Pemanasan Global merupakan fenomena meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Penyebab pemanasan global diantaranya oleh Greenhoouse Effect atau yang dikenal dengan efek rumah kaca. Terjadinya efek rumah kaca ini disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Dan kenaikan konsentrasi gas CO2 disebabkan karena adanya kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Untuk istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim sedang (negara yang memiliki empat musim). Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan sinar itu berubah menjadi energi panas yang berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Demikian pula halnya salah satu fungsi atmosfer bumi kita seperti rumah kaca tersebut.
Selain itu, pemanasan global juga dapat mengacu pada fenomena perubahan iklim yang pada gilirannya menjadi biang terjadinya bencana lingkungan dari skala paling kecil hingga bencana lingkungan dahsyat yang berpotensi meluluhlantakkan kehidupan di bumi. Bencana disini dapat dirasakan mulai dari badai yang dari tahun ke tahun semakin ganas, iklim yang tidak stabil, temperatur yang meningkat, kenaikan air muka laut, mencairnya es di kutub, banjir dan sebagainya.
Bencana banjir seperti yang kita ketahui dan masih menjadi ancaman terus menerus di seluruh Indonesia, disebabkan salah satunya oleh perubahan iklim sebagai dampak pemanasan global. Fenomena ini belum kita sikapi secara bijak dalam bentuk bersahabat dengan alam, mulai paling yang sederhana membuang sampah pada tempatnya. Masih banyak ditemui sampah bertumpukan diselokan-selokan dan sungai–sungai menambah terhambatnya aliran air permukaan. Belum lagi, masalah-masalah besar seperti penggundulan hutan, penggalian yang berlebihan terhadap sumber daya alam di bumi dan berbagai bentuk perusakan lingkungan lainnya.
Berdasarkan data the Intergovermental panel on climate change (IPCC) disebutkan, terdapat bukti baru dan kuat dari hasil pengamatan sema lima puluh tahun terakhir bahwa pemanasan global disebabkan oleh ulah tangan dan kegiatan manusia. Laporan ini memprediksi terjadinya peningkatan suhu global antara 1,4 hingga 5,5 derajat celcius pada abad ini, tergantung pada jumlah bahan bakar fosil yang kita bakar serta kepekaan sistem iklim. Pada dasarnya, perubahan iklim juga disumbang dari meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer sehingga menyebabkan pemanasan bumi yang antara lain, disebabkan kegiatan manusia dari berbagai sektor seperti energi, kehutanan, pertanian dan peternakan serta sampah.
Hati-hati Dengan Sampah
Laporan yang sama juga menyebut bahwa sampah mempunyai kontribusi besar terhadap meningkatnya emisi gas rumah kaca.Apa pasal? penumpukan sampah tanpa diolah akan melepaskan gas metana (CH4). Setiap 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat, diperkirakan pada 2020, sampah yang dihasilkan sekitar 500 juta kg/hari atau 190 ribu ton/tahun. Hal tersebut berarti, Indonesia akan mengemisikan gas metana ke atmosfer sebesar 9.500 ton. Jika tidak mengambil tindakan menguranginya,UNEP (United Nations Environment Programen) diperkirakan akan terjadi kekurangan air di timur tengah, hilangnya delta sungai Nil, pencairan es disertai tanah longsor dan masih banyak lagi.
Pengelolaan TPA
Sampah memang diindikasikan menjadi salah satu penyumbang gas rumah kaca. Untuk itulah pembuangan sampah terbuka ditempat pembuangan akhir (TPA) harus diperhatikan. Sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobic. Proses itu menghasilkan gas CH4. Sampah yang dibakar juga akan menghasilkan gas CO2. Gas CH4 mempunyai kekuatan merusak 20 kali lipat dari gas CO2.
Untuk itu, seiring antisipasi terjadinya degradasi pemanasan global dewasa ini, kementerian lingkungan hidup berupaya memastikan adanya revolusi lingkungan melalui undang-undang No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Dalam UU tersebut, ditegaskan paradigma baru dalam pengelolaan sampah yakni ‘kumpul-pilah-olah’ dari yang sebelumnya ‘kumpul-angkut-buang’, melalui UU itu pula, prinsip pengelolaan sampah yang ditekankan lebih mengutamakan prinsip pengendalian pencemaran serta prinsip sebagi sumber daya.
Pelaksanaan kedua prinsip tersebut lebih mengarah pada penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), extended producer’s responsibility (EPR). Artinya pemanfaatan sampah dan pemprosesan akhir sampah melalui pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Memang, tanpa adanya ancaman pemanasan global pun, tumpukan sampah yang menggunung di TPA telah menjadi masalah tersendiri. Bau yang menyengat, air lindi yang mencemari sumber air disekitar TPA dan bahkan ledakan gas metan (CH4) yang menimbulkan korban jiwa, misalnya kasus TPA leuwi Gadjah, Bandung ,TPA Bantar Gebang, Bekasi dan lain-lain.
Namun pelaksanaan paradigma “kumpul-pilah-olah”, bukanlah hal yang mudah. Ada banyak upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan sampah. dari kesemua upaya yang ada hendaknya bertumpu pada bagaimana mencari solusi guna mengatasi permasalahan pengelolaan sampah. Paling tidak untuk saat ini telah ada payung hukum nasional soal pengelolaan sampah, tinggal bagaimana mengembangkan kebijakan dan regulasi operasional berkaitan dengan pengelolaan sampah dengan cara baru: pengelolaan yang berlandaskan pada prinsip sampah adalah sesuatu yang harus dikurangi dan jika sudah terlanjur menjadi sampah, harus bisa diolah menjadi sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
Karena itu, hal ini menjadi tugas semua pihak yang telah paham, untuk senantiasa secara terus menerus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghindari kegiatan pembakaran sampah karena dapat merusak lingkungan.
DEMI KELESTARIAN LINGKUNGAN DAN MEMELIHARA LAPISAN OZON, MARI KITA BERSAMA-SAMA MEWUJUDKAN DEPOK BERSIH DAN SEHAT DENGAN HANYA TIDAK MEMBAKAR SAMPAH MULAI SAAT INI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar