Setiap hari, kita atau pembantu membuang sampah rumah tangga ke bak sampah yang pintunya menghadap ke luar rumah. Lalu datang pemulung mengaduk-aduk mencari barang-barang yang masih laku dijual ke lapak. Kalau dia lupa menutup pintunya, anjing atau kucing ikut mengais mencari makanan. Ada yang diseret-seret keluar untuk membuka kantong plastiknya. Akibatnya bak sampah berantakan, bahkan di jalanan kadang-kadang ada pampers, pembalut wanita berceceran. Salah siapa?
Pernahkah Anda iseng mengikuti perjalanan tukang sampah yang mengangkut sampah dari rumah kita? Umumnya kita segan atau tidak peduli karena sudah mengeluarkan uang iuran kebersihan. Entah lewat RT, pengembang perumahan atau langsung ke tukang sampah secara bulanan. Asalkan sampah sudah hilang dari halaman kita, habis perkara. Namun sebenarnya perkara atau masalahnya baru mulai dari sini. Tukang sampah akan membawa ke TPS terdekat, apakah itu TPS resmi yang ada hubungannya dengan Dinas Kebersihan, atau TPS liar yang juga berfungsi sebagai TPA. TPS liar biasanya menempati lahan-lahan kosong yang tidak jelas pemiliknya, atau tanah negara di bantaran sungai. Tukang sampah yang terkadang merangkap sebagai pemulung dan pemulung asli kemudian memilah lagi untuk mengambil barang yang layak jual ke lapak, sisanya dibakar. Yang dibakar adalah sampah anorganik termasuk sampah B3 (bahan berbahaya beracun) Maksudnya supaya ada tempat lagi untuk sampah baru.
Akibat pembakaran sampah:
o Timbul asap putih dan hitam, sering berbau menyengat. Kandungan gasnya juga bermacam-macam, sebagian gas beracun dan karsinogenik. Asap juga menyebabkan sesak napas dan mencemari udara, serta menjadi penyebab pemanasan global.
o Abu hitam yang beterbangan mengotori jemuran pakaian, kendaraan dan perabot rumah tangga.
Sedangkan timbunan sampah yang tidak dikelola menyebabkan:
o Bau dari sampah organik yang membusuk, yang menghasilkan gas H2S yang berbau telur busuk, amoniak dan gas metan yang beracun.
o Datangnya serangga dan binatang pengerat yang menyebarkan penyakit (diare, tifus, kolera, desentri dsb.)
o Air leachet (licit) yang hitam dan berbau busuk, rembesannya bisa masuk ke sumber air di sekitarnya.
o Sampah yang longsor ke sungai mengotori sungai, menyebabkan pendangkalan sungai, banjir, kematian ikan dan biota air, bau dsb.
o Sampah anorganik memerlukan waktu degradasi beratus tahun, sungai dan laut sangat sulit mencernanya.
Nah, sekarang sadarkah Anda bahwa Anda punya peran dalam pencemaran lingkungan akibat sampah dari rumah tangga Anda?
Seorang pecinta lingkungan mengingatkan kewajiban seorang muslim terhadap keluarga dan tetangga yang meninggal dunia, yaitu merawat jenazahnya dan segera menguburkannya, dikembalikan ke tanah atau dikebumikan. Karena secara alamiah mayat akan menjadi busuk dan menebarkan bau. Jika tidak dikerjakan kita berdosa. Hal yang sama berlaku untuk sisa makanan, sisa sayuran dan kulit buah yang tidak kita makan. Mengapa bagian yang tidak dimakan diterlantarkan membusuk dan mencemari lingkungan? Selayaknya kita rawat dengan cara didaur ulang menjadi kompos. Kompos dikembalikan ke tanah sebagai pupuk yang menyuburkan tanaman untuk penghijauan, keindahan dan pangan. Ini adalah sebuah siklus biomas. Tanaman mengikat CO2, menghasilkan oksigen, mencegah pemanasan global. Lingkungan menjadi nyaman, indah, asri dan teduh.
Membuat kompos tidak sulit. Hanya memerlukan sedikit upaya, sedikit waktu dan biaya. Yang penting niat kita untuk berperan menjaga lingkungan dan ibadah. Melatih sedikit ketrampilan mengendalikan kelembapan dan udara bersih yang diperlukan mikroba pengolah kompos.
Marilah kita mulai dari yang kecil, dari diri kita sendiri dan sekarang juga. Tunggu apa lagi?????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar