MALANG: kalangan industri pupuk organik di Kab, Malang mendesak pemerintah daerah mendorong petani untuk menggunakan pupuk organik agar kelangsungan usaha mereka bisa terjaga.
Direktur PT Tiara Kurnia Arianda Dwi Wanto, produsen pupuk kimia yang pabriknya berlokasi di Wajak Kab. Malang, mengatakan saat ini ada 18 pabrik pupuk organik di Kab. Malang dan 11 pabrik diantaranya bermitra dengan PT Petrokimia Gresik.
Sebelas pabrik dimaksud, yakni PT Tiara Kurnia Dwi Wanto, PT Gresik Cipta Sejahtera, CV Agro Sumber Sumur, PT Hikmah Jaya Putra, CV Makmur Abadi, CV Dhamma Jaya, CV Pancuran Mas, CV Adi Jaya, PT Molindo Raya Industrial, PT Darma Kerta, dan PT Sumberaya Kendimas.
“Kapasitas produksi masing-masing pabrik pupuk organik yang bermitra dengan PT Petrokimia itu sebesar 10.000 ton per tahun, namun realisasinya hanya 2.500 ton per tahun per pabrik karena serapan di pasar kurang,” kata Kurnia Dwi Wanto seusai menghadap Sekretaris Daerah (Sekda) Kab. Malang Abdul Malik di Malang, hari ini.
Dengan hanya memproduksi 2.500 ton per tahun, lanjut dia, maka berat bagi pabrikan. Antara biaya produksi dan penghasilan yang diterima pabrikan tidak seimbang.
Padahal, lanjut dia, dari segi luasan areal tanam baik padi, tebu, maupun palawija yang mencapai 150.000 hektare di Kab. Malang mestinya produksi pupuk sebesar 10.000 per pabrik per tahun bakal terserap dengan mudah.
Asumsinya, setiap hektare menggunakan pupuk organik sebanyak 0,5 ton. “Padahal tebu, kebutuhan pupuk organik mestinya dua ton.”
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Serapan pupuk organik rendah. Seperti produksi pupuk organik PT Petro Gresik. Pada 2010, perusahaan tersebut memproduksi pupuk organik sebesar 660.000 ton, namun serapan di pasar hanya 210.000 ton. Padahal harga pupuk tersebut telah disubsidi menjadi hanya Rp700 per kg.”
Rendahnya serapan pupuk organik di pasar, lanjut dia, selain karena rendahnya pemakaian pupuk tersebut oleh petani juga disebabkan kebijakan pemerintah memberikan bantuan langsung pupuk (BLP) organik.
Selain itu, Pemprov Jatim juga memberikan bantuan berupa alat pembuat pupuk organik. Dampaknya petani bisa memenuhi kebutuhan pupuk organik secara mandiri.
Penyebab lain, dia akui, ada beredar pupuk organik yang kualitas produksinya kurang bagus. Produksi pupuk belum mengacu Peraturan Menteri Pertanian No. 28 tahun 2009 tentang Pupuk Organik. Akibatnya petani kecewa dan mereka menjadi bergantung pada pupuk kimia.
“Padahal antara pupuk kimia dan organik harus saling melengkapi. Penggunaan pupuk semata tanpa dibarengi pupuk organik bisa menyebabkan tanah tidak bisa ditanami.”
Karena itulah, dukungan dari Pemda terhadap penggunaan pupuk organik di kalangan petani perlu lebih digalakkan. Selain kebijakan-kebijakan pemerintah terkait penggunaan pupuk organik bagi petani jangan sampai mematikan usaha produksi pupuk organik di tingkat lokal.
Yang juga perlu dilakukan, pemantauan terhadap produksi pupuk organik di Kab. Malang. Sebelum diedarkan di pasar, produksi pupuk organik tersebut harus benar-benar memenuhi Permentan tersebut.
Sekda Kab. Malang Abdul Malik berjanji akan mengevaluasi kebijakan mengenai perpupukan di Kab. Malang. Namun di sisi lain dia minta pabrikan juga aktif mencari peluang pasar.
Salah satu terobosan yang bisa diupayakan, lanjut dia, mengusulkan agar petani tebu mendapatkan alokasi bantuan pupuk organik bersubsidi. Karena itulah, pekan depan Pemkab Malang, pabrikan pupuk organik, pabrik gula, dan petani akan bertemu membahas masalah tersebut.(api)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar