan 1.500 ton per hari lainnya dari sampah Kota Tangerang dan sekitarnya.
Sedangkan untuk wilayah layanan Barat, Pemprov DKI akan membangun tiga intermediate treatment facilities (ITF) yang berbentuk TPST dalam kota. TPST ini akan menangani sampah-sampah di dalam kota dengan kapasitas seluruhnya 3 ribu ton per hari. Tiga TPST tersebut yaitu TPST Cakung Cilincing, TPST Sunter, dan TPST Marunda di Jakarta Utara dengan masing-masing mampu menampung 1.000 ton per hari per TPST.
“Dengan adanya lima TPST tersebut, dalam 20 tahun ke depan atau hingga 2030, Kota Jakarta mampu mengakomodir volume sampah mencapai 9 ribu ton per hari. Semua sampah kita olah menjadi listrik, pupuk, atau kompos. Masterplan kita harapkan bisa selesai tahun ini,” ujarnya.
Eko memaparkan dari lima TPST tersebut, baru satu TPST yang telah berfungsi penuh, yaitu TPST Bantargebang yang sudah beroperasi sejak tahun 1989, dan baru diperbarui kontrak pengelolaannya dengan PT Godang Tua Jaya pada Desember 2008 lalu. Saat ini, TPST Bantargebang telah menampung 6 ribu ton per hari, dan setelah TPST Ciangir selesai dibangun pada tahun 2012, maka kapasitas penampunan sampah di TPST Bantargebang akan dikurangi menjadi 4.500 ton per hari.
Sampah di TPST tersebut juga telah diolah menghasil listrik sebesar 2 megawatt (MW). Direncanakan daya listrik hasil olahan gas metan sampah itu akan ditingkatkan terus menerus hingga mencapai 4 MW pada tahun 2010, meningkat 11 MW pada tahun 2011 dan terakhir menghasilkan 26 MW pada 2016. Listrik ini akan dijual ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) Bekasi untuk kebutuhan warga Bekasi. Tidak hanya itu, sampah juga diolah menjadi pupuk kompos dan sebagian dijadikan bijih plastik.
Luas lahan TPST Bantargebang sekitar 150 hektar, yang terdiri dari 110 hektar milik Pemprov DKI Jakarta dan 40 hektar milik pengelola. Rencananya, di lahan milik pengelola ini yang akan didirikan sarana rekreasi. Selain dijadikan tempat wisata, kawasan ini nantinya akan dijadikan Pusat Studi Pengelolaan Sampah (PSPS). Wisatawan akan diajak berekreasi sambil belajar bagaimana mengelola sampah.
Sementara TPST Ciangir sudah ditandatangani memorandum of understanding (MoU) antara Pemprov DKI dengan Pemerintah Kota Tangerang pada Agustus 2009. MoU ini akan berakhir pada Agustus 2010, namun hingga saat ini belum ada kemajuan dari MoU tersebut terkait dengan pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS). “Masih ada kendala, karena banyak kepentingan dalam pemilihan teknologi pengolahan sampah. Kalau masalah sosial dan masyarakat sudah selesai,” jelas Eko.
Namun Dinas Kebersihan menargetkan pelaksanaan lelang tetap bisa dilaksanakan tahun ini. Kegiatan fisiknya sendiri ditargetkan bisa dimulai tahun depan, sehingga dalam dua tahun sejak pembangunan, TPST seluas 98 hektar itu sudah bisa beroperasi. Untuk percepatan pembangunan itu, Pemprov DKI sudah menggandeng konsultan independen yakni Clinton Climate Iniciative (CCI) untuk menelaah dampak lingkungannya. CCI menawarkan teknologi ramah lingkungan yang tidak mahal yaitu adanya bunker kedap air untuk menampung sampah, kemudian gas metan dan limbah cair sampah langsung disedot untuk diolah. “Investasinya sekitar Rp 700 miliar. Tapi kalau hingga Agustus 2010, PKS TPST Ciangir belum terealisasi, Pemprov DKI akan lebih memprioritaskan pembangunan 3 TPST dalam kota,” paparnya.
Salah satu dari TPST dalam kota yang akan dibangun adalah di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda, Jakarta Utara. Di kawasan tersebut telah tersedia lahan seluas 12 hektar dari total luas lahan 76 hektar. Dari lahan seluas 12 hektar tersebut, TPST Marunda akan dibangun terintegrasi dengan pengelolaan air limbah cair dari kapal-kapal yang akan berlabuh dan pengelolaan air bersih. Pembangunan TPST ini akan sinergi dengan rencana pembangunan Pelabuhan Internasional Ali Sadikin di KEK Marunda sebagai pelabuhan penunjang Pelabuhan Tanjungpriok.
Dua TPST dalam kota lainnya yang akan dibangun yaitu TPST Cakung Cilincing dan TPST Sunter, Jakarta Utara. TPST Cakung Cilincing direncanakan dapat menampung volume sampah sebanyak 1.000 ton per hari. TPST ini merupakan milik swasta murni yang akan bekerja sama dengan perusahaan pengolahan sampah terbesar di Singapura, Keppel Land yang mendirikan perumahan di Sentra Timur Jakarta. “TPST Cakung Cilincing sudah beroperasi, namun hanya mampu menampung 300 ton per hari. Sampah dibakar dan dijadikan kompos,” beber Eko.
Sedangkan TPST Sunter merupakan milik Pemprov DKI Jakarta yang juga direncanakan dapat menampung sampah sebanyak 1.000 ton per hari. Saat ini, TPST Sunter sudah digunakan untuk memadatkan sampah, kemudian dibawa dengan kendaraan kapsul untuk dibuang ke TPST Bantargebang. Ke depan, sampah di TPST ini akan diolah juga menjadi kompos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar