JAKARTA, KOMPAS.com - Perkuliahan pertanian organik di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, terutama di program sarjana, masih sebatas pengenalan yang disajikan sebagai sebuah mata kuliah. Meskipun baru sebatas mata kuliah, pertanian organik mulai dianggap penting untuk dikembangkan oleh para akademisi dan ilmuwan di perguruan tinggi.
"Pertanian organik itu kan masih jadi tren saat ini. Kepada mahasiswa S-1, kita berikan opsi pilihan dalam mata kuliah sehingga ketika terjun di masyarakat nanti mereka bisa melihat, pertanian organik atau anorganik yang mestinya dikembangkan. Jika di program sarjana ada yang langsung dispesifikan ke pertanian organik, kasihan mereka. Kita kan belum tahu peluang kerjanya. Jadi di program S-1 pertanian masih secara umum," jelas Rektor Universitas Mataram, Mansur Ma'shum yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (17/9).
Perkuliahan pertanian di perguruan tinggi saat ini justru menghadapi tantangan turunnya peminat. Untuk mengatasi turunnya minat calon mahasiswa mengambil jurusan pertanian, pendidikan pertanian difokuskan pada dua bidang, yakni agroteknologi/agro-ekoteknologi dan agribisnis.
Menurut Mansur, kalangan perguruan tinggi tidak mau terburu-buru memasang kaca mata kuda kepada mahasiswa bahwa pertanian organik mesti diutamakan. Pola pikir atau mindset ke pertanian organik itu tidak bisa dipaksakan secara instan.
Para pengajar dalam ilmu hama, tanah, kesuburan, misalnya, bisa memperkenalkan pentingnya pemakaian zat-zat organik dibandingkan yang anorganik. Di sini, pola pertanian organik bisa dimasukkan sebagai pilihan. "Kelebihan-kelebihan pertanian organik diperkenalkan. Ketika di masyarakat, pertanian organik sudah mulai diterima dan diminati, mahasiswa bisa memilih mana yang akan dikembangkan," kata Mansur.
Sebaliknya, kata Mansur yang juga Guru Besar Ilmu Tanah, di program pascasarjana untuk S-2 dan doktor, kajian pertanian organik sebagai tesis dan disertasi mulai diminati. "Ada kesadaran untuk bisa memakai bahan-bahan alami yang ramah lingkungan untuk pertanian ke depan," kata Mansur.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor (IPB) Yonny Koesmaryono mengatakan perkuliahan pertanian organik untuk menjadi suatu bidang studi sendiri perlu kajian yang matang. Peminatan secara khusus dari kalangan mahasiswa juga belum terlihat secara signifikan.
"Tetapi IPB sudah mengembangkan laboratorium pertanian organik. Implementasi pertanian organik juga mesti dilihat sanggup di level mana. Karena untuk melaksanakan pertanian organik di level yang tinggi, tentu persyaratannya juga cukup banyak," kata Yonny.
Menurut Yonny, pengembangan pertanian organik memerlukan kemauan politik dari pemerintah untuk menjadi suatu kebijakan yang bisa dilaksanakan secara bersama-sama dan berkesinambungan. "Peminatan untuk perkuliahan organik adanya mulai di S-2 dengan yang mau fokus pada penelitian pertanian organik," ujar Yonny.
Gerakan pertanian organik mestinya bukan sekadar perubahan teknik bertani dari penggunaan bahan-bahan kimia ke bahan alam. Gerakan ini harus menjadi idealisme para petani dan masyarakat memutus ketergantungan pada produk-produk kimai yang umunya dihasilkan dari luar.
Dengan pemakaian bahan-bahan yang ramah lingkungan, keseimbangan alam juga akan terjaga. Perubahan itu bisa berkontribusi pada upaya mengatasi ancaman perubahan iklim yang cepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar