SOLO--MICOM: Dinas Pertanian Sukoharjo mengajak petani di wilayahnya untuk tidak berlama-lama 'menangisi' panenan padi MT I yang terpuruk karena dihancurkan berbagai hama pengganggu, dan segera bangkit mempersiapkan pola tanam yang serentak, dengan menghindari tanaman hibrida.
Untuk kepentingan pola tanam serentak menghindari hama, kini sudah dipersiapkan bantuan bibit organik sebanyak 25 kg/hektare dan pupuk yang memadai luasan tanam.
"Petani harus cepat bangkit. Sudah saatya petani meninggalkan bibit hibrida yang rentan hama, dan menggantikannya dengan tanaman padi organik yang kuat dari gangguan wereng, dengan pola tanam serentak. Pemerintah telah menyiapkan bantuan bibit dan pupuk organik untuk mengejar panen di MT II," tegas Kepala Dinas Pertanian Sukoharjo Giyarti kepada Media Indonesia, Kamis (24/2).
Ia akui, meski sudah dilakukan tindakan penanggulangan hama secara terpadu, tanaman pangan padi MT I tahun ini tidak akan bisa maksimal dipanen.
Dari sekitar 12 ribu hektare hamparan padi, tidak ada yang luput dari gangguan hama, sehingga petani harus bekerja keras untuk menggagalkan serangan yang meluas, dan menggantikan dengan bibit yang baru, dengan harapan untuk tetap bisa panen meski dengan harga gabah yang menyengsarakan.
Koordinator Petani Pengguna Irigasi Dam Colo Timur, Sarjanto, menyatakan bahwa petani saat ini memang sedang diuji dengan berbagai kegagalan akibat cuaca ekstrem dan gangguan hama pengganggu tanaman pangan yang luar biasa.
Banyak petani terpaksa membiarkan sawahnya untuk bero alias tidak ditanami padi terlebih dulu, karena gangguan hama, terutama wereng coklat yang sulit untuk diberantas dengan berbagai pestisida.
"Ribuan hektar sawah irigasi nganggur tidak ditanami, karena petani ketakutan tidak mampu mengatasi hama yang mengganggu. Mereka pilih melakukan kerja lain atau menjadi buruh tani, dengan meninggalkan banyak utang. Dua tahun terakhir ini sungguh cobaan yang sangat berat bagi petani. Pemerintah harus memberikan pertolongan yang luar biasa, agar semangat petani tidak benar-benar jatuh dan tidak nglokro bercocok tanam padi dengan varietas yang tahan wereng," ujar Sarjanto.
Ia berharap, bupati dan kepala Dinas Pertanian terjun terus-menerus ke lapangan untuk memantau perkembangan tanaman pangan padi yang tidak henti digerogoti berbagai hama, serta memunculkan solusi jitu yang meringankan beban petani.
Janji pemerintah yang akan mengganti petani yang gagal panen MT I ini dengan mengganti biaya produksi didesak secepatnya dapat dicairkan, sehingga bisa secepatnya untuk mengganti tanaman yang puso.
"Tanpa kerja keras dan hanya janji-janji, dipastikan bangsa ini akan semakin sulit untuk menuju swasembada pangan dan akan semakin larut dalam ketergantungan impor beras yang merugikan petani. Pemerintah selama ini kurang jujur dan hanya bisa bikin janji, tanpa merealisasi di lapangan. Petani sudah jenuh dengan janji-janji muluk di sektor pangan ini," imbuh Sarjanto yang diamini sejumlah petani irigasi Dam Colo Timur.
Dam Colo Timur yang membentang dari kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Sragen dan sebagian Ngawi, Jatim memiliki luas sawah 39 ribu hektare, dengan jumlah petani yang mencapi ribuan orang.
Saat ini banyak di antara mereka yang bergantung dengan tengkulak dan pengijon untuk menyambung hidup dan mempertahankan tanaman padinya dari gangguan hama yang sangat ektrim dari mulai wereng coklat, hama pengerek batang, hama tikur dan hama kerdit tanaman. (WJ/OL-11)
Untuk kepentingan pola tanam serentak menghindari hama, kini sudah dipersiapkan bantuan bibit organik sebanyak 25 kg/hektare dan pupuk yang memadai luasan tanam.
"Petani harus cepat bangkit. Sudah saatya petani meninggalkan bibit hibrida yang rentan hama, dan menggantikannya dengan tanaman padi organik yang kuat dari gangguan wereng, dengan pola tanam serentak. Pemerintah telah menyiapkan bantuan bibit dan pupuk organik untuk mengejar panen di MT II," tegas Kepala Dinas Pertanian Sukoharjo Giyarti kepada Media Indonesia, Kamis (24/2).
Ia akui, meski sudah dilakukan tindakan penanggulangan hama secara terpadu, tanaman pangan padi MT I tahun ini tidak akan bisa maksimal dipanen.
Dari sekitar 12 ribu hektare hamparan padi, tidak ada yang luput dari gangguan hama, sehingga petani harus bekerja keras untuk menggagalkan serangan yang meluas, dan menggantikan dengan bibit yang baru, dengan harapan untuk tetap bisa panen meski dengan harga gabah yang menyengsarakan.
Koordinator Petani Pengguna Irigasi Dam Colo Timur, Sarjanto, menyatakan bahwa petani saat ini memang sedang diuji dengan berbagai kegagalan akibat cuaca ekstrem dan gangguan hama pengganggu tanaman pangan yang luar biasa.
Banyak petani terpaksa membiarkan sawahnya untuk bero alias tidak ditanami padi terlebih dulu, karena gangguan hama, terutama wereng coklat yang sulit untuk diberantas dengan berbagai pestisida.
"Ribuan hektar sawah irigasi nganggur tidak ditanami, karena petani ketakutan tidak mampu mengatasi hama yang mengganggu. Mereka pilih melakukan kerja lain atau menjadi buruh tani, dengan meninggalkan banyak utang. Dua tahun terakhir ini sungguh cobaan yang sangat berat bagi petani. Pemerintah harus memberikan pertolongan yang luar biasa, agar semangat petani tidak benar-benar jatuh dan tidak nglokro bercocok tanam padi dengan varietas yang tahan wereng," ujar Sarjanto.
Ia berharap, bupati dan kepala Dinas Pertanian terjun terus-menerus ke lapangan untuk memantau perkembangan tanaman pangan padi yang tidak henti digerogoti berbagai hama, serta memunculkan solusi jitu yang meringankan beban petani.
Janji pemerintah yang akan mengganti petani yang gagal panen MT I ini dengan mengganti biaya produksi didesak secepatnya dapat dicairkan, sehingga bisa secepatnya untuk mengganti tanaman yang puso.
"Tanpa kerja keras dan hanya janji-janji, dipastikan bangsa ini akan semakin sulit untuk menuju swasembada pangan dan akan semakin larut dalam ketergantungan impor beras yang merugikan petani. Pemerintah selama ini kurang jujur dan hanya bisa bikin janji, tanpa merealisasi di lapangan. Petani sudah jenuh dengan janji-janji muluk di sektor pangan ini," imbuh Sarjanto yang diamini sejumlah petani irigasi Dam Colo Timur.
Dam Colo Timur yang membentang dari kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Sragen dan sebagian Ngawi, Jatim memiliki luas sawah 39 ribu hektare, dengan jumlah petani yang mencapi ribuan orang.
Saat ini banyak di antara mereka yang bergantung dengan tengkulak dan pengijon untuk menyambung hidup dan mempertahankan tanaman padinya dari gangguan hama yang sangat ektrim dari mulai wereng coklat, hama pengerek batang, hama tikur dan hama kerdit tanaman. (WJ/OL-11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar