Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan melekat dalam sanubari, apakah itu kebiasaan baik maupun buruk. Mendaur ulang sampah organik rumah tangga menjadi kompos adalah salah satu kebiasaan baik yang perlu diajarkan kepada anak-anak untuk menumbuhkan cinta lingkungan.
Kebun Karinda mempunyai program Belajar Membuat Kompos untuk anak-anak SD yang peminatnya sebagian besar adalah Sekolah-sekolah Dasar Plus. Tentu harus dibuat semenarik mungkin agar anak-anak yang umumnya bisa duduk diam tidak bosan, gelisah dan menjadi ribut.
Bagaimana acaranya?
Sebelumnya kami minta Guru melakukan persiapan:
- Anak-anak dibagi 5 kelompok, setiap kelompok 5-10 orang (A s.d. E). Mereka nanti akan melakukan praktek memilah, mencacah, memasukkan wadah kompos, panen kompos dan menanam.
- Kelompok “Memilah” harus membawa sampah anorganik (kotak bekas minuman, botol atau gelas bekas air mineral, kemasan isi ulang sabun cair atau pewangi)
- Kelompok “Mencacah” membawa sampah dapur dan kulit buah-buahan yang masih segar (belum membusuk), dan gunting yang ujungnya tumpul.
Agar anak-anak tidak bosan, waktunya hanya 90 menit. Mula-mula diadakan perkenalan dahulu, dan menanyakan kepada anak-anak apa yang ingin mereka pelajari di Kebun Karinda. Lalu kami ajak bernyanyi “Lihat Kebunku” agar membawa ke suasana gembira.
Selanjutnya diadakan dialog interaktif tentang pengertian 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Diusahakan mencari contoh yang ada disekitar mereka seperti membawa bekal makanan dalam kotak tempat bekal (lunch box) dan botol tempat minumnya untuk contoh reduce sekaligus reuse. Contoh recycle adalah mengubah sampah organik menjadi kompos. Yang bisa dijadikan kompos adalah sampah organik (ditunjukkan contoh sampah organik dan anorganik dengan alat peraga).
Kemudian diputar film “Pengelolaan Sampah Organik di Kebun Karinda” selama 15 menit, berisi langkah-langkah membuat kompos dari sampah rumah tangga atau sampah dapur. Bagian daur ulang sampah halaman/kebun tidak diputar karena tidak menarik untuk anak-anak.
Nah, habis nonton film kita mulai dengan praktek.
1. Kelompok A praktek memilah sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik dimasukkan tempat sampah khusus anorganik. Kelompok B s.d. E tetap di tempat duduk masing-masing.
2. Giliran berikutnya Kelompok B mencacah sampah organik dengan gunting menjadi potongan kecil-kecil, supaya mudah dimakan oleh makhluk kecil-kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata tanpa bantuan mikroskop (namanya mikroba).
3. Kelompok C memasukkan ke dalam Keranjang Takakura yang sudah berisi kompos sebagai aktivator, yang mengadung mikoba. Diaduk-aduk sampai sampahnya tersebar sampai ke bawah. Ditunjukkan bahwa adonan kompos terasa panas karena mikroba sibuk makan dan bergembira sehingga gerah dan berkeringat.
4. Kelompok D “panen” kompos yang sudah jadi. Untuk memisahkan dari bagian yang kasar yaitu sampah yang agak keras atau potongannya terlalu besar dilakukan pengayakan. Ayakannya kecil, dipegang oleh 2 anak. Hasil ayakan yaitu kompos yang halus dikumpulkan.
5. Kelompok E mencampur media tanam yaitu kompos 1 bagian, tanah 1 bagian dan kompos 1 bagian. Setelah tercampur rata, digunakan untuk menanam bunga dalam pot. Harus dibantu staf Kebun Karinda karena bagian ini yang paling sulit untuk anak-anak. Tanaman dibawa ke sekolah, dengan pesan harus dirawat.
Jika dari pihak sekolah ingin semua anak membawa pulang tanaman, maka kelompok hanya ada 4, kemudian pada sesi menanam harus bergiliran setiap kali 5 orang.
Kemudian anak-anak diajak berkeliling Kebun Karinda untuk melihat bunga-bunga dan kupu-kupu yang beterbangan dan hinggap mengisap madu, mendengarkan suara burung-burung yang hinggap di pohon, dan melihat tanaman sayuran dan tanaman obat. Ada anak yang belum pernah melihat tanaman terong atau tanaman tomat. Semua tanaman subur karena dipupuk dengan kompos buatan sendiri.
Setelah semua mecuci tangan dengan sabun, anak-anak duduk kembali dan makan bekalnya. Kami berpesan kepada anak-anak supaya minta kepada orangtuanya menyediakan 2 tempat sampah untuk sampah organik dan anorganik.
Kegiatan memilah sampah, mencacah (pakai tangan atau gunting) akan menjadi menyenangkan apabila ibu, ayah, kakak, pembantu semuanya melakukan dengan senang hati, bukan sebagai beban.
Mereka pulang masih dalam suasana gembira, dengan membawa tanaman dan tambahan pengetahuan serta ketrampilan.
Catatan:
Beberapa hari yang lalu datang ke Kebun Karinda Pak Ihsan dengan anaknya, Wira (Kelas 2 SD) yang pernah belajar membuat kompos bersama teman-teman sekolahnya. Menurut Pak Ihsan, Wira sudah melatih seisi rumah memilah sampah, lalu mengajak ayahnya membelikan Keranjang Takakura. Wira sudah punya rencana komposnya akan digunakan untuk memupuk tanaman bunganya. Inilah yang kami harapkan, anak-anak dapat menularkan ilmunya kepada orang tua dan lingkungannya.
Beberapa hari yang lalu datang ke Kebun Karinda Pak Ihsan dengan anaknya, Wira (Kelas 2 SD) yang pernah belajar membuat kompos bersama teman-teman sekolahnya. Menurut Pak Ihsan, Wira sudah melatih seisi rumah memilah sampah, lalu mengajak ayahnya membelikan Keranjang Takakura. Wira sudah punya rencana komposnya akan digunakan untuk memupuk tanaman bunganya. Inilah yang kami harapkan, anak-anak dapat menularkan ilmunya kepada orang tua dan lingkungannya.
Cucu saya Thea, dari umur 4 tahun sudah pandai memilah sampah. Suatu hari waktu Thea akan memasukkan kulit permen ke tempat sampah anorganik di rumah saya, ia berteriak: “Eyang, ada yang keliru. Kulit jeruk kok dimasukkan ke sini, kan bisa dibikin kompos!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar