Sampah yang berasal dari lingkungan pemukiman, industri, perdagangan, pasar dibawa oleh Dinas Kebersihan setiap kota ke tempat pembuangan akhir (TPA) untuk ditumpuk, tanpa adanya penutupan seperti yang disyaratkan sebagai metode sanitary landfill.
Selama ini, penanganan sampah kebanyakan melalui metode open dumping, yaitu sampah dikumpulkan, diangkut dan dibuang begitu saja. Walaupun di beberapa tempat sampah telah dikelola dengan metode pemisahan antara sampah organik dan nonorganik. Telah banyak uang yang digelontorkan baik dari dana APBN/APBD maupun yang diperoleh dari bantuan luar melui Bank Dunia, ADB melalui proyek Urban Developmen Project (UDP) di tahun 90-an, namun sistem pengelolaan sampah dari controlled lanfill kembali menjadi open dumping. Ini ironis, karena di negara-negara lain sudah mengenal banyak cara pengelolaan sampah dengan baik, di wilayah Indonesia masih jarang memanfaatkan bahan ini menjadi bahan yang berguna dan mendatangkan nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Selain itu masyarakat petani kita di pedesaan memiliki limbah organik yang cukup melimpah, sebut saja jerami, sisa potongan sayuran, buah-buahan yang dibuang begitu saja di areal pertaniannya tanpa memanfaatkannya menjadi bahan yang dapat digunakan untuk pupuk.
Disisi lain bila musim tanam telah mendekat mereka akan berbondong-bondong membeli pupuk urea ke KUD atau kota terdekat. Bahan ini memang demikian sakti bagi petani sawah, palawija bahkan perkebunan tanaman keras sekalipun. Dan petani kita telah dicekoki dengan pupuk jenis ini oleh adanya pemaksaan secara tak disengaja oleh pemerintah untuk memakainya. Pada hal di negara-negara yang maju pemakaian pupuk kimia ini telah dihindari oleh petani di negaranya dan menyarankan pemakaian pupuk organik yang dianggap lebih ramah terhadap lingkungan.
Romo Agus Nicholas, seorang pengamat dan pemerhati lingkungan dari Gerakan Masyarakat Peduli Lingkungan, Bogor mengatakan :”Pupuk organik membangun tanah secara alamiah tanpa merusak, Selain memperbaiki struktur tanah, pupuk organik juga bermanfaat menjaga kelestarian tanah serta mengembalikan sifat alami tanah yang sering menggunakan pupuk kimia”.
’’Pupuk organik berguna menghidupkan mikroorganisme tanah yang kemudian menghasilkan hormon dan enzim yang dibutuhkan tanah dan tanaman.Selain itu, aman dan akrab dengan lingkungan,’’tambahnya. Namun demikian kelihatannya pemerintah kita sudah kadung mendirikan pabrik-pabrik pupuk kimia yang besar2, dari PIM, PUSRI dan Gresik sehingga apapun keluhan petani terutama dikaitkan dengan harga dan kelangkaan pupuk bila tiba musim panen adalah hal yang tetap tak terpecahkan.
’’Pupuk organik berguna menghidupkan mikroorganisme tanah yang kemudian menghasilkan hormon dan enzim yang dibutuhkan tanah dan tanaman.Selain itu, aman dan akrab dengan lingkungan,’’tambahnya. Namun demikian kelihatannya pemerintah kita sudah kadung mendirikan pabrik-pabrik pupuk kimia yang besar2, dari PIM, PUSRI dan Gresik sehingga apapun keluhan petani terutama dikaitkan dengan harga dan kelangkaan pupuk bila tiba musim panen adalah hal yang tetap tak terpecahkan.
Bagaimana Mengolah Limbah Pertanian Menjadi Pupuk Organik
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pertengahan tahun 2009 telah menyetujui dan mengsahkan Undang-Undang (UU) 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam UU ini ditegaskan bahwa perlu adanya upaya yang aktif dari Pemerintah, Warga dan swasta untuk melakukan dan mengimplementasikan konsep 3R (reuse, recycle, reduce).
Salah satu implementasi konsep ini adalah dengan cara pemilahan dan pengolahan di sumber sampah. Artinya pemisahan sampah oraganik yang lazim disebut dengan sampah basah dari sampah non organik atau sampah kering, sekaligus mengolahnya. Sampah organik (sisa makanan, daun/ranting pohon,buah}dapat dijadikan menjadi pupuk kompos, sedangkan sampah non organik yang memiliki nilai ekonomis (botol kemasan air minum mineral, plastik pembungkus, potongan besi) dapat dikumpulkan untuk selanjutnya dijual ke pengumpul.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pertengahan tahun 2009 telah menyetujui dan mengsahkan Undang-Undang (UU) 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam UU ini ditegaskan bahwa perlu adanya upaya yang aktif dari Pemerintah, Warga dan swasta untuk melakukan dan mengimplementasikan konsep 3R (reuse, recycle, reduce).
Salah satu implementasi konsep ini adalah dengan cara pemilahan dan pengolahan di sumber sampah. Artinya pemisahan sampah oraganik yang lazim disebut dengan sampah basah dari sampah non organik atau sampah kering, sekaligus mengolahnya. Sampah organik (sisa makanan, daun/ranting pohon,buah}dapat dijadikan menjadi pupuk kompos, sedangkan sampah non organik yang memiliki nilai ekonomis (botol kemasan air minum mineral, plastik pembungkus, potongan besi) dapat dikumpulkan untuk selanjutnya dijual ke pengumpul.
Pemilahan dan pengolahan dapat dilakukan secara individual di setiap rumah atau secara komunal di RT/RW setempat. Bila hal ini dilakukan secara baik dan berkesinambungan, akan mengurangi beban dari Dinas Kebersihan Kota untuk membawanya TPA dan juga mengurangi kecepatan pemenuhan TPA yang ada. Konsep ini akan merubah paradigma pengelolaan sampah yang dahulunya muara atau end point dari pengolahan sampah adalah di TPA, namun dirubah menjadi di sumbernya.
Ada beberapa pola pengolahan limbah organik menjadi pupuk organik antara lain dengan sistem biopori, sistem windrows dan mekanis. Sistem biopori diterapkan bagi rumah yang memiliki lahan yang cukup, caranya adalah dengan cara menggali lubang dan memasukkan sampah organik kedalam wadah seperti drum plastik yang telah dilubangi sebagai saluran bakteri organik yang ada di dalam tanah untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk. Pemberian bioactivator dan pengadukan sebaiknya dilakukan agar mempercepat proses penguraian dan meningkatkan mutu kompos.
Sistem windrows dilakukan dengan cara meggelarkan sampah/sisa bahan organik diatas guludan dari tanah atau bambu/kayu dan mengolahnya dengan cara membasahi dan membolak balik setiap waktu tertentu. Kedua sistem ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 minggu untuk mendapatkan hasil dan jumlah produksi tergantung dari luas lahan yang tersedia.
Sistem mekanis dibandingkan dengan dua metode terdahulu relatif sama, yang berbeda adalah kita dapat memeperoleh kompos setiap hari dan tidak butuh lahan yang luas namun harga relatif mahal. Konsep mekanis yang ada di Indonesia relatif hanya sebatas mesin pencacah namun secara integrasi belum ada, hal ini dikatakan oleh Ir. Victor Simatupang, salah satu perancang dan pembuat mesin komposter dari PT. Berkah Berdikari, Jakarta.
Kami dapat memasang mesin komposter ini di wilayah pemukiman, pasar atau sentra2 penghasil sampah yang utama bahkan untuk pertanian, perkebunan dan pertambangan sekalipun, mesin ini berkapasitas 1,5-2 ton yang akan mengolah sampah sebanyak 8-10 m3 perhari, demikian lanjutnya.
Semoga metode dengan sistem komposter ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Pemda dan para petani serta swasta yang berbisnis di bidang pertanian untuk dapat keluar dari kendala yang dihadapi selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar